RADARBEKASI.ID, BEKASI – FA harus menerima kenyataan pahit. Di Usianya yang masih 12 tahun, dia harus kehilangan salah satu kakinya. Ya, dia menjadi korban perundungan dengan cara kakinya dijegal hingga jatuh oleh rekannya di sekolah. Tiga hari berikutnya ia tidak mampu lagi berdiri dari tempat tidur, mengeluh sakit di bagian kaki, hingga akhirnya diamputasi.
Peristiwa ini diketahui terjadi pada 22 Februari 2023, saat itu FA masih duduk di kelas VI Sekolah Dasar Negeri (SDN) 9, Jatimulya, Kabupaten Bekasi. Sedianya, FA saat ini mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bersama teman-teman barunya di kelas VII salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMPN) di Kabupaten Bekasi, tapi justru menjalani perawatan di RS Dharmais.
Anak sulung Diana Novitasari (40) itu saat ini masih terkulai lemas di ruang rawat RS Dharmais, Jakarta. Kondisi kesehatannya belum stabil, tidak mau makan, dan menangisi keadaannya usai menjalani operasi.
Dian menceritakan peristiwa yang dialami anaknya bermula saat jam istirahat sekolah, FA diajak oleh lima temannya jajan di luar pagar sekolah. Dalam perjalanan, salah satu teman anaknya yang diketahui berinisial L menjegal kaki FA hingga terjatuh, akibatnya dengkul FA memar dan luka di bagian tangan.
Dugaan perundingan terjadi begitu setelah FA terjatuh. Dian menceritakan bahwa anaknya diolok-olok, kondisi jatuhnya diperagakan, serta diminta untuk tidak bercerita kepada siapapun, termasuk guru dan orang tua.
Keesokannya, FA tetap menjalani KBM di sekolah seperti biasa, bahkan sempat tetap pergi ke sekolah menggunakan alat bantu tingkat dan deker. Hingga pada hari ketiga, ia didapati mengeluh sakit di bagian kaki, kemudian bercerita kepada Dian tentang apa yang dialaminya.
“Akhirnya baru berbicara itu setelah tiga hari, itu pun karena kondisi kaki yang sudah sakit,” katanya, Selasa (31/10).
Atas apa yang terjadi pada anaknya, Dian mencoba mendatangi sekolah untuk meminta dipertemukan dengan orang tua L, teman yang menjegal kaki FA hingga terjatuh. Namun respon sekolah mengecewakan Dian, seolah kejadian yang menimpa anaknya dianggap remeh, dugaan perundungan dianggap hanya bagian dari tingkah kelakar atau senda gurau sesama teman.
Beberapa waktu kemudian, Dian difasilitasi oleh pihak sekolah untuk mediasi dengan orang tua L. Namun, hasilnya tidak memuaskan, dianggap tidak ada titik temu.
Kondisi FA makin memburuk, Diana berusaha membawa anaknya ke pelayanan kesehatan, mulai dari klinik sampai ke beberapa RS. Dokter RS Dharmais memutuskan untuk dilakukan tindakan operasi lantaran hasil observasi terakhir kaki FA didiagnosis kanker tulang.
Hasil pemeriksaan sebelumnya di RS Hermina, kaki FA didiagnosa infeksi bagian dalam. Sebelum operasi, Dian berusaha mencari opsi lain ke beberapa RS, seperti RS Pondok Indah dan RS Cipto Mangunkusumo.
Tindakan amputasi akhirnya harus dilakukan setelah kondisi FA semakin memburuk. Informasi yang diperoleh dari dokter, benturan dan cedera yang dialami FA memicu aktif munculnya kanker tulang, telah menyebar dan terjadi pendarahan.
“Sudah perjalanan yang panjang, saya sudah ke beberapa RS dan menunggu dokter yang terbaik di RS ini. Untuk second Opinion juga (sudah ditempuh) ya di luar dari BPJS, saya sudah kesana kesini,” ucapnya.
Sampai dengan kemarin, sudah terhitung 12 hari Dian menemani anaknya di RS Dharmais. Ia mengandalkan uang yang diberi oleh sanak saudara yang datang menjenguk FA untuk memenuhi kebutuhan selama berada di RS.
Kondisi FA memang sudah sadarkan diri. Namun, kondisi kesehatannya belum sepenuhnya pulih. FA masih kerap demam, belum bersedia makan, belum fokus saat diajak berkomunikasi karena pengaruh obat.
“Lebih merasa bahwa tidak ada kaki ku gitu loh. Sadar tapi lebih banyak ketidur ya sekarang karena masih pengaruh obat,” tambahnya.
