RADARBEKASI.ID, PAPUA – Ancaman kelompok separatis teroris (KST) Papua yang akan menembak pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens dalam dua bulan disikapi serius.
Polda Papua bakal memaksimalkan negosiasi dengan semua pihak. Termasuk melibatkan tokoh agama yang selama ini memiliki pengaruh terhadap KST.
Kabidhumas Polda PapuaKombespol Ignatius Benny Ady Prabowo menjelaskan, video KST yang bernada ancaman menembak Philip sedang diselidiki.
BACA JUGA: Posisi Diketahui, Upaya Penyelamatan Pilot Susi Air Terkendala Masalah Ini
’’Dalam video, memang Capt Philip menyebut diancam ditembak dalam dua bulan kalau tidak berdialog,” katanya kemarin.
Kapolda Papua Irjen Mathius D. Fakhiri telah menginstruksikan untuk memaksimalkan proses negosiasi membebaskan pilot asal Selandia Baru itu.
’’Kapolda berbicara dengan berbagai pihak, termasuk gereja yang di dalamnya ada dewan gereja dan uskup untuk memaksimalkan semuanya,” papar Benny.
BACA JUGA: Panglima TNI: Pilot Susi Air Bakal Ditembak KKB Jika Pembebasan Secara Militer
Kapolda juga meminta agar membuka pintu negosiasi kepada siapa pun, termasuk melibatkan Pemda Nduga dan Komnas HAM.
Sebelumnya, KST menyebarkan video pilot Susi Air Philip Mark. Dalam video itu, Philip tampak dikelilingi puluhan anggota KST. Philip mengaku akan ditembak jika dalam dua bulan tidak ada dialog terkait kemerdekaan Papua.
Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam penyanderaan yang dilakukan kelompok itu sejak Februari lalu.
’’Komnas HAM mengecam penyanderaan maupun ancaman TPNPB-OPM (KST, Red) untuk membunuh sandera,” ungkap Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro kepada awak media di Jakarta.
Menurut dia, tindakan KST Papua terhadap Philip adalah perbuatan jahat. Hal itu dinilai memperkeruh situasi di Papua. Ancaman penembakan terhadap Philip justru merugikan masyarakat Papua.
”Memperburuk kondisi HAM dan memperpanjang siklus kekerasan di Papua,” jelasnya.
Komnas HAM juga menilai tindakan KST yang menyandera dan mengancam bakal membunuh Philip tidak sejalan dengan desakan dialog yang selama ini disampaikan.
”Penyanderaan Philip Mehrtens dan ancaman terhadap jiwanya bukanlah jalan untuk membuka dialog,” tegas Atnike. (jpc)