RADARBEKASI.ID, BEKASI – Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) pertama untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, telah selesai digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Selasa (12/12) malam.
Debat tersebut membahas masalah spesifik terkait Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi.
Dari pandangan penulis, hasil debat pertama itu, bisa mempengaruhi elektabilitas paslon ketika program – program yang menjadi unggulan terdeliver dengan baik ke masyarakat.
Berdasarkan hasil survei terakhir Litbang Kompas misalnya, periode 29 November hingga 4 Desember 2023, sebanyak 28,7 % responden belum menentukan pilihan jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Angka tersebut harus bisa dimanfaatkan semua pasangan calon (paslon) untuk mengehrab suara dalam pemilihan.
Di awal pembukaan debat, para kandidat langsung memaparkan visi – misinya, tampil dengan menyerang Pak Anies Baswedan, memulai dengan melontarkan kritik terhadap pemerintahan.
Kemudian, Pak Prabowo Subianto dalam debat, selalu ingin merepresentasikan dirinya sebagai penerus dari Pak Joko Widodo (Jokowi), sedangkan Pak Ganjar Pranowo, melihat apa yang sudah dilakukan baik oleh Pak Jokowi akan diteruskan, sedangkan yang belum akan diperbaiki.
Memang debat itu sangat menarik, karena dalam debat yang bagus bisa mendorong munculnya pemikiran kritis secara spontan. Debat tentu juga dapat mempengaruhi sikap dan pilihan orang untuk setuju dengan argumen yang diusulkan.
Seyogyanya, etika dalam debat para paslon harus memberikan pendapat yang objektif, logis dan jangan mudah emosi. Karena dalam debat, kita bisa melihat karakter asli seseorang, apalagi dalam keadaan tekanan publik yang sangat tinggi.
Yang paling menarik dari debat tersebut adalah, pada saat sesi tanya jawab antar kandidat. Disini kita bisa melihat Brand Positioning Politik para kandidat, misalnya Pak Anis, dari awal muncul dengan agenda perubahan, ini bisa dilihat dari segi perkataan yang dilontarkan dan retorika sepanjang debat, yang mengisyaratkan posisi berbeda dengan pemerintah saat ini.
Sedangkan Pak Prabowo, berkebalikan karakter yang selama ini dicitrakan telah berubah, menjadi lebih santai dan riang di berbagai media, justrul tidak kelihatan.
Saat sesi tanya jawab berlangsung dengan kedua paslon, intonasi suaranya menunjukkan raut muka emosi, dan mudah tersulut amarah. Kedepan, saat debat kedua, hal ini harus diantisipasi oleh timnya, jangan sampai menjadi sebuah “Rebranding” yang kontradiktif dengan aslinya saat debat.
Sementara yang menarik justrul dari Pak Ganjar Pranowo, yang selama ini diasumsikan banyak orang masih belum klir soal branding politiknya mau kearah mana, justru muncul dengan slogan yang mudah dipahami “Sat Set, Tas – Tes”.
Slogan ini menyiratkan, orang yang cepat dalam bekerja dan siap melayani masyarakat secara langsung. Kemudian dari sisi penampilan Pak Ganjar, juga sangat tenang dan menguasai panggung, penjelasan yang khas melalui story telling dengan dibuktikan contoh kasusnya, membuat mudah dipahami oleh masyarakat. (*) Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina