RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ribuan anak di Kota Bekasi dikabarkan belum mendapatkan sekolah. Hal ini terungkap saat pertemuan perwakilan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi dengan anggota DPRD, Rabu (17/7).
Banyak fakta mengemuka pada pertemuan tersebut. Salah satunya adanya dugaan siswa titipan yang dilakukan oknum anggota dewan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
“Kita menemukan di lapangan masih ada beberapa siswa yang masih ditahan karena dijanjikan oleh anggota dewan untuk bisa masuk negeri. Sebanyak 40 (siswa per kelas) pun kajian kita sudah cukup panjang,” ungkap Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly.
Pengalaman tahun lalu, kata Ayung, jumlah siswa dalam satu kelas membludak hingga 48 sampai 52 siswa. Berdasarkan laporan yang ia terima dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, membludaknya jumlah siswa dalam satu rombongan belajar ini sebagian besar karena adanya titipan dari oknum anggota DPRD dan oknum pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi.
BACA JUGA: Guru Diberi Waktu Seminggu untuk Sesuaikan Modul Ajar dengan Capaian Pembelajaran Terbaru
Pihaknya meminta agar tidak ada lagi tambahan siswa baru di SMP negeri melebihi kesepakatan dengan Pemkot Bekasi sebanyak 40 siswa per kelas. Jumlah 40 siswa per kelas disepakati lantaran Pemkot Bekasi belum mampu menjalankan ketentuan sesuai Permendikbud sebanyak 32 siswa per kelas.
Tahun ini, ia mendengar ada upaya kembali menambah kuota siswa di SMP negeri sehingga melebihi 40 siswa per kelas. Kondisi ini membuat keberadaan SMP swasta di Kota Bekasi tak diminati.
“Hasil dari yang kita sampaikan, kita minta (penerimaan siswa) ditutup dan beliau sepakat. Cuma minta solusi bagaimana nih siswa yang belum sekolah, kita sampaikan sekolah swasta siap menampung anak-anak miskin dan digratiskan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Faisal usai menerima perwakilan BMPS mengakui bahwa minat masyarakat memilih SMP negeri masih sangat tinggi. Salah satu faktornya adalah cap sekolah gratis, serta kemampuan ekonomi masyarakat untuk membayar biaya pendidikan di sekolah swasta.
Mendengar paparan dari perwakilan BMPS, ia menekankan penyetaraan antara sekolah negeri dan swasta, salah satunya terkait dengan biaya pendidikan. Dalam hal ini dituntut kehadiran pemerintah.
“Pesan saya hanya satu, bagaimana hari ini tidak mampu bisa diterima, entah itu di negeri ataupun di swasta yang penting 100 persen gratis,” ungkapnya.
BACA JUGA: Riang dan Ngantuk di Awal Masuk Sekolah
Terlebih, ia mendengar langsung bahwa ada beberapa sekolah swasta yang telah memiliki kemampuan membebaskan biaya pendidikan kepada siswanya. Selain itu, Rp4,5 miliar yang setiap tahun dianggarkan oleh Pemkot Bekasi untuk membantu siswa miskin yang bersekolah di swasta tidak terserap secara maksimal.
Pemerintah bersama dengan stakeholder lainnya harus mencari solusi terkait dengan hal ini. Khususnya Faisal meminta Pj Wali Kota Bekasi, Sekretaris Daerah (Sekda), dan Disdik harus turun tangan.
“Sangat disayangkan juga ya, kepala dinas mundur disaat-saat seperti ini. Tapi sudah lah, hari ini fokus kita bagaimana sisa ribuan anak Bekasi harus kita carikan solusinya,” ucapnya.
Terkait dengan tudingan titip menitip siswa oleh anggota DPRD Kota Bekasi sebagai bentuk aspirasi yang diterima dari masyarakat. Masyarakat menitipkan anaknya kepada anggota dewan terdekat lantaran tidak memiliki akses langsung kepada pemerintah untuk sekolah geratis.
“Contoh, pak saya Linmas anak saya mau sekolah, saya tidak mampu. Berartikan harus gratis dan juga harus dekat dengan rumah. Pemerintah wajib hadir di dalam situ untuk menyelesaikan ini semua,” tambahnya.
Tahun ini, Pemkot Bekasi telah menyampaikan siswa miskin yang bersekolah di swasta akan mendapat bantuan sebesar Rp250 ribu per bulan atau Rp3 juta per tahun.
Pengamat Pendidikan, Imam Kobul Yahya menekankan verifikasi siswa untuk memaksimalkan program bantuan ini. Dimulai dari tingkat RT, RW, kelurahan, hingga pihak sekolah swasta untuk melaporkan siswa mereka yang berasal dari keluarga miskin.
Anggaran Rp4,5 miliar yang selama ini tidak terserap maksimal diduga lantaran tidak diidentifikasi secara detail.
“Nggak bisa diserapkan karena mereka tidak merazia. Makanya perlu kejujuran, malah yang benar-benar miskin nggak bisa masuk, nggak kebagian,” ungkapnya.
Ia menilai lebih baik 90 persen kuota PPDB untuk sekolah negeri diperuntukkan bagi siswa miskin, atau menggeratiskan sekolah swasta.
“Pemerintah kota dan dinas pendidikan itu wajib menggratiskan, bukan hanya mensubsidi. Katanya kan PPDB online itu sekolah negeri dan swasta sama saja, jadi jangan dibedakan lagi,” tambahnya. (sur)