Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Perempuan di Bekasi Belum Aman

Illustrasi Pencabulan

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rasa aman bagi kaum perempuan di Bekasi sepenuhnya belum didapatkan. Buktinya, masih banyak kaum hawa menjadi korban kekerasan di ruang privat maupun publik. Hadirnya Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentgang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan, diharapkan bisa menjadi solusi menyelesaikan masalah tersebut. Saat ini tinggal menunggu bagaimana implementasinya di lapangan.

Namun perlu diingat, tidak hanya kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan, tidak sedikit menjadi korban tindak kekerasan lain, bahkan tindak pidana. Tindak kejahatan yang menimpa perempuan di luar rumah oleh Komnas Perempuan dikategorikan sebagai kekerasan yang terjadi di ruang publik.

Beberapa peristiwa masih lekat di ingatan, perempuan menjadi korban tindak pidana, diperlakukan tidak manusiawi bahkan sesudah meregang nyawa. Bulan Maret 2022, seorang buruh wanita di Kabupaten Bekasi menjadi korban tindak pidana, baru bekerja tiga bulan, dibacok oleh kawanan begal lantaran mempertahankan harta bendanya.

Menjelang tutup tahun, warga Bekasi digegerkan dengan penemuan potongan tubuh korban mutilasi di kamar rumah kontrakan, Tambun Selatan. Setelah itu, diketahui bahwa potongan tubuh di dalam boks kontainer tersebut adalah jasad wanita berusia 54 tahun, diduga korban dibunuh lantaran ngotot minta dinikahi dan mengancam akan melaporkan hubungan gelap yang selama ini terjalin.

Peristiwa yang menggemparkan terakhir adalah jasad dua wanita yang diduga dibunuh oleh penghuni rumah kontrakan di Bekasi Utara. Jasad kedua wanita ditemukan dalam keadaan dicor di dalam rumah kontrakan, dugaan kuat kedua wanita yang dibunuh oleh pemilik kontrakan saat menagih keuntungan bisnis, sementara pemilik kontrakan juga meregang nyawa dengan kondisi ditemukan luka sayatan senjata tajam di pergelangan tangan.

Catatan tahunan Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa dari total 339.782 kekerasan berbasis gender, 99 persen terjadi di ruang privat, pengaduan yang diterima oleh Komnas Perempuan mencapai 61 persen atau 2.098 kasus. Sementara kekerasan berbasis gender yang terjadi di ruang publik mencapai 2.978 kasus, 1.276 diantaranya dilaporkan ke Komnas Perempuan.

Tindak kejahatan disertai dengan kekerasan seperti pembegalan dan sebagainya termasuk dalam kategori kekerasan yang terjadi di ruang publik. Komnas Perempuan menyebut perlindungan dan pemulihan masih minim.

“Memang ranah public menjadi ruang yang tidak bisa dikatakan aman untuk Perempuan karena masih Minim Perlindungan dan Pemulihan,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti, Rabu (8/3).

Di wilayah kekerasan seksual, ada perkembangan positif, yakni kampanye dan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, sampai dunia usaha.

Selain itu, korban kekerasan seksual juga berani menyuarakan kekerasan yang dialaminya. Menurut Dewi, hal ini terjadi lantaran UU TPKS memberikan dukungan kepada korban, belum lagi kehadiran Permendikbud Ristek nomor 30 tahun 2022 dan PMA nomor 73 tahun 2022 menjadi penguatan korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan.”Ini sebagai perkembangan yang positif,” tambahnya.

Melihat perjalanan tahun 2022 kemarin, aktivis perempuan di Kota Bekasi, Nina Karenina menilai dewasa ini kekerasan terhadap perempuan tidak hanya kekerasan seksual. Namun, juga kekerasan lainnya, seperti kekerasan fisik.

Ia menilai butuh peran semua lapisan masyarakat untuk menekan kekerasan terhadap perempuan, terutama dalam pemahaman gender dan hak setiap orang. Budaya patriarki adalah salah satu yang memicu terjadinya kekerasan hingga diskriminasi terhadap perempuan.

“Kita tidak bisa pungkiri bahwa kultur kita masih patriarki, sehingga stigma seperti itu masih terus menjadi sorotan kita untuk terus mengedukasi, menstigmatisasi hal-hal yang harus ya diluruskan,” katanya.

