RADARBEKASI.ID, BEKASI – Gang Cue, yang berada di Kelurahan Durenjaya, Kecamatan Bekasi Timur kini seperti kampung mati. Wilayah yang dulu dihuni 44 Kepala Keluarga (KK), kini tersisa 18 KK. Mereka memilih meninggalkan rumahnya, karena kampungnya digenangi banjir yang tak juga surut sejak lima bulan terakhir.
Sebagian besar warganya berdagang ikan di pasar tradisional. Kampung tersebut bukan di wilayah pesisir. Lingkungan ini berada tidak jauh dari pusat kota, tepat di samping pusat perekonomian rakyat, Pasar Baru Bekasi Timur.
Selain jalan utama, warga bisa masuk ke lingkungan permukiman warga lewat gang sempit di area pasar, jalan ini tepat berada di bagian belakang permukiman warga RT 02 dan 06, RW 01. Di tengah sibuknya aktivitas pasar, suasananya berubah drastis usai masuk ke dalam gang sempit di bagian belakang pasar.
Tidak ada satupun orang terlihat beraktivitas disana, hanya nampak barisan rumah dan kontrakan tak berpenghuni. Pintu rumah dalam keadaan terbuka, tembok rumah berlumut, nampak satu mesin pompa air dalam keadaan mati.
Pompa air tersebut selama ini digunakan untuk mengurangi debit air di permukiman, sangat membantu sebagian warga yang masih tinggal di sana. Selang air menjuntai dari mesin pompa air ke luar gang sempit, menuju area belakang pasar.
Robi Ismail adalah salah satu warga yang memilih untuk pindah ke wilayah lain lantaran lingkungan rumahnya dikepung air, dia juga mantan ketua RT 06. Namun, orang tua dan kakaknya masih bertahan meskipun pada saat hujan deras turun harus mengungsi, orang tua dan kakaknya bertahan karena rumah mereka lebih tinggi dibandingkan rumah yang lain.
Ada beberapa alasan sebagian warga memilih bertahan, dekat dengan pasar adalah alasan utama, lantaran warga di lingkungan tersebut beraktivitas sebagai pedagang.
Kemarin, air di dalam rumah sudah surut, di luar rumah, air masih setinggi mata kaki.”Ini lagi beres-beres nih, sekarang sudah rada surutan, takut lumpurnya nanti ketebelan. Di dalam rumah sudah kering,” katanya, Minggu (5/3).
Kondisi lingkungan RT 06 tampaknya lebih baik dibandingkan RT 02 yang semua warganya memilih pindah. Robi mengatakan, masih ada delapan rumah yang masih ditinggali oleh penghuninya di RT 06.
Saat hujan turun dengan intensitas ringan sampai sedang, jalan di lingkungan RT 06 masih bisa dilalui kendaraan roda dua. Mayoritas warga yang tinggal sebelum pergi satu per satu berstatus mengontrak, dengan identitas Kependudukan Kota Bekasi.
Dua pekan terakhir, warga yang bertahan harus mengungsi akibat banjir. Ia menuturkan, ada 20 bangunan yang ditinggal penghuninya, terdiri dari rumah tinggal dan kontrakan. “Ya hampir rata-rata kalau dihitung per rumah, per sertifikat itu ada 20, kalau menurut jumlah KK sih banyak, sekitar 44. Yang parah itu di RT dua, itu kampung sudah mati,” ungkapnya.
Mesin pompa air di bagian belakang lingkungan pemukiman warga sudah dua hari ini tidak dioperasikan. Mesin tersebut merupakan bantuan yang diberikan oleh Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi, warga juga mendapat bantuan bahan bakar tiga sampai empat hari sekali.
Jika bahan bakar habis, warga gotong royong membeli bahan bakar. Dalam satu hari menghabiskan Rp500 ribu untuk bahan bakar dan upah kepada warga lain yang bertugas memastikan pompa air beroperasi dengan baik.
Wilayah ini memang akrab dengan bencana banjir. Hanya saja, setiap kali banjir melanda dapat segera surut dalam waktu singkat.
Puncak banjir besar terjadi pada tahun 2020 silam, dimana banjir mengepung permukiman warga hingga lebih dari satu meter, surut dalam waktu sepekan. Sejak saat itu banjir surut memakan waktu lama, hingga pemerintah membuatkan saluran air baru, namun tidak berhasil menolong pemukiman warga.
