Berita Bekasi Nomor Satu

Pendapatan Pedagang Anjlok

Lonjakan Harga Daging Ayam Picu Inflasi

ILUSTRASI: Sejumlah pedagang ketika menjual barang dagangannya di Pasar Kranji, belum lama ini. Melonjaknya harga daging ayam membuat pedagang merugi hingga menurunnya omzet. DOK/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Harga daging ayam beberapa waktu terakhir dikeluhkan oleh warga, pelaku UMKM, hingga pedagang ayam potong di pasar. Puncaknya, pedagang ayam sempat memprotes harga daging ayam yang tak kunjung turun dengan cara mogok berjualan.

Kenaikan harga daging ayam juga menjadi pemicu inflasi di Jawa Barat, meskipun tingkat inflasi bulan Juni tahun ini lebih kecil dibandingkan bulan yang sama di tahun lalu.

Sejauh ini meski sudah melakukan aksi protes, harga daging ayam tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Harga daging ayam di tingkat penjual saat ini masih bertengger di harga Rp 35 ribu.

“Harga Rp 35 ribu, sekarang belum turun, makanya pada ngeluh sekarang pedagang itu,” kata salah satu pedagang, Nanang, Selasa (4/7).

Harga daging ayam ini kata Nanang, bergerak naik pasca hari raya Idul Fitri beberapa waktu lalu. Kondisi ini membuat omset pedagang menurun.

Hampir semua komoditas turunan ayam potong ini ikut mengalami kenaikan, seperti usus dan telur ayam. Usus ayam yang biasa dijual Rp15 ribu, saat ini dijual Rp20 sampai Rp22 ribu per kg.

“Jadi udah tiga bulan, ketahuan lah (penurunan omzet). Harapannya pengen turun, ya harga normal aja lah stabil,” tambahnya.

Pedagang sempat melayangkan aksi protes dengan cara tidak berjualan. Lima hari kemarin adalah kali kedua pedagang tidak berjualan.

“Sepuluh hari lah (tidak berjualan) sama kemarin, habis lebaran lima hari, sebelum lebaran lima hari,” kata pedagang lainnya, Imas (50).

Ia mengaku kerap merugi akibat melambungnya harga daging ayam. Hal ini membuat ia lebih memilih tidak berjualan, dibandingkan harus terus menanggung rugi.

Diketahui, inflasi di Jawa Barat pada bulan Juni kemarin disebabkan oleh beberapa komoditas, diantaranya kontrak rumah, daging ayam ras, telur ayam ras, rokok kretek filter, dan sewa rumah. Sedangkan penyumbang inflasi tahunan diantaranya bensin, beras, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, dan angkutan dalam kota.

Bekasi menjadi kota dengan tingkat inflasi tertinggi sebesar 0,22 persen, serta menempati urutan ke empat kota dengan tingkat inflasi tinggi di Pulau Jawa.

Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi masih melakukan pemantauan pergerakan harga komoditi di beberapa pasar. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kota Bekasi, Robert TP Siagian menyampaikan bahwa pihaknya telah menyusun beberapa langkah untuk menjaga stabilitas harga, mulai dari monitoring harga kebutuhan pokok, operasi pasar, hingga sidak pasar utk memantau ketersediaan stok Barang Kebutuhan Pokok (Bapok).

Dari puluhan komoditi Bapok yang dipantau sepekan terakhir, beberapa komoditas tercatat mengalami kenaikan harga, salah satunya daging ayam broiler dari Rp45 ribu menjadi Rp50 ribu. Sementara telur ayam, terpantau mengalami penurunan harga dari Rp 31 ribu menjadi Rp 30 ribu.

“Komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga adalah cabe merah besar, ayam broiler. Komoditas pangan yang mengalami penurunan telur ayam broiler, komoditas pangan lainnya stabil,” ungkapnya.

Harga daging ayam per kg pada tanggal 4 Juli kemarin terpantau mengalami penurunan dari Rp50 ribu menjadi Rp 40 ribu. Sementara harga telur terpantau masih stabil di angka Rp 31 ribu.

Kondisi ini dipengaruhi oleh harga pakan ternak yang mengalami kenaikan sejak tahun 2021. Dimana harga jagung terpantau tinggi, krisis energi, kenaikan raw material, hingga beban biaya transportasi.

Pada bulan Juni kemarin, tingkat inflasi Year on Year (yoy) Kota Bekasi bertengger di nomor empat diantara lima kota dengan tingkat inflasi tertinggi di Pulau Jawa, yakni Surabaya sebesar 4,91 persen, Sumenep sebesar 4,53 persen, Jember sebesar 4,31 persen, Bekasi sebesar 4,30 persen, dan Cirebon sebesar 4,27 persen.

Grafik tingkat inflasi Kota Bekasi tahun ini kata Robert menunjukkan penurunan, dimulai pada tingkat inflasi sebesar 5,40 persen pada Januari 2023, menjadi 4,30 persen pada bulan Juni.

Lebih lanjut, Robert menyebut bahwa pihaknya selama ini terus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam memonitoring dan mengevaluasi tingkat inflasi.

“Dan setiap hari Senin pagi dilakukan rapat penanganan inflasi secara nasional yang difasilitasi kementerian dalam negeri dan kementerian atau instansi terkait,” tambahnya. (sur)