Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Ribuan Warga ‘Diserang’ ISPA

Makin Kecil Ukurannya, Makin Berbahaya

Illustrasi : Warga di bawah kepulan asap hitam tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Rabu (29/6). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kualitas udara akhir-akhir ini makin jadi perhatian publik. Masyarakat, pemerintah, hingga dokter angkat bicara terkait dengan kondisi dan dampaknya. Tahun 2023, ada ribuan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) tiap bulan berdasarkan data kunjungan Puskesmas se Kota Bekasi.

Lebih dari isu lingkungan, kualitas udara yang buruk berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat. Populasi yang rentan terhadap polusi udara diantaranya anak-anak, kelompok usia lanjut, perempuan, pekerja luar ruangan, serta populasi yang sudah mempunyai penyakit paru atau jantung.

Data yang dapat oleh Radar Bekasi, total ada ribuan data ISPA tiap bulan, berdasarkan kunjungan di Puskesmas se Kota Bekasi. Jumlah terbesar ada di bulan Maret sebesar 11.611 kasus, terakhir ada 7.656 kasus di bulan Juli kemarin, (lihat grafis)

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Tanti Rohilawati menyampaikan bahwa ada beberapa faktor penyebab ISPA, diantaranya polusi udara hingga perubahan iklim. Saat ini, pihaknya mengakui bahwa jumlah kasus ISPA cukup besar.

“Jadi banyak faktor yang menyebabkan munculnya kasus ISPA. Sekarang lagi banyak memang kasusnya,” katanya.

Salah satu gejala ISPA adalah batuk dan pilek. Jika dialami oleh masyarakat, pengelolaannya dilakukan dengan berkunjung ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) tingkat pertama, atau Puskesmas.

Jika diperlukan tindakan lebih lanjut, masyarakat akan dirujuk ke Rumah Sakit (RS).”Tapi pada saat ini rujukan tidak terlalu banyak ya, jadi dapat ditangani di Faskes tingkat pertama (Puskesmas). Meskipun ada juga yang dirujuk pasti,” tambahnya.

Dalam hal dampak yang terjadi akibat polusi udara, masyarakat tetap disarankan untuk menggunakan masker. Penggunaan masker kata Tanti, dapat mengurangi dampak polusi bagi masyarakat.

Hasil pantauan lima parameter kualitas udara oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, kualitas udara termasuk dalam kategori sedang.”Kualitas Udara di Kota Bekasi Periode Juni sampai dengan 15 Agustus 2023 dalam Kondisi Sedang, dengan Parameter PM10 dan PM2.5,” kata Kepal DLH Kota Bekasi, Yudianto.

Selain itu, hasil uji pemantauan kualitas udara dengan metode pengujian kualitas udara ambien di jalan raya juga tidak melebihi baku mutu lingkungan, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2021. Pengujian dilakukan di 18 titik lokasi pada klaster permukiman, industri, transportasi, jasa dan pertokoan pada 22 Juni sampai 2 Juli lalu.

Selama ini, upaya pengendalian pencemaran udara yang dilakukan diantaranya dengan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan rutin. Melaksanakan uji emisi berkala, serta edukasi terhadap masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran sampah.

Terkait dengan penanganan kualitas udara ini, DLH Kota Bekasi disebut berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).”Kita Jabodetabek juga dikumpulkan terkait bagaimana kita uji emisi. Pelaksanaannya nanti kita laksanakan uji emisi yang ada di Kota Bekasi,” kata Kepala DLH Kota Bekasi.

Terpisah, Dokter spesialis anak dr Darmawan B Setyanto SpA(K) menyebutkan badan kesehatan dunia telah menerjemahkan arti polusi udara. Yakni kontaminasi udara yang mengubah karakteristik atmosfer. “Begitu udara terkontaminasi berbagai partikel yang membahayakan efeknya akan menimbulkan berbagai penyakit,” ucapnya.

Dia menyebut pada pasien yang punya riwayat sakit jantung dan asma, berisiko sakit lebih parah ketika terpapar polusi udara. Konsultan respirologi anak ini menyatakan bahwa UNICEF telah merilis data 800.000 anak meninggal per tahunnya karena polusi udara. Selain itu polusi udara juga disebut sebagai silent killer. Sebab menyebabkan stroke, jantung, dan penyakit pernapasan. “2,2 juta orang meninggal karena polusi udara ini. 29 persen karena penyakit jantung,” ungkap Darmawan.

Darmawan menekankan anak-anak lebih rentan terdampak polusi udara ini. Sebab mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar dan udara yang dihirup lebih banyak dibanding dewasa. “Dampak polusi ini ke seluruh tubuh kita. Kulit jadi lebih terlihat tua, menyumbang diabetes mellitus, gangguan darah, dan menyebabkan kelahiran prematur hingga menurunkan kesuburan,” katanya. Sedangkan spesifik pada anak, polusi udara ini turut menyumbang penyebab stunting sebab banyak penyakit yang bisa timbul karena polusi udara.

Jika anak sudah sejak dari kecil terpapar polusi, ada berbagai dampak jangka panjang. Dokter yang praktik di RSCM ini menyebut ada risiko tumbuh kembang terganggu. Iritasi karena polusi udara tidak boleh dianggap sepele. Anak yang sering pilek harus jadi perhatian. Jangan sampai ada infeksi.

Lalu apa kaitannya dengan ISPA? Darmawan menyebut polusi udara ini memfasilitasi munculnya ISPA. Sebab kuman masuk dalam tubuh. Menurutnya banyak anak yang masih mengalami gejala sisa atau tidak benar-benar sembuh pasca perawatan dari rumah sakit.

Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof dr Agus Dwi Susanto SpP (K) menyebut polutan di udara tidak bisa dihindari. Tidak seperti jenis polutan lain. “Ketika dosisnya (polutan) lebih dari 15 mikrogram/m³ pasti akan menimbulkan dampak. Dampaknya bisa jangka pendek dan jangka panjang,” ucapnya.

Agus merincikan jika ukuran polutan kurang dari 10 mikron, akan tersangkut di saluran pernapasan atas. Lalu jika ukurannya kurang dari 2,5 mikron maka akan sampai paru. Jika ukurannya lebih kecil lagi, misalnya 0,1 mikron maka bisa masuk ke pembuluh darah dan bisa menyebabkan masalah jantung dan pembuluh darah. “Jadi tidak sesederhana paru saja yang kena. Kalau makin hari makin banyak dihirup maka akan menyebabkan kerusakan jaringan,” ungkapnya. (Sur/lyn)