Oktober 2022, hujan turun dengan intensitas rendah, warga mulai khawatir lantaran air yang menggenang permukiman mereka tidak kunjung surut. Belum surut, hujan kembali mengguyur pemukiman warga, hingga tidak pernah lagi surut sampai saat ini. “Kalau saya sih lihatnya ke belakang dari gorong-gorong itu, kan udah nggak ada perawatan sama sekali,” tambahnya.
Air dari pemukiman warga sedianya bermuara di Saluran Sekunder (SS) Rawa Baru, dialirkan lewat gorong-gorong dengan kedalaman 3 sampai 4 meter.
Sementara itu, Ketua RT 06/01, Kelik Indarto menceritakan banjir pada bulan Oktober 2022 silam setinggi lutut orang dewasa. Kemarin, banjir paling parah di wilayahnya mencapai satu meter.
Senada, Kelik juga mengatakan bahwa banjir yang terjadi di wilayahnya akibat air tidak bisa ke luar permukiman. Pengurus lingkungan sudah melaporkan permasalahan ini kepada pemerintah, sepengetahuannya pemerintah tengah mengidentifikasi sumber masalah di lingkungan mereka.
“Kurang lebih KK ada 22, itu yang rumahnya ditinggali ngontrak. Kurang lebih 18 KK (yang masih bertahan),” ungkapnya.
Selain air hujan, lingkungan permukiman yang berada dataran rendah ini juga menerima limpahan air dari daerah sekitar.”Mungkin (karena) gorong-gorong ke arah kali, jadi air tidak terbuang ke pembuangan akhir itu,” tambahnya.
Karena situasi ini, aktivitas warga terganggu, terutama mereka yang beraktivitas sebagai pedagang di pasar.Kemarin, warga berharap bisa segera ada solusi untuk membuat air di lingkungan mereka surut.
Terpisah, Camat Bekasi Timur, Fitri Widyawati mengatakan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan DBMSDA Kota Bekasi untuk menyelesaikan permasalahan di lingkungan warga tersebut.”Untuk penanganannya kita berkoordinasi dengan DBMSDA,” katanya.
Diketahui, selama ini drainase menjadi kewenangan DBMSDA, salah satu OPD di Kota Bekasi ini telah memiliki tim pematusan yang bekerja mengantisipasi permasalahan drainase.
Kemarin, Radar Bekasi telah mencoba untuk menghubungi bidang Sumber Daya Air (SDA), namun belum memberikan jawaban hingga berita ini ditulis.
Jika sebagian besar banjir di wilayah Kota Bekasi sudah surut, ada sejumlah wilayah yang masih harus berkutat dengan genangan dan banjir di wilayah Kabupaten Bekasi. Akhir pekan kemarin masih ada 9 wilayah kecamatan yang terendam banjir, dengan ketinggian bervariasi.
Pj Bupati Bekasi, Dani Ramdan mengatakan, sembilan kecamatan yang masih terendam banjir berada di dataran rendah. Sebagian lagi berada di kawasan pesisir.”Menurut laporan kemarin, kita ada 5 kecamatan yang masih mengalami genangan banjir dari 18 Kecamatan. Sekarang naik lagi menjadi 9 kecamatan,” katanya saat memimpin rapat updating banjir di Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan karakteristik wilayah yang masih terendam banjir tersebut, banjir akan surut setelah air laut surut. Dengan catatan tidak kembali turun hujan dengan intensitas tinggi.
Ia juga menyampaikan, perlu dilakukan upaya untuk menekan terjadinya bencana banjir di tahun-tahun berikutnya. Kunci utamanya adalah perbaikan sistem drainase.
“Sistem drainase, irigasi yang banyak dan kurang terawat, dan yang ada pun malah dikurangi fungsinya dengan pendangkalan, penyempitan, bangunan liar dan sampah. Ini yang menjadi perhatian kita ke depannya agar semua jajaran untuk memperbaiki,” tambahnya.
Tim Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Kabupaten Bekasi diminta untuk terus memperbaharui data, memantau, dan melaporkan wilayah bencana yang belum optimal tertangani, termasuk wilayah yang belum mendapatkan bantuan. (Sur)