RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Bekasi yang memiliki Telepon Seluler (Ponsel) dari pasar gelap atau Black Market (BM) siap-siap bakal dimatikan oleh pemerintah. Hal ini buntut dari terbongkarnya kasus International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal. Setidaknya ada 191 ribu ponsel, 178 ribu diantaranya merk Iphone yang terancam diblokir.
Membeli barang baru di pasar gelap atau Black Market (BM) dikenal lebih murah dibanding harga pasaran, atau alternatif mendapat barang dengan harga murah juga bisa didapat dengan membeli barang bekas pakai. Bagi konsumen yang tidak mengetahui detail asal usul barang tersebut dipastikan merugi, sehingga dituntut kehati-hatian dalam membeli ponsel.
Pada tahun 2020 silam, pemerintah telah memutuskan sistem pemblokiran IMEI. Hampir 90 persen warga Kota Bekasi menggunakan Ponsel, komputer, laptop, atau tablet.Masifnya penggunaan teknologi komunikasi tersebut ikut mengerek tingginya akses internet warga Kota Bekasi. Pengguna internet di Kota Bekasi mencapai 86,31 persen.
Salah satu warga Kota Bekasi, Derry (31) mengaku pernah membeli Ponsel keluaran terbaru pada tahun 2014 dengan harga murah, bahkan separuh harga jika dibandingkan dengan harga pasaran. Ia mengetahui barang tersebut berasal dari pasar gelap, dibeli dari salah satu rekannya sewaktu tinggal di Jakarta.”Dia memang bisnis jual barang Blackmarket. Harganya jauh, separuh harga,” katanya, Senin (31/7).
Aturan pemblokiran IMEI belum terbit, telepon genggam merek Blackberry yang ia beli tersebut bisa terus digunakan.”Mungkin dulu nggak seketat sekarang kali ya,” ungkapnya.
Kerugian harus ditanggung oleh warga lainnya usai aturan pemblokiran terbit. Telepon genggam dibeli dari salah satu toko penjual iPhone murah terbesar di Indonesia.
Masih lekat di ingatan, menjelang akhir tahun 2022 silam beredar keluhan warganet yang mengalami kendala dengan produk iPhone murah dari toko yang sama.
Irawan (29) adalah warga Kota Bekasi yang harus rela iPhone 7+ yang ia beli seharga Rp4,5 juta saat ini tidak lagi bisa digunakan, terbengkalai. Pemakaian Ponsel hanya terhitung satu tahun.”Pemakaian satu tahunan, beli yang harga-harga standar iPhone lah gitu ya,” katanya.
Memasuki usia satu tahun pemakaian, fungsi perangkat keras Ponselnya mulai terganggu. Seperti terkendala saat akan merekam video, tidak bisa menangkap suara saat merekam video.
Perangkat keras Ponsel sempat diperbaiki, namun tidak membuahkan hasil, kondisinya tidak berubah. Tepat sepekan setelah memperbarui IOS, Ponselnya tidak lagi bisa menerima jaringan.”Tiba-tiba sinyal nggak ada sama sekali. Hilang, mau pakai kartu apapun ya pokoknya nggak bisa,” ungkapnya.
Saat itu, harga Ponsel bekas pakai seperti miliknya berkisar Rp4,5 juta. Sementara untuk Ponsel yang baru, harganya berkisar hingga Rp8,5 sampai Rp9 juta.
Tidak ada jalan keluar untuk memperbaiki Ponselnya, hingga akhirnya iPhone 7+ itu dibiarkan terbengkalai.”Dengar-dengar sih dari teman, ada yang bisa nih, eh taunya nanti kita berbayar. Tiga bulan selesai, ya percuma aja keluar duit, sama aja dong,” tambahnya.
Setelah peristiwa yang ia alami ini, Irawan berharap kepada para pengusaha jual beli Ponsel untuk menjamin barang dagangannya terdaftar sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak merugikan konsumen, tidak hanya mengandalkan harga murah. Selain itu, ia juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan harga murah.
