Berita Bekasi Nomor Satu

Rawan ‘Cawe-Cawe’ Komisioner KPU

Waspadai Kepentingan Politik dan Kelompok

Illustrasi Petugas KPU menyusun kotak suara Pemilu. Dok.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi diingatkan untuk menjalankan Pemilu yang bersih dan sehat. Rekam jejak berpotensi mengganggu independensi dan integritas individu sebagai penyelenggara Pemilu. Sementara itu dengan komposisi yang baru, KPU Kota Bekasi diminta menjaga netralitas dan bersikap independen sesuai dengan prinsip pelaksanaan Pemilu.

Beberapa pihak menilai KPU sebagai lembaga politik tentu tidak bisa menghindar dari kepentingan politik, proses rekrutmen yang baik diyakini akan menghasilkan pelaksanaan Pemilu yang baik pula. Mulai dari awal pendaftaran seleksi anggota KPU kabupaten atau kota hingga pengumuman pada 29 Oktober membutuhkan waktu lima bulan, baru diumumkan setelah 21 hari komisioner periode 2018-2023 berakhir masa jabatannya.

Tidak dipungkiri pendaftar seleksi KPU ini berasal dari berbagai kelompok atau golongan. Dalam konteks pelaksanaan pemilu, Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro menyampaikan bahwa makna netralitas hanya ada pada dua institusi negara, yakni TNI dan Polri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang (UU) nya masing-masing.

Belum lagi, ada keterlibatan berbagai pihak seperti organisasi, serta keterlibatannya dengan partai politik. Cawe-cawe komisioner KPU di daerah sangat mungkin terjadi melihat kecenderungan serta dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional.

Dalam hal ini dibutuhkan pemimpin skala nasional yang mampu menjadi panutan.”Sangat bisa (ada potensi cawe-cawe). Sekarang kita lihat peta politik nasional, kebanyakan perilaku politik di daerah itu adalah mencontoh perilaku politik nasional,” ungkapnya, Senin (6/11).

Namun demikian, netralitas penyelenggara Pemilu tetap bisa diharapkan dengan tidak bertindak melampaui kewenangannya. Pengawasan dari masyarakat, lembaga pemantau Pemilu, hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diperlukan memastikan Pemilu berjalan sesuai dengan prinsip-prinsipnya.

Setidaknya ada tiga unsur yang dapat menandakan pelanggaran Pemilu, yakni pelanggaran yang dimaksud berlangsung secara sistematis, terstruktur, dan masif.”Yang penting sekarang DKPP, kemudian lembaga pemantau Pemilu itu melakukan monitoring yang mendalam. Termasuk publik,” tambahnya.

Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Bekasi menyayangkan apabila terdapat etika, moralitas, integritas, dan moralitas yang dilanggar oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU Kota Bekasi.

Merespon perkembangan dinamika politik di tingkat lokal, GMKI Cabang Bekasi minta Pemilu di Kota Bekasi dapat berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang sehat dan bersih. Jejak buruk penyelenggara pemilu jadi salah satu pertimbangan penting pelaksanaan Pemilu di Kota Bekasi.

“Pemilu yang sehat dan bersih juga hanya akan bisa diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang bersih, beretika dan berintegritas, serta menghindari jejak buruk dalam proses penyelenggaraan Pemilu maupun proses politik pribadi,” ungkap Ketua Bidang Aksi Pelayanan BPC GMKI Bekasi, Visnu Fedrijal N.

Pelaksanaan pemilu yang bersih dan sehat ini kata dia, dapat dijamin dengan proses seleksi yang mengedepankan kualifikasi, kompetensi, serta kinerja secara adil dan wajar. Dengan begitu, proses pelaksanaan pemilu dan hasilnya dapat dipercaya dan mendapat legitimasi dari rakyat.

Kemarin BPC GMKI Bekasi menyatakan sikap, ada beberapa yang menjadi perhatian pada penyelenggara pemilu di Kota Bekasi. Pertama, menyayangkan apabila ada etika-moralitas dan integritas-netralitas yang dilanggar oleh KPU Kota Bekasi.

Dalam hal ini, ia menyebut komisioner KPU Kota Bekasi harus terbebas dari kepentingan politik pribadi dan golongan sebagaimana informasi yang beredar sebelumnya. Mulai dari pembentukan tim seleksi KPU, hingga penetapan komisioner KPU Kota Bekasi oleh KPU RI.

