Berita Bekasi Nomor Satu

Hasil Simulasi Pemilu 2024 Radar Bekasi:  Warga Bekasi Bingung Pilih Senator

Illustrasi : Warga mengamati surat suara saat sosialisasi dan simulasi Pemilu 2024 di Pasar Rawalumbu Kota Bekasi, Selasa (12/12). RAIZA SEPTIANTO

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Hasil simulasi Pemilu 2024 Radar Bekasi untuk Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) RI menemukan beberapa fakta, diantaranya tidak banyak masyarakat yang mengenal calon DPD, hingga memilih berdasarkan popularitas. Hasil simulasi juga menunjukkan tidak ada anggota DPD RI Provinsi Jawa Barat incumbent di perolehan suara teratas.

Sebagian responden menyatakan tidak sama sekali mengetahui siapa saja calon DPD RI Provinsi Jawa Barat yang akan mereka pilih di bilik suara pada 14 Februari mendatang. Popularitas calon menjadi daya tarik masyarakat untuk menjatuhkan pilihan, seperti calon DPD RI berlatar belakang artis, atau berdasarkan penampilan paling menarik untuk mereka pilih.

Diketahui, empat anggota DPD Provinsi Jawa Barat saat ini adalah AA Oni Suwarman, Amang Syafrudin, Asep Hidayat, dan Eni Sumarni. Hasil simulasi Pemilu tidak ada nama keempatnya di posisi teratas lantaran perolehan suara relatif kecil, sebagian lagi tidak mencalonkan pada Pemilu 2024.

Responden dipilih secara acak dengan mendatangi titik-titik keramaian di tiap wilayah, baik Kota maupun Kabupaten Bekasi. Hasil ini merupakan gambaran sederhana pilihan masyarakat, masih mungkin berubah sampai hari pemungutan suara.

Salah satu warga Bekasi Timur, Makmur (53) mengaku belum pernah sekalipun mendapat sosialisasi dari calon DPD di wilayahnya. Adapun bentuk sosialisasi yang ia jumpai dalam bentuk poster atau spanduk berukuran kecil, itupun tidak banyak jumlahnya.

Berdasarkan penglihatannya, tidak heran menurutnya jika masyarakat tidak mengetahui siapa saja calon DPD ini. Akhirnya, pilihan ditentukan secara acak, tanpa referensi tertentu.

“Siapa aja coblos, nano-nano, habis mau gimana,” katanya.

BACA JUGA: Hasil Simulasi Pilpres 2024 Radar Bekasi: Pekerjaan Rumah Besar Ganjar di Jabar

Hal senada disampaikan oleh warga Bekasi Barat, Rozak (28). Ia mengaku belum sama sekali tahu siapa saja calon DPD RI, bahkan ia mengaku pengetahuan tentang DPD RI secara kelembagaan relatif minim.

Menurutnya, menentukan pilihan pada hari pencoblosan nanti harus memiliki dasar atau referensi yang cukup. Hematnya, jika tidak sama sekali mengenal calon yang akan dipilih, lebih baik tidak.

“Kalau saya sih nggak milih kalau tau siapa yang mau dipilih. Yaudah biarin aja (surat suaranya),” ungkapnya.

Dalam proses simulasi pencoblosan yang dilaksanakan pada 12-15 Desember 2023 di Kota dan Kabupaten Bekasi, Radar Bekasi menggunakan 6.000 spesimen surat suara. Dengan perincian 3.000 spesimen surat suara di Kabupaten Bekasi dan 3.000 spesimen surat suara di Kota Bekasi.

Dari jumlah tersebut, 5.115 yang ikut berpartisipasi. Selebihnya mengaku belum menentukan pilihan dan tak mau mencoblos karena tak kenal calonnya.

Selain di Kota dan Kabupaten Bekasi, simulasi juga dilaksanakan di 12 kota/kabupaten di Jawa Barat dengan jumlah spesimen surat suara mencapai 22.380.

Adapun kota/kabupaten tersebut antara lain: Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Karawang, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Cianjur, dan Kota Cimahi.

BACA JUGA:

Dan dari hasil penghitungan akhir menunjukan, ada tujuh calon dari total 54 calon senator asal Jawa Barat yang mampu menoreh suara di atas empat persen. Sisanya hanya satu hingga dua persen.

Calon senator Alfiansyah Komeng memperoleh suara tertinggi di 14 kota/kabupaten. Calon nomor urut 10 itu mendapat 20,07 persen. Di urutan kedua ada Aanya Rina Casmayanti. Tak kurang 7,45 persen warga mencoblos nya. Disusul calon nomor urut 39, Jihan Fahira yang memperoleh 5,09 persen dan Annida Allivia yang dicoblos 4,92 persen.

Sisanya secara berurutan ada Aceng HM Fikri yang memperoleh 4,52 persen. Agita Nurfianti 4,41 persen dan Ifa Faizah Rohmah yang meraih 4,09 persen coblosan.

 

Jika melihat hasil itu, ada dua nama artis yang muncul dan berada di urutan teratas. Yakni Komedian Komeng dan pesinetron Jihan Fahira. Keduanya bersaing dengan sejumlah wajah baru. Yakni, Aanya Rina Casmayanti, Ifa Faizah Rohmah dan Agita Nurfianti.