Sebagai salah satu yang memperjuangkan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi perempuan, ia dan rekan-rekannya yang lain sangat menunggu Perda ini disahkan dan dilembar daerahkan. Regulasi ini diyakini dapat memberikan perlindungan kepada perempuan dari kekerasan, baik di ruang publik maupun di ruang privat seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Perlindungan bagi perempuan di ruang publik sangat dibutuhkan di tengah semakin banyak perempuan yang berani bermimpi dan berkarir di ruang publik. Perkembangan zaman saat ini juga menuntut perempuan untuk berdaya secara ekonomi.”Karena kan tuntutan hidup juga bukan hanya pada laki-laki, perempuan juga dianjurkan, malah diharuskan untuk saling berdaya dari segi pemikiran maupun finansial,” tambahnya.

Kemampuan yang mumpuni dari sisi pengetahuan dan pengalaman akan membantu perempuan untuk menghindari situasi berbahaya, hingga mampu mengambil keputusan yang tepat.

Tahun ini, Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan perempuan sudah rampung pembahasannya, tinggal menunggu fasilitasi dari Pemerintah Provinsi untuk segera dilembar daerahkan.

“Saat ini sedang fasilitasi di Provinsi Jawa Barat, mudah-mudahan Maret atau April ini sudah selesai ya. Sehingga bisa segera diparipurnakan, dan harus segera disosialisasikan,” kata Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti.

Sosialisasi dinilai penting, sehingga masyarakat memahami bahwa perempuan di Kota Bekasi mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Raperda tersebut mengatur hak dan kewajiban dari pemerintah maupun masyarakat.

Salah satu yang mendorong munculnya produk hukum ini kata Evi, yakni tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, baik KDRT, maupun kekerasan lain yang terjadi di ruang publik.

“Jadi di Raperda ini juga sudah diatur nih, termasuk hak untuk disabilitas, hak perempuan korban kekerasan, hak perempuan dalam situasi darurat. Kemudian beberapa hak-hak yang memang pemerintah harus hadir untuk berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pemberdayaan dan perlindungan kepada perempuan,” paparnya.

Selain memberikan perlindungan kepada perempuan, Raperda tersebut juga memuat pemberdayaan perempuan, memberikan ruang yang sama kepada perempuan untuk berkembang di semua bidang kehidupan. Mulai dari politik, ekonomi, sampai pendidikan.

Masyarakat memegang peranan penting dalam pengawasan peraturan ini. Kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjamin perlindungan perempuan di tengah-tengah masyarakat.

“Masyarakat itu juga harus Aware juga kepada permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat, terhadap diskriminasi kepada perempuan, atau tadi kekerasan-kekerasan yang marak terjadi di masyarakat,” tambahnya.

Keamanan perempuan juga tidak bisa dilepaskan dari upaya masing-masing individu. Upaya pencegahan dan memberikan perlindungan kepada diri sendiri dengan tidak memancing tindak kekerasan menjadi catatan penting bagi setiap perempuan di Kota Bekasi.

Beberapa waktu lalu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi mencatat ada 269 laporan kekerasan terhadap perempuan di tahun 2022. Dari ratusan laporan tersebut, didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 143 kasus.

Tidak berbeda jauh dari data Komnas Perempuan nasional, kekerasan lebih banyak terjadi di ruang privat, atau rumah tangga dalam bentuk KDRT. Kondisi ekonomi hingga komunikasi yang tidak terbangun dengan baik di dalam lingkungan rumah tangga ditengarai menjadi faktornya.

“Adapun kekerasan yang terjadi pada perempuan di lingkungan publik seperti di lingkungan kerja dan sebagainya. Tapi yang mendominasi itu di lingkungan privat, yaitu KDRT,” kata Kabid Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak DP3A Kota Bekasi, Mien Aminah belum lama ini.

Mien juga menekankan peran aktif semua lapisan masyarakat untuk peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Kepedulian lingkungan terhadap kekerasan yang dialami oleh perempuan diyakini mampu menekan angka, hingga membantu korban mendapatkan penanganan segera.

Salah satu fokus DP3A pada aspek pemberdayaan perempuan adalah di sektor ekonomi. Membantu setiap perempuan untuk berdaya secara ekonomi.

Hal ini diyakini dapat membantu perempuan untuk tetap kokoh dalam menjalani kehidupan, serta membantu perekonomian keluarga.”Misalnya di kasus-kasus keluarga, minimal kalaupun harus terjadi perceraian walaupun kita tidak menginginkan itu, perempuan tidak terpuruk,” tambahnya. (Sur)