RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tanda-tanda turun hujan pada pertengahan Oktober ini di Bekasi belum terlihat. Warga pun sudah kesulitan mendapatkan air bersih. Sementara puluhan kecamatan di Bekasi mengalami kekeringan ekstrim. Di beberapa tempat, surga sudah tidak mendapatkan air meskipun sudah menggali tanah puluhan meter.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kemarau kering di berbagai wilayah selesai di akhir bulan Oktober hingga November mendatang. Menjelang akhir kemarau kering, informasi kekeringan diterima oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari wilayah Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
Informasi yang diterima oleh BPBD Kota Bekasi, debit air yang berasal dari sumur warga di wilayah permukiman RW 01, 04, 06, dan 08 mulai mengecil. Akibatnya, air yang keluar dari kran berbau dan tidak layak digunakan.
Sedangkan untuk wilayah lainnya di Kota Bekasi, disebut masih aman.”Di wilayah Ciketing sebenarnya bukan kering nggak ada airnya sama sekali, karena dia airnya sudah mulai surut, jadi airnya bau. Kalau sebelumnya mungkin air (tanahnya) banyak ya, jadi nggak berbau,” ungkap Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Bekasi, Wiratma Puspita, Rabu (11/10).
Sampai dengan kemarin, petugas telah dua kali mendistribusikan air bersih ke lingkungan warga menggunakan mobil tangki air berukuran 5.000 liter milik BPBD Kota Bekasi. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah bersiap melayani permintaan air bersih dari warga Kota Bekasi.
Mengantisipasi dampak kekeringan meluas, pihaknya berencana untuk bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dan Perumda Tirta Patriot.”Jadi persiapan kita pasti kerjasama dengan PMI dan PDAM,” tambahnya.
Kesulitan air bersih sebelumnya dialami oleh warga Kota Bekasi yang menjadi pelanggan Perumda Tirta Patriot akibat air Kali Bekasi tercemar. Kondisi yang terjadi saat itu membuat Perumda Tirta Patriot maupun Pemkot Bekasi harus mendistribusikan air bersih ke area tempat tinggal pelanggan.
Distribusi air bersih ke wilayah pemukiman warga terdampak kekeringan sudah lebih dulu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi. Bahkan, sudah lebih dari 5,5 juta liter air bersih yang disalurkan sampai dengan pekan ini.
Seiring waktu, kekeringan di wilayah Kabupaten Bekasi kian meluas, setidaknya ada 10 kecamatan dan 47 desa yang terdampak kekeringan. Warga mengalami kesulitan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pertanian.
Area persawahan yang paling terdampak berada di wilayah selatan dan Utara Kabupaten Bekasi. Hal ini diakibatkan oleh karakteristik wilayah dimana area pertanian di wilayah utara Kabupaten Bekasi sebagian besar mengandalkan saluran irigasi sekunder, sedangkan di wilayah selatan mengandalkan air tadah hujan.
Total lahan persawahan yang terdampak kekeringan seluas 4.147 hektar, setara dengan 17,5 persen dari total lahan pertanian di Kabupaten Bekasi. Kondisi ini membuat ribuan hektar sawah tersebut gagal tanam maupun gagal panen.
Wilayah yang terdampak kekeringan paling parah berada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Cibarusah, Serang Baru, dan Bojongmangu. Setiap tahun ketiga wilayah kecamatan ini selalu dihantui bencana kekeringan.
Kondisi di wilayah tersebut, air tanah tidak keluar meskipun warga menggali hingga kedalaman 130 meter.”Terparah karena kan bersamaan dengan El Nino ini. Hingga saat ini sudah ada 5,5 juta liter air yang disalurkan di daerah terdampak,” ungkap Kepala BPBD Kabupaten Bekasi, Muchlis.
Awal musim penghujan diperkirakan terjadi di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap pada awal November 2033. Meskipun level El Nino moderat masih akan berlangsung hingga bulan Februari sampai Maret 2024, Monsun Asia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sehingga diprediksi bulan November mulai memasuki musim penghujan.
“Artinya pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan, sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap. Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November,” terang Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Pada sisa waktu di bulan Oktober ini, ia mengingatkan masih dalam kondisi kemarau kering. Masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran. (sur)