Berita Bekasi Nomor Satu

Film Bertema Citra Tubuh Mampu Meningkatkan Citra Tubuh Pada Remaja

Oleh: Zidny Robby Rodhiya, S.Psi. & Irma Rosalinda Lubis, S.Psi., M.Si, (Guru SMAN 2 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi & Dosen Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta)

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Masa remaja adalah masa transisi perkembangan dari masa anak-anak ke masa dewasa. King (2013) menjelaskan bahwa masa remaja berlangsung dari usia sekitar 10-12 tahun dan berakhir di usia 18-21 tahun. Pada masa remaja, perubahan fisik terjadi begitu besar.

Perubahan fisik pada remaja dilibatkan oleh masa puber dan otak. Perubahan fisik yang dialami oleh remaja, yaitu bentuk tubuh, ukuran tubuh, tinggi badan dan lain sebagainya.

Perubahan fisik yang terjadi dapat memengaruhi psikologis termasuk dengan persepsi terhadap citra tubuhnya (body image). Persepsi remaja terhadap keadaan fisik merupakan salah satu hal yang dapat menentukan kesuksesan remaja dalam bergaul dengan teman-teman di sekitarnya.

Dian dalam Ratnasari et al. (2013) menjelaskan bahwa remaja, khususnya remaja perempuan, beranggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang ideal mampu membuat mereka menjadi pusat perhatian dan dapat membuat dirinya menjadi lebih unggul dari pada teman-teman sebayanya.

Selain itu citra tubuh juga dapat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menjalin pertemanan dengan lawan jenisnya. Cash dalam Kustimah dan Tauran (2014) menyatakan bahwa perempuan dengan citra tubuh yang positif akan mempunyai relasi yang lebih dalam karena mereka akan merasa lebih percaya diri.

Sebagimana Sunaryo dalam Ratnasari dkk (2013) juga menjelaskan bahwa citra tubuh merupakan sikap dan persepsi serta perasaan seseorang baik secara sadar ataupun tidak sadar mengenai tubuhnya, seperti bentuk dan ukuran tubuh.

Citra tubuh dapat menjadi faktor penting bagi remaja, baik pada remaja perempuan ataupun remaja laki-laki. Pada masa remaja, sering terjadi krisis antara identitas dengan kekacauan identitas yang sedang mencapai puncaknya (Hapsari, 2015).

Begitu juga Santrock (2003) dalam Fristy (2012) juga menjelaskan bahwa pada masa remaja perhatian seseorang terhadap penampilan fisiknya sangat kuat terjadi, baik pada remaja perempuan ataupun remaja laki- laki.

Remaja perempuan lebih menginginkan memiliki tubuh yang ramping, sedangkan remaja laki-laki lebih menginginkan memiliki tubuh yang ramping dan berotot.

Seperti yang dikatakan oleh Ramadhani (2017) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan keinginan bentuk tubuh antara remaja perempuan dengan remaja laki-laki. Remaja perempuan cenderung hanya menginginkan satu model bentuk tubuh, yaitu tubuh yang ramping.

Namun, remaja laki-laki memiliki dua model bentuk tubuh, yaitu bentuk tubuh ramping dan bentuk tubuh yang besar dalam hal massa otot. Ramadhani (2017) juga menjelaskan bahwa perbedaan keinginan bentuk tubuh antara remaja perempuan dan laki-laki-laki ini dikarenakan remaja perempuan dan laki-laki mempunyai konsep role model yang berbeda.

Untuk mendapatkan bentuk tubuh yang diinginkan para remaja, baik remaja perempuan ataupun remaja laki-laki, mereka akan melakukan berbagai cara misalnya dengan melakukan perawatan tubuh, diet atau berolah raga. Dengan melakukan cara-cara tersebut para remaja akan memiliki citra tubuh yang lebih positif dari pada remaja yang tidak melakukannya.

Remaja yang memiliki citra tubuh yang positif akan merasakan dampak positif dari citra tubuhnya tersebut, seperti memiliki rasa percaya diri. Namun bagi remaja yang memiliki citra tubuh yang kurang baik akan mendapati distorsi dalam mengamati realitas.

Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Thompson dalam Husni (2014) yang menyatakan bahwa remaja yang mempunyai citra tubuh yang positif mempunyai penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepedulian yang juga tinggi, namun remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan mendapati distorsi dalam mengamati realitas. Remaja tersebut akan memiliki informasi atau pandangan yang lebih buruk mengenai tubuhnya.

Lalu citra tubuh yang kurang baik juga dapat berdampak pada psikologis remaja tersebut. Dampak psikologis yang dirasakan oleh remaja tersebut yaitu adanya perasaan tidak puas.

Seperti hasil survei yang dilakukan oleh majalah Psychology Today (1997) pada lebih dari 4000 orang menemukan bahwa 56% perempuan merasa tidak puas terhadap penampilan mereka. Bagian tubuh utama yang menyebabkan adanya perasaan tidak puas pada perempuan yaitu daerah perut (71%), berat badan (66%) dan bagian pinggang (60%).

Selain mengakibatkan adanya perasaan tidak puas terhadap tubuh, lebih parahnya lagi, citra tubuh juga dapat mengakibatkan seseorang mengalami anorexia nervosa. Menurut Ratnawati dan Sofiah (2012) terdapat hubungan yang negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan anorexia nervosa pada remaja putri.

Menurutnya semakin rendah citra tubuh maka semakin tinggi remaja putri mengalami kecenderungan anorexia nervosa. Anorexia nervosa merupakan salah satu gangguan makan dimana penderitanya terobsesi memiliki tubuh yang kurus dan sangat takut jika terlihat gemuk. Terdapat beberapa penelitian mengenai gangguan makan anorexia nervosa.

Seperti studi dalam ANRED (2005) yang menunjukkan bahwa terdapat sekitar 1% remaja perempuan mengalami anorexia nervosa. Sekitar 4% remaja perempuan mengalami bulimia nervosa dan sekitar 50% remaja perempuan yang mengalami anorexia nervosa berkembang menjadi bulimia nervosa. Selain itu sekitar 10% remaja laki-laki mengalami anorexia nervosa dan bulimia nervosa.

Lalu menurut Lestari dan Amalia mengatakan bahwa terdapat penelitian yang menunjukkan besaran kasus anorexia nervosa di Jakarta sudah mencapai 37,3%. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui pula bahwa anorexia nervosa biasanya dialami oleh perempuan yang berusia 15-24 tahun.

Untuk memiliki citra tubuh yang positif terdapat beberapa media untuk memfasilitasi individu memiliki citra tubuh yang positif, media tersebut di antaranya adalah majalah, komik, dan film.

Dari semua media yang ada, film merupakan media yang tepat dipilih oleh masyarakat untuk memfasilitasi citra tubuh mereka karena film memiliki kekuatan yang besar dalam membujuk atau persuasi pada masyarakat dan film merupakan media masa yang paling disukai oleh banyak kalangan, dari kalangan anak-anak hingga kalangan orang dewasa (Tampubolon 2012), Dalam terapi psikologi, film dapat digunakan sebagai salah satu media pada saat proses terapi yang disebut dengan cinematherapy.

Pemberian film yang tepat dapat memberikan dampak yang baik dalam membantu remaja untuk memiliki citra tubuh yang positif dengan melihat pemeran dalam film yang diberikan sebagai panutan. Menurut Ulus dalam Jasmine (2016) alasan pemberian film dikarenakan, film mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menghibur, mendidik, dan menguatkan.

Film adalah media komunikasi yang sifatnya audio visual untuk menyampaikan pesan terhadap sekelompok orang yang bergabung di tempat tertentu (Effendy, 1986). Pesan dalam suatu film dapat berupa apa saja tergantung dengan misi dari film tersebut. Pesan yang terkandung dalam suatu film akan memengaruhi kognitif, emosi dan sikap individu yang menontonnya.

Danim dalam Frisnawati (2012) menyatakan bahwa menonton film merupakan kegiatan melihat dengan tingkat perhatian tertentu. Bandura dalam Zuchrufia (2013) menjelaskan bahwa menonton film merupakan proses belajar dengan memakai gambaran kognitif dari perilaku.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian kuantitatif di SMAN 2 Tanbun Selatan kabupaten Bekasi dengan jenis penelitian kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen adalah penelitian eksperimen namun belum dilakukan penempatan sampel ke dalam kelompok penelitian secara acak (random allocation/ random assignement).

Penelitian dilakukan dengan memberikan lebih dari satu kali perlakuan kepada subjek dan melakukan pengukuran ulang pada variabel terikat, yaitu pretest dan posttest (Myers & Hansen, 2002). Bentuk desain eksperimental kuasi yang dipakai pada penelitian ini yaitu Pretest-Posttest Control Group Design. Pada penelitian ini yang diukur adalah variabel terikat. Variabel terikat penelitian ini adalah citra tubuh.

Pretest-Posttest Control Group Design merupakan desain penelitian yang cukup akurat untuk mengukur efektivitas menonton film karena desain ini menyediakan data pembanding antara pretest dan posttest sehingga kesimpulan yang akan didapat akan lebih meyakinkan.

Selain itu, desain ini juga menyediakan data pembanding mantara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.. Pada penelitian ini, akan dilihat respon subjek dalam kondisi yang diberikan film bertema citra tubuh dan kondisi tanpa diberikan film bertema citra tubuh.

Daftar Film Nama Film Tahun Negara Durasi The Duff 2015 Amerika 87 menit, To The Bone 2017 Amerika 98 menit, Crazy Little Thing Called Love 2010 Thailand 115 menit, Jumanji 2017 Amerika 118 menit.

Berdasarkan hasil output yang didapat dari perhitungan gain score pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -2,032 dengan Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,04. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan film pendek bertema citra tubuh mampu meningkatkan citra tubuh remaja.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang diajukan yaitu film dengan tema motivasi efektif dalam pening-katan citra tubuh pada remaja.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa statistika Wilcoxon menghasilkan kesimpulan bahwa film bertema citra tubuh efektif terhadap peningkatan citra tubuh remaja. Dengan berdasar pada hasil penelitian dan kesimpulan yang dijabarkan dapat diajukan saran sebagai berikut.

Bagi orang tua Orang tua diharapkan mendampingi anak- anak mereka saat anak-anak sedang menonton film dan memilihkan tayangan yang sesuai dan baik untuk anak-anak mereka. Berdasarkan penelitian ini ditemukan hasil bahwa film dapat memengaruhi pola pikir individu.

Bagi Remaja dapat lebih memahami tentang pentingnya citra tubuh yang baik. Sehingga, akan membuat kehidupan remaja lebih berkualitas.Bagi Sekolah mampu memahami akan pentingnya citra tubuh di kalangan siswa yang masih dalam tahap perkembangan remaja dan mampu menjadikan film sebagai bahan pertimbangkan untuk meningkatkan citra tubuh remaja. (*)