RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II hanya melayani sidang mendesak selama periode 5 hingga 11 Oktober 2024. Keputusan ini diambil sebagai bentuk dukungan terhadap aksi cuti massal hakim selama sepekan.
Diketahui, aksi cuti massal hakim sesuai dengan seruan Solidaritas Hakim Indonesia yang menuntut peningkatan kesejahteraan dan perlindungan profesi hakim.
Juru Bicara PN Cikarang Kelas II, Isnandar Nasution, menyatakan bahwa PN Cikarang mendukung aksi tersebut. Namun, pengadilan tetap menggelar sidang, meskipun hanya untuk perkara yang bersifat mendesak.
BACA JUGA: Jangan Percaya Calo PPPK
“Pengadilan Cikarang mendukung aksi tersebut, tetapi sidang hari ini masih ada. Tapi yang berkaitan dengan yang mendesak aja, misalnya ada permohonan, terus tahanan terbatas,” kata Juru bicara Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II, Isnandar Nasution, Senin (7/10).
Isnandar menjelaskan bahwa dukungan dari para hakim PN Cikarang hanya dilakukan di kantor, tanpa ikut beraudiensi dengan Pimpinan Mahkamah Agung (MA), Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), maupun Menteri Hukum dan HAM. Saat ini, PN Cikarang Kelas II memiliki 11 hakim, termasuk ketua dan wakil.
“Yang ikut aksi ke Mahkamah Agung gak ada, kita dukung melalui kantor Cikarang aja,” katanya.
Gerakan ini dilakukan secara nasional untuk menarik perhatian pemerintah pusat agar lebih memperhatikan kesejahteraan ribuan hakim yang bertugas di seluruh pengadilan Indonesia. Isnandar juga menyoroti bahwa sejak kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), para hakim tidak mendapatkan kenaikan gaji yang setara.
“Semenjak ada kenaikan gaji PNS, kami enggak naik gaji,” ujar Isnandar yang juga menjadi Hakim.
Menurutnya, hakim sering berpindah tugas ke berbagai wilayah di Indonesia, yang tentunya memerlukan biaya tambahan, seperti untuk membeli perabot baru.
BACA JUGA: Aptrindo Kerap Terima Keluhan Sopir Soal Pungli di Kawasan Industri
“Kalau pindah-pindah kan minimal harus beli kasur, gak mungkin pakai kasur bekas,” ucapnya.
Ia juga menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan para hakim yang memiliki tanggungan keluarga “Kalau bisa diakomodir juga terkait kesejahteraannya, kan punya istri anak,” imbuhnya.
Selama 12 tahun, para hakim tidak mendapatkan kenaikan gaji. Upah mereka diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas di bawah Mahkamah Agung, yang kini dinilai membutuhkan perubahan. Isnandar berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali PP tersebut agar kesejahteraan para hakim di Indonesia dapat meningkat.
“Kalau bisa di anggaran setiap trias politica (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) disesuaikan. Jangan melalui Eksekutif lagi. Selama ini, Yudikatif harus meminta melalui Eksekutif dan