Sekedar diketahui, sebelumnya Bareskrim Polri mengungkap kasus akses ilegal pada Centralized Equipment Identity Register (CEIR) yang mengolah informasi IMEI. Pada pengungkapan itu didapati sebanyak 191 ribu handphone ilegal yang tidak melalui prosedur verifikasi sesuai dengan aturan hukum.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2023). Jumlah itu dalam kurun waktu sepuluh hari sejak 10 Oktober 2022-20 Oktober 2023.
“Dari proses penyelidikan yang kami lakukan berlangsung antara tanggal 10 Oktober sampai tanggal 20 Oktober di sini kami menemukan ada sejumlah 191 ribu handphone yang ilegal tanpa melalui prosedur verifikasi,” ungkap Adi Vivid.
Adi Vivid menjelaskan bahwa secara prosedur, pendaftaran atau registrasi IMEI HP hanya dapat diakses oleh empat instansi, yaitu operator ponsel, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, serta Kementerian Perindustrian.
“Pertama adalah melalui operator seluler di mana ini bisa digunakan oleh setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan ini batasnya tidak lebih dari 90 hari. Kemudian yang kedua adalah melalui Kemenkominfo, ini yang bisa melihat akses ini adalah tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan,” jelasnya.
“Kemudian selanjutnya melalui Bea Cukai juga seperti rekan-rekan mungkin membeli handphone di luar negeri kemudian masuk ke pelabuhan ataupun masuk ke bandara bisa didaftarkan ini yang memiliki kewenangan adalah Bea Cukai. Dan yang terakhir yaitu melalui Kementerian Perindustrian, nah di sini adalah rekan-rekan pengusaha, baik itu yang produksi handphone ataupun importasi handphone,” sambungnya.
Pada kasus yang ada, lanjut Vivid, oknum dari Kemenperin tidak melakukan proses permohonan IMEI ke dalam sistem Centralized Equipment Identity Register (CEIR). Padahal seharusnya dia melakukan permohonan untuk kemudian mendapat persetujuan dari Kemenkominfo.
“Nah tahapan di Kementerian Perindustrian inilah yang tidak dilakukan oleh salah satu tersangka dengan inisialnya F yang seharusnya di situ ada pembayaran atau segala macam tidak lakukan,” ucap Vivid.
Dia mengatakan mayoritas handphone ilegal pada kasus tersebut berjenis iPhone. Kemudian, lanjutnya, pihaknya juga bakal melakukan shutdown pada 191 ribu handphone yang tidak sesuai dengan prosedur hukum itu.
“Yang jelas nanti ke depan kami akan melakukan shutdown terhadap 191 ribu handphone ini. Dari 191 ribu handphone ini mayoritas iPhone, sejumlah 176.874.00,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan polisi berhasil mengamankan enam orang tersangka dalam perkara tersebut. Tersangka terdiri atas ASN Kemenperin hingga pihak swasta.
“Dari hasil pengungkapan ini, kita telah mengamankan 6 orang tersangka. Di antaranya adalah pemasok device elektronik ilegal tanpa hak, yaitu inisial P, D, E, dan B, dan semuanya adalah swasta. Kemudian kita juga mengamankan inisial F oknum ASN di Kemenperin dan juga inisial A oknum ASN di Ditjen Bea Cukai,” kata Wahyu.
Lebih lanjut, dia menyatakan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 353 miliar.”Tadi apa yang telah dilakukan oleh para pelaku ini selama 10 hari, ada dugaan kerugian negara, di mana rekapitulasi IMEI 191.965 buah ini kalau dihitung dengan PPh 11,5 persen, sementara dugaan kerugian negara sekitar Rp 353.748.000.000 (Rp 353 miliar),” pungkasnya.
Adapun para tersangka dijerat dengan Pasal 46 ayat 1, Pasal 30 ayat 1, Pasal 48 ayat 1, juncto Pasal 32 ayat 1, Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara 12 tahun. (sur/net)