Memperhatikan rekam jejak proses seleksi komisioner hingga ditetapkan oleh KPU RI, GMKI Cabang Bekasi meminta KPU RI kembali mencermati rekam jejak komisioner yang telah dilantik beberapa waktu lalu. Berikutnya, GMKI Cabang Bekasi juga menyayangkan dominasi kelompok tertentu dalam komposisi komisioner KPU yang baru.

“Meminta agar KPU RI melihat kembali rekam jejak dan mengevaluasi komisioner KPU Kota Bekasi yang telah dipilih dalam hal berkaitan antara penyelenggara pemilu dan keterlibatannya dalam partai politik. Baik yang sudah selesai menjabat lalu masuk partai politik, atau keterlibatannya dalam partai politik lalu masuk menjadi penyelenggara Pemilu,” tambahnya.

Terakhir, ia menyebut keberagaman masyarakat di Kota Bekasi jadi hal mendasar untuk diperhatikan. Keberagaman ini tidak bisa diwakili oleh satu golongan tertentu.

Sementara itu Ketua BPC GMKI Bekasi, Geraldo Aritonang menegaskan bahwa komisioner KPU Kota Bekasi periode 2018-2023 yang saat ini kembali terpilih memiliki catatan pelanggaran kode etik. Hal ini menjadi catatan penting lantaran saat ini duduk sebagai ketua KPU kota Bekasi.”Apalagi sekarang ini selaku penanggung jawab, jadi jangan sampai terulang,” katanya.

Catatan selanjutnya adalah mantan komisioner KPU Kota Bekasi yang beberapa waktu lalu diajukan menjadi Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) DPRD Kota Bekasi. Harus benar-benar dipastikan surat pengunduran diri sudah diterima dan diserahkan pada 3 November 2023 pada saat penetapan DCT.

Pihaknya akan menyampaikan hal ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi. Pihaknya meminta penyelenggaraan Pemilu di Kota Bekasi berjalan bersih dan berintegritas.

“Kemungkinan kalau ini sudah sampai, kita akan mengirim surat ke Bawaslu, kalau memang diterima dengan audiensi ya kita audiensi. Kalau tidak, mungkin kita aksi ke KPU RI ataupun juga DKPP,” tambahnya.

Sekedar diketahui, Januari 2020 silam lima komisioner KPU Kota Bekasi berstatus terpadu diberi sanksi berupa peringatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Putusan saat itu, teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf a, Pasal 11, dan Pasal 15 huruf e dan f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Terpisah, Kadiv Hukum dan Pengawasan KPU Kota Bekasi, Achmad Edwin Sholihin mengatakan bahwa KPU Kota Bekasi akan berupaya menjaga independensi dan integritas sebagai penyelenggara Pemilu.

“Karena KPU RI melakukan rekrutmen untuk KPU kabupaten kota dan Kota Bekasi itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” ungkapnya.

Terkait dengan informasi salah satu komisioner yang pernah terlibat dalam partai politik. Ia menyebut sesuai aturan, seseorang mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri sebagai penyelenggara Pemilu setelah lima tahun mengundurkan diri sebagai anggota partai politik.

Sedangkan terkait dengan pilihan salah satu mantan komisioner yang memilih masuk ke salah satu partai politik usai menyelesaikan tugasnya, tidak ada aturan yang melarang mantan komisioner terjun ke dalam politik praktis. Pilihan ini menjadi hak setiap orang selama tidak lagi menjadi penyelenggara Pemilu.

Sementara terkait dengan keragu-raguan terhadap komisioner yang terpilih kembali pada periode 2023-2028, ia mengakui bahwa ada sanksi peringatan yang diberikan oleh DKPP beberapa waktu silam. Adapun tindakan yang diambil oleh KPU pada saat itu telah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi.

“Jadi terkait dengan independensi penyelenggara, InsyaAllah KPU Kota Bekasi bisa independen sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu,” tambahnya.

Diketahui, komisioner KPU periode 2023-2028 ditetapkan oleh KPU RI pada 28 Oktober 2022. Calon anggota KPU kabupaten atau kota terpilih baru diumumkan pada tanggal tersebut lantaran KPU RI melaksanakan proses pendalaman terhadap calon yang masuk dalam fase 10 besar.

“Akibat pendalaman atas calon KPU kabupaten atau kota yang masuk 10 besar, akhirnya KPU baru umumkan pada sore hari ini,” kata Komisioner KPU RI, Idham Holik belum lama ini. (sur)