Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Banyak Minimarket Langgar Perda

BERDEKATAN : Pengendara melintas di depan dua Mini market yang saling berdekatan di Kawasan Bojong Menteng, Rawalumbu, Kota Bekasi, Minggu (26/3). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebagai salah satu toko modern, minimarket di Kota Bekasi terus tumbuh, baik di pusat kota maupun di area permukiman masyarakat. Jumlahnya yang semakin menjamur dikhawatirkan menggilas toko kelontong, di sisi lain serapan tenaga kerja lokalnya juga mesti di kawal.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Radar Bekasi minimarket terus bertambah jumlahnya, dimulai pada tahun 2014, saat itu ada 94 minimarket di Kota Bekasi. Saat ini, jumlahnya mencapai 953 outlet atau gerai, (Lihat Grafis)

Pertumbuhan minimarket melonjak tajam pada tahun 2015 dan 2018, masing-masing 170 dan 288 outlet baru berdiri. Kondisi ini tak ayal menyajikan pemandangan minimarket beroperasi dengan jarak sangat dekat dengan minimarket yang lain, ada pula yang letaknya dipisahkan oleh ruas jalan atau bersebrangan.

Guna mengatur tumbuhnya toko modern ini, Kota Bekasi telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) nomor 19 tahun 2019, perubahan atas Perda nomor 7 tahun 2012 tentang penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko modern.

Namun, pelaksanaan aturan daerah dinilai masih lemah, tidak ada tindakan tegas, dan ambigu. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Nicodemus Godjang mengatakan mudah dijumpai gerai minimarket melanggar Perda di lapangan.

“Karena faktanya masih banyak minimarket yang masih berhadap-hadapan, bersebelahan,” katanya, Minggu (26/3).

Menurutnya, salah satu perda yang dilanggar yakni jarak antara minimarket dan pasar tradisional.
Pemerintah Kota (Pemkot) diminta untuk tegas dalam menjalankan Perda yang telah disepakati bersama. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak anti terhadap toko modern. Hanya saja, dalam setiap pendirian dan operasionalnya harus mentaati peraturan yang berlaku.

Permasalahan mendasar kata Nico, bermula pada penerbitan izin pendirian dan operasional minimarket. Sedianya, pemerintah daerah mengetahui bahwa dalam jarak tertentu di lokasi yang akan berdiri minimarket sudah ada minimarket lain yang telah beroperasi, seharusnya izin tidak diterbitkan.

“Kalau ditanya caranya bagaimana jika sudah terjadi, nanti tinggal evaluasi yang lebih dulu siapa, jadi Fear kan. Misalkan minimarket yang ini (lebih dulu berdiri), ya yang ini dipertahankan, yang lainnya disuruh pindah,” ungkapnya.

Ketegasan dari Pemkot Bekasi dibutuhkan dalam menegakkan aturan yang telah dibuat. Selain itu, Nico berkeyakinan bahwa aturan ini juga mempunyai cita-cita untuk tetap melindungi pasar tradisional hingga toko kelontong di setiap wilayah di Kota Bekasi.

Ia menilai pemerintah harus mengedepankan asal keadilan dalam menghidupkan setiap sektor usaha di Kota Bekasi. Penegakan aturan diyakini membuat Kota Bekasi lebih terbuka sebagai kota jasa dan perdagangan.

Wacana evaluasi operasional minimarket hingga usulan revisi Perda sempat muncul. Dalam waktu dekat, Nico berencana untuk kembali mengundang pihak terkait guna membicarakan hal ini.

“Nanti saya akan coba mengundang mereka, saya akan coba bicara dalam rapat pimpinan untuk evaluasi, kita bicara evaluasi,” tambahnya.

Selain kepatuhan dari sisi jarak, ada permasalahan ketenagakerjaan yang masih harus diselesaikan oleh Pemkot Bekasi. Kota Bekasi juga telah memiliki Perda yang mengatur ketenagakerjaan, dalam hal ini serapan dunia usaha dan dunia industri terhadap tenaga kerja lokal, dalam Perda nomor 18 tahun 2011.

Terkait dengan ketenagakerjaan menurut Nico, minimarket disebut masih patuh terhadap ketentuan tersebut. Dimana tenaga kerja di tiap minimarket berasal dari warga yang berdomisili di sekitar lingkungannya.

Tahun 2022 ini, total ada 1,5 juta jiwa angkatan kerja di Kota Bekasi, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja 65,33 persen. Dari jumlah itu, sebesar 8,81 persen menganggur.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Daradjat Kardono mengatakan, program untuk memfasilitasi para pencari kerja harus ditingkatkan. Pemerintah mesti lihai membaca peluang kerja dimanapun bagi warganya, baik di dalam maupun luar kota.

Kerjasama pemerintah kota dengan duni usaha dan dunia industri adalah salah satu caranya.

“Kerjasama dengan semua potensi dunia usaha harus dieksploitasi terus. Tidak terbatas hanya dengan para pebisnis dan dunia usaha di Kota Bekasi saja,” ungkapnya.

Sejauh ini, Pemkot Bekasi memfasilitasi para pencari kerja di wilayahnya lewat bursa kerja massal, termasuk yang terbaru kemarin dengan menyediakan tiga ribu lebih lowongan pekerjaan. Hal ini diapresiasi oleh Daradjat.

Untuk menyelesaikan persoalan pengangguran ini, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto menyebut dirinya akan meminta Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) untuk berupaya lebih keras menjaring perusahaan. Tidak terbatas di Kota Bekasi, tapi juga di luar kota.

Terkait dengan kerjasama dengan dunia usaha, termasuk minimarket yang besar jumlahnya, ia menyebut kerjasama penyerapan tenaga kerja lokal tersebut telah diinisiasi oleh Disnaker.

“Saya kira itu sudah diinisiasi oleh dinas tenaga kerja,” katanya.

Serapan tenaga kerja lokal kata dia relatif baik, hal ini ditunjukkan dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 10,88 persen di tahun 2021, menjadi 8,81 di tahun 2022. Besarnya jumlah penduduk Kota Bekasi disebut menjadi salah satu keunggulan Kota Bekasi.

“Dan yang utama adalah bagaimana kita menghidupkan sektor riil yang ada, dengan 2,4 juta jiwa saya kira ini menjadi pasar yang sangat luar biasa,” tambahnya.

Struktur perekonomian kota menunjukkan sektor perdagangan menjadi salah satu penyumbang PDRB terbesar kedua dibawah industri pengolahan, dengan angka 22 persen.

Diketahui Perda nomor 19 tahun 2019 mengatur jarak minimal minimarket, dimana minimarket wajib memenuhi jarak minimal 500 meter dari pasar tradisional. Setiap pelaku usaha dapat mendirikan gerai dengan jumlah paling banyak 150 gerai, lebih dari itu wajib melakukan kemitraan.

Data saat ini menunjukkan gerai minimarket milik dua perusahaan jumlahnya lebih dari 150 gerai. Selain itu, pemerintah dalam Perda tersebut juga mewajibkan pusat perbelanjaan dan toko modern untuk memfasilitasi pemberdayaan pasar tradisional, serta membina UMKM. (Sur)