RADARBEKASI.ID, BEKASI – Seruan kritikan terhadap Presiden Joko Widodo terus menggema dari kalangan akademisi. Setelah para dosen, rektor hingga guru bersar bersuara, kali ini kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bekasi – Kawarang (AMBK) ikut menyuarakan keprihatinannya atas situasi saat ini.
Diperkirakan ratusan mahasiswa akan menghadiri mimbar bebassiang ini di kawasan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Mimbar bebas tersebut dilaksanakan untuk menyikapi keterlibatan presiden Joko Widodo yang dinilai mendukung salah satu kontestan dalam perhelatan Pilpres, sikap presiden ini berpotensi menimbulkan kecurangan pada Pemilu 2024.
Mahasiswa menilai demokrasi saat ini dalam kondisi bahaya, bahkan konstitusi dipermainkan demi kepentingan keluarga.Juru bicara AMBK, Aditya Syahran menyampaikan bahwa mimbar bebas tersebut didasari oleh keprihatinan mahasiswa terhadap situasi nasional yang terjadi saat ini. Keprihatinan ini memuncak saat presiden terlihat makin menunjukkan sikap memihak salah satu Pasangan Calon (Paslon) dalam Pilpres.
“Jadi kami meminta dan menuntut Presiden Republik Indonesia untuk kembali ke koridor demokrasi,” katanya.
Dari sisi etika berbangsa dan bernegara, ia menyebut pemerintahan saat ini menunjukkan kegagalan negara dalam melaksanakan cita-cita reformasi. Terbukti, beberapa lembaga negara yang seharusnya bersikap independen malah disanksi melanggar kode etik terkait dengan Pemilu.”Apapun dihalalkan demi suatu kepentingan, tidak ada landasan moral dan etika,” tambahnya.
Terpisah koordinator AMBK Bekasi Raya, Rafi Permana Saputra menyampaikan bahwa pelanggaran etik dimulai pada saat hakim MK diputus melanggar kode etik. Padahal, keputusan MK terkait dengan syarat calon presiden dan wakil presiden tersebut sangat krusial, putusan MK kemarin berpotensi melanggengkan dinasti politik.
“Karena ada beberapa yang muaranya itu ke politik dinasti dari rezim pak Jokowi ini. Bagaimana menghalalkan segala cara untuk anak dari sosok presiden itu bisa dimenangkan,” ungkapnya.
Sementara itu, delapan eks pimpinan KPK 2003-2019 berkumpul di gedung C1 KPK kemarin. Mereka membacakan Panca Laku untuk peringatkan Presiden dan Penyelenggara negara agar tetap menjaga moralitas dan etika dalam bernegara dalam situasi politik menjelang pemilu.
BACA JUGA: Akademisi Warning Jokowi
“Kami menghimbau agar Presiden dan seluruh Penyelenggara Negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika dalam menjalankan amanah yang diembannya,” ujar Wakil Ketua KPK 2015-2019 Basaria Panjaitan kemarin. Sikap kenegarawanan dan keteladanan seharusnya harus ditunjukkan oleh Presiden.
Di dampingi para gaek KPK seperti M. Jasin, Achmad Santosa, Erry Riyana, Taufiequrachman Ruki, Zulkaenain, Waluyo, dan Laode M Syarif, Basaria membacakan lima poin mengenai harapan mereka. Pertama, mendesak prsiden dan penyelenggada negara memperkuat agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. Presiden harus menjadi teladan dalam laku anti korupsi.
Kedua, menghindari segala benturan kepentingan atau conflict of interest. Karena benturan kepentingan adalah akar dan langkah awal untuk menuju praktik korupsi. Ketiga, mereka meminta memperbaiki tata kelola penyaluran bantuan sosial berdasarkan daftar penerima yang sah, sesuai nama dan alamat. “Sebab, tata kelola bansos akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang Pemilu 2024 dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance,” paparnya.
Para mantan pimpinan KPK itu juga meminta penyelanggara negara, khususnya aparat penegak hukum agar bersikap imparsial. Dan menjalankan laku adil, dan tidak berpihak untuk memenangkan capres, cawapres, dan caleg tertentu. “Kami meminta agar presiden dan penyelenggara negara menjamin tegaknya hukum, rule of law. Bukan rule by law,” terangnya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut buka suara atas gelombang dukungan dan aksi solidaritas yang dilakukan oleh sejumlah sivitas akademika di berbagai daerah. Menurut Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur, langkah-langkah yang dilakukan oleh para guru besar dan akademisi lintas kampus itu merupakan tindakan berani. Mereka berdiri tegak untuk menyuarakan kritik terhadap praktik penyalahgunaan kewenangan.