Sebagai anak sulung, FA adalah harapan Diana dan keluarga. Ia berharap tidak ada lagi korban perundungan, sangat berat rasanya bagi Dian mengetahui apa yang terjadi pada anaknya saat ini.
Lulus dari sekolah dasar, FA berhasil masuk ke salah satu SMPN di daerah tempat tinggalnya. Belum sama sekali ikut belajar di kelas, Dian mengaku hanya satu kali datang ke sekolah untuk meminta keringanan belajar secara online.
Pihak sekolah yakin dan telah mengklarifikasi terhadap apa yang terjadi pada FA, mantan siswa SDN 9 Jatimulya. Sekolah menyebut tidak ada tindakan perundungan saat FA masih duduk sebagai siswa kelas VI.
Saat ini, sekolah menunggu proses hukum yang tengah berjalan. Saat peristiwa itu terjadi, disampaikan tidak ada laporan apapun dari siswanya, FA dan lima teman-temannya yang lain masih mengikuti KBM usai kejadian.
“Iya bercanda, mereka bercanda-bercanda, main, terus jajan. Jadi kalau untuk perundungan kayaknya terlalu jauh untuk dirundung, ini mereka jajan bercanda, selengkatan kaki satu orang ke Fatir jatuh gitu,” kata Wali Kelas VI, Sukaemah.
Terkait dengan olok-olok yang ditujukan kepada FA, ia mempertanyakan hal tersebut. Ia meyakini FA yang dikenal sebagai siswa cerdas di sekolah pasti akan melaporkannya kepada guru jika mengalami hal tersebut.
Menurut Sukaemah, tindak perundungan ini cenderung mengarah pada kekerasan. Sejauh ini tidak ada laporan apapun dari siswa kepada guru di sekolah.”Nah yang dikatain itu semacam apa ya, kan saya di kelas terus. Kalau ada perundungan, ada pembullyan, anak-anak pasti lapor,” ungkapnya.
Sukaemah sempat berkomunikasi dengan FA terkait dengan kondisi kakinya. Pada suatu ketika, diakui kaki FA sempat merasa kakinya sakit pada hari Sabtu, lalu dibawa ke klinik.
Mendekati ujian akhir, FA sudah tidak lagi pergi ke sekolah. Bahkan, pihak sekolah memfasilitasi pelaksanaan ujian FA dengan mendatangi rumahnya. Selain itu, sekolah juga disebut mendampingi FA sampai diterima di sekolah yang baru.
“Sudah (pihak sekolah membesuk dan berkomunikasi dengan keluarga FA) kemarin-kemarin sebelum ada laporan kepolisian ya, kami sering ke rumahnya,” tambahnya.
Belum lama ini pemerintah mengatur terkait kekerasan dan perundungan dituangkan Kemendikbud Ristek dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Secara garis besar Permendikbud Ristek ini mengatur tiga cakupan kekerasan, yakni kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan satuan pendidikan, kekerasan yang terjadi di luar lokasi sekolah yang masih dalam kegiatan sekolah, serta kekerasan yang melibatkan lebih dari satu satuan pendidikan.
Peraturan ini mendefinisikan perundungan sebagai setiap kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa, minimal lebih dari satu kali. Sementara kekerasan psikis, adalah setiap perbuatan non fisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman.
Terpisah, Wakil Ketua KPAD Kabupaten Bekasi, Suharjudin mengatakan, berulang kali mediasi dilakukan oleh keluarga korban dan terduga pelaku, namun tak pernah mendapatkan titik temu.
Karena tidak ketemu kesepakatan, akhirnya tanggal 17 April 2023 keluarga korban melapor ke Polres Metro Bekasi. Setelah itu, pihak keluarga korban juga melapor ke UPTD PPA untuk difasilitasi bantuan psikologis dan mediasi. Sampai akhirnya UPTD PPA melakukan mediasi.
Pada Mediasi itu, pihak keluarga korban meminta agar biaya pengobatan 100 persen ditanggung keluarga pelaku. Sedangkan keluarga pelaku sanggupnya 50 persen. Akhirnya, mediasi tersebut lagi-lagi tak ada kesepakatan dari kedua pihak.
“Mediasi yang difasilitasi UPTD PPA, meminta agar biaya pengobatan korban 100 persen ditanggung oleh keluarga pelaku. Sedangkan keluarga pelaku sanggupnya 50 persen, akhirnya nggak ketemu lagi,” jelasnya. (sur/pra)