 

Merespon hasil itu, Komedian Komeng menuturkan tingginya suara yang dia dapatkan tidak terlepas dari nama besarnya yang membuat banyak orang tahu soal pencalonannya. Terlepas dari itu, bukan berarti dia tidak berbuat apa-apa. Sejumlah konsep telah dibuatnya.

 

“Seperti peningkatan budaya Indonesia khususnya Jawa Barat,” ujarnya kepada Radar Bogor (Radar Bekasi Group).

Dia melihat budaya di luar negeri itu begitu cepat perkembangannya bahkan kemudian menjadi komoditas atau pemasukan untuk negaranya. Sedangkan Indonesia yang notabene memiliki banyak budaya tidak bisa melakukan hal serupa.

 

“Saya tahu wewenang DPD mungkin terbatas tapi kalau kita desak massa tidak bisa tembus program yang kita inginkan,” ungkapnya.

 

Namun demikian, dia tidak akan mempermasalahkan apabila tidak terpilih. Dia menyerahkan semua itu kepada masyarakat Jawa Barat.

Perlu diketahui DPD juga merupakan lembaga legislatif, sama dengan DPR. Namun terdapat perbedaan di antara keduanya. Mulai dari jumlah kursi hingga tugas dan fungsi. Jika kuota kursi DPR adalah 580 orang, maka jumlah anggota DPD yang merupakan calon perseorangan hanya dibatasi 152 orang.

Untuk fungsi legislasi, DPD hanya berwenang memberi masukan ke DPR untuk topik khusus seperti otonomi daerah. Selebihnya, DPD tidak berwenang terlibat dalam program legislasi nasional (prolegnas).

 

Pun demikian dalam hal penganggaran. DPD hanya berhak memberi pertimbangan pada Undang-Undang yang berhubungan dengan pajak, pendidikan dan agama. Sedangkan untuk fungsi pengawasan, hasil kerja DPD harus diserahkan ke DPR terlebih dahulu, untuk kemudian ditindaklanjuti.

Realitas pemilihan DPD RI tampaknya memang berbeda dengan pemilihan Capres dan Cawapres, DPR RI, DPRD Provinsi, maupun DPRD kabupaten atau kota. Hal tersebut secara kasat mata dapat dilihat dari masifnya calon mengkampanyekan diri dan tingkat popularitas calon di tengah masyarakat.

Pengamat Politik Bekasi, Ainur Rofiq menilai ada beberapa faktor antusiasme pada pemilihan DPD RI tidak lebih besar dibandingkan pemilihan Capres dan Cawapres hingga DPRD tingkat kabupaten atau kota. Dimulai dari pemahaman masyarakat mengenai DPD, secara kelembagaan pemahaman masyarakat dinilai masih lemah, dampaknya bagi masyarakat pun seringkali tidak dirasakan secara langsung.

Faktor berikutnya adalah luasnya wilayah pemilihan. Contohnya di Jawa Barat, bukan perkara mudah mensosialisasikan diri di 27 kabupaten atau kota, kalaupun dilakukan besar kemungkinan memakan biaya sangat mahal.

Kenyataan ini sangat berat bagi pendatang baru. Cenderung lebih mudah bagi incumbent yang telah dikenal oleh masyarakat sebelumnya, atau calon yang telah memiliki populasi di tengah masyarakat.

“Makanya kalau orang (calon) baru butuh Effort yang luar biasa untuk mengenalkan diri, apalagi orang tidak terlalu mengenal DPD itu apa, ditambah konteks DPD itu sendiri (secara kelembagaan),” paparnya.

Catatan berikutnya adalah pelaksanaan Pemilu serentak, membuat pemilihan DPD RI makin tertutup oleh hiruk pikuk pemilihan Capres dan Cawapres. Efek ekor jas dalam konteks partai saja tidak didapat secara menyeluruh oleh semua partai, apalagi DPD RI.”Apalagi DPD yang tidak berafiliasi dengan partai, tidak berafiliasi calon presiden maupun wakil presiden,” ucapnya.

Besarnya tingkat keterpilihan Alfiansyah Komeng merupakan salah satu contoh bahwa popularitas calon di tengah masyarakat berpengaruh besar. Bukan hanya di Bekasi, komedian ini juga paling besar tingkat keterpilihannya di Jawa Barat berdasarkan hasil simulasi Pemilu yang dilaksanakan oleh Radar Bekasi.

Ainur menyebut popularitas Komeng membuat masyarakat tidak berpikir panjang untuk menjatuhkan pilihan. Terlebih jika popularitas calon didukung oleh rekam jejak, dalam hal ini tidak berpotensi menimbulkan konflik.

“Betul (karena popularitas), karena kita tidak perlu lagi mencari referensi seperti apa sih orang itu misalnya. Kalau orang sudah tau oh ini Komeng nyalon jadi DPD, jadi itu kan lebih mudah,” tambahnya.

Mengamati apa yang terjadi menjelang Pemilu ini, menurutnya masyarakat harus memahami lebih dalam peran DPD RI. Pertama, dalam konteks politik pemilihan DPD RI merupakan bagian dari sistem politik yang telah diatur.

Kedua, sebagai perwakilan daerah, DPD mengemban amanah dari masyarakat untuk memajukan daerah. Lewat anggota DPD RI masyarakat mengirimkan wakilnya. (sur/ fat/cr1/d)