Terlebih praktik itu diduga dilakukan oleh pejabat publik dan aparat negara. Karena itu, YLBHI turut bersuara agar seluruh elemen masyarakat sipil tidak takut menyampaikan sikap yang sama. ”Masyarakat sipil untuk tidak takut bersuara melawan praktik kecurangan pemilu yang diduga dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi,” kata Isnur melalui keterangan tertulis kemarin. Menurut dia, sikap itu dibutuhkan untuk menyelamatkan demokrasi dan Indonesia sebagai negara hukum.
BACA JUGA: Jokowi Bilang Boleh Kampanye dan Memihak, KPU: Jokowi Harus Izin Cuti Presiden
Lewat Isnur, YLBHI mengecam keras praktik intimidasi terhadap sivitas akademika dan masyarakat sipil yang sudah menyampaikan kritik secara terbuka. ”YLBHI mendesak presiden dan kapolri untuk menghentikan praktik intimidasi yang terkait dengan ketidaknetralan aparat kepolisian dan bagian dari praktik kecurangan pemilu,” beber dia.
Tidak sampai di situ, mereka meminta presiden mundur dari jabatannya jika tidak mampu untuk menghentikan praktik kecurangan pemilu serta penyalahgunaan kewenangan dan fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan calon tertentu.
Isnur pun menyampaikan desakan YLBHI kepada DPR dan Bawaslu untuk bertindak menghentikan dugaan praktik kecurangan presiden. ”Serta menuntut DPR RI untuk menggunakan kewenangannya melakukan pengawasan baik itu melalui hak angket, hak interpelasi, maupun menyatakan pendapat termasuk menindaklanjuti laporan publik terkait desakan pemakzulan presiden,” terang dia. Desakan juga disampaikan oleh YLBHI kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Mereka meminta kedua lembaga tersebut menjalankan tugas dan mandat rakyat agar pemilu berjalan sesuai prinsip langsung, umum, jujur, dan adil.
Seruan yang sama disampaikan oleh Yayasan Guru Belajar bersama tujuh organisasi profesi keguruan meminta agar partai politik, tim sukses, serta pemerintah menghargai independensi dan kredibilitas intelektual guru. Tujuh organisasi profesi tersebut meliputi Ikatan Guru Indonesia (IGI), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Komunitas Pengawas Belajar Nusantara (KPMB), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), dan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI).
”Kami sebagai organisasi keguruan hari ini berdiri tegak menguatkan dan bersepakat menyerukan agar Partai Politik dan tim sukses tidak melakukan intervensi terhadap guru untuk mengarahkan suaranya dan suara muridnya agar memilih kandidat tertentu,” tegas Ketua IGI Danang Hidayatullah mewakili para organisasi profesi yang tergabung dalam aksi seruan. Hal ini merespon banyaknya kasus di mana para pendidik dihadapkan pada upaya mempengaruhi independensi dalam menggiring pilihan pada pasangan calon tertentu.
Alih-alih mengintervensi para guru dan tenaga pendidikan, partai politik dan timses diminta mengambil peran dalam pendidikan politik. Salah satunya, dengan mengajak pemilih pemula berdiskusi secara terbuka agar kesempatan pemilu menjadi proses pendidikan dan pelibatan publik semakin baik.
”Kami percaya bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru di satuan pendidikan tapi tanggung jawab semua pihak. Keberhasilan pendidikan demokrasi yang diuji pada setiap pemilihan umum ditentukan upaya seluruh komponen masyarakat yang berperan selaku pendidik,” ujarnya.
Diakuinya, ketika pemilu tiba, peran mereka sebagai pendidik diuji. Selain adanya intervensi, mereka juga punya tanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran siswa terkait proses demokrasi, khususnya bagi mereka yang menjadi pemilih pemula. ”Kami bertekad menjaga independensi dan merawat iklim sekolah yang saling menghormati di tengah keragaman pilihan,” ungkapnya.
Pada para pendidik, para organisasi profesi ini mengimbau, agar para guru tetap menjaga independensinya dalam melaksanakan pembelajaran. Tidak terpengaruh tekanan politik atau manipulasi dari pihak lain. ”Termasuk mempengaruhi pilihan politik murid,” tuturnya. (sur/Wan/lyn/elo/syn/mia)