Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Tiga Warga Bekasi Positif Cacar Monyet

Illustrasi Cacar

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi mengkonfirmasi delapan kasus suspek cacar monyet atau Monkeypox (Mpox). Penyebaran kasus ini memang cenderung lambat dan mayoritas bergejala ringan. Namun kewaspadaan sangat diperlukan lantaran penyakit ini menyebar pada kelompok tertutup, berpotensi menjadi fenomena gunung es.

Mencegah penularan jadi langkah paling baik dalam penanganan kasus, salah satunya dengan tidak melakukan hubungan seks yang beresiko. Saat ini, persediaan vaksin di Indonesia masih sangat terbatas dan mahal.

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang maupun hewan terinfeksi, atau melalui benda yang telah terkontaminasi oleh virus tersebut. Mayoritas kasus di Indonesia terjadi pada kelompok Laki-laki Suka Laki-laki (LSL).

Kemarin, Dinkes Kota Bekasi menjabarkan bahwa hasil laboratorium menunjukkan lima kasus dinyatakan negatif, tiga lainnya positif. Tiga kasus positif tersebut dua diantaranya ber KTP ataupun berdomisili di luar Kota Bekasi. Keduanya menjalani isolasi di luar Kota Bekasi.

Satu kasus positif adalah laki-laki berinisial RS, masih menjalani isolasi di Rumah Sakit (RS). Sedangkan lima kasus yang terkonfirmasi negatif, tiga diantaranya berstatus kontak erat, terakhir dalam kondisi sehat.

“Satu orang positif cacar monyet di Kota Bekasi Tn AR berdasarkan status NAR Big data Kemenkes RI dan sedang menjalani isolasi di RS dengan status Mpox, konfirmasi bergejala dengan hasil lab positif. Sedangkan dua orang positif menjalani isolasi di luar Kota Bekasi,” kata Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati dalam keterangan resmi.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Dinkes Kota Bekasi dalam menghadapi kasus ini. Mulai dari menginventarisir data, melakukan penyelidikan epidemiologi pada pasien dan kontak kasus, hingga menerbitkan surat edaran peningkatan kewaspadaan Mpox di Kota Bekasi.

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mengatakan bahwa diperlukan serangkaian langkah untuk mencegah penularan Mpox, salah satunya adalah pelacakan kasus. Pasalnya, penyakit ini cenderung menular pada kelompok tertutup, perilakunya beresiko tinggi seperti Gay dan seks bebas.

Terlebih pada mereka yang berstatus HIV, semakin rentan pada aspek penularan. Gejalanya sangat bervariasi, tidak semua orang yang terinfeksi langsung bergejala berat, sebagian besar ringan.

Dalam kondisi tersebut, penularan terus terjadi dalam aktivitas beresiko. Sehingga, sebaran kasus terus terjadi.”Nah ini cenderung akan memiliki pola fenomena gunung es. Kemudian juga memiliki pola penularan secara silent, karena undercover, tertutup,” katanya.

Dengan begitu, pelacakan kasus sangat penting. Dilakukan secara aktif, progresif, dan masif. Jika gagal, penularan akan terus terjadi.

Penguatan data surveilans dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan organisasi yang selama ini bersentuhan dengan ODHA hingga LGBT. Tidak kalah penting, ketersediaan tempat perawatan, sumber daya kesehatan, dukungan sosial dan mental.

“Dan kita juga harus mengimbangi ini dengan komunikasi risiko sehingga menurunkan stigma, juga membangun kewaspadaan, perilaku seks aman, termasuk keinginan dan kesadaran untuk memeriksakan diri,” ungkapnya.

Upaya untuk memberantas penyakit ini akan sulit jika virus tersebut semakin sering menginfeksi, akibatnya virus akan bermutasi. Lebih berbahaya, jika virus ini menginfeksi hewan domestik, memperbesar potensi Mpox menjadi endemik.

Apalagi, jika virus ini menginfeksi anak dibawah satu tahun dan ibu hamil, berpotensi memperbesar Case Fatality Rate (CFR). Untuk itu pencegahan jadi poin penting dalam kasus ini.

“Sebetulnya apapun penyakit menular, pola perilaku hidup bersih dan sehat dia segala aspek termasuk seksual itu harus dibangun,” tambahnya. (sur)