RADARBEKASI.ID, BEKASI – Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menyoroti kapasitas BP Tapera dalam mengelola uang untuk iuran perumahan bagi pekerja. Sebab, kapasitas BP Tapera dari sisi akuntabilitas dalam mengelola uang yang sedemikian besar belum jelas, dikutip dari jawapos.com (Grup Radar Bekasi).
Iuran sebesar 3 persen bisa mencapai triliunan rupiah hanya dalam sekali penarikan iuran. Ada pula istilah bank kustodian yang ditunjuk untuk mengelola uang itu.
”Ini mengerikan sekali risiko penyelewengan dananya. Karena yang dikelola besar sekali,” tegas Media Wahyudi Askar.
Sementara itu, dari sisi pekerja, tentu akan berpengaruh negatif terhadap konsumsi, kesejahteraan, bahkan semua orang akan berusaha menghindari pajak.
Senada, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai program tapera akan semakin memberatkan kondisi ekonomi pegawai peserta Tapera.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, kebutuhan perumahan untuk kelas pekerja dan rakyat memang kebutuhan primer. Seperti halnya makanan dan pakaian.
BACA JUGA: Potongan Bakal Paling Tinggi, Buruh hingga Pengusaha Bekasi Tolak Iuran Tapera
Namun, Iqbal memberi catatan, tapera yang dibutuhkan buruh dan rakyat adalah kepastian untuk mendapatkan upah yang layak melalui dana APBN dan APBD. Bukan dipotong dari upah buruh.
”Kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta tapera karena membebani,” tegasnya.
Dia juga menyoroti soal belum adanya kejelasan terkait program Tapera. Terutama tentang kepastian apakah peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program itu.
”Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen dengan 0,5 persen dibayar pengusaha dan dibayar buruh 2,5 persen, maka tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di-PHK,” tegasnya. (oke/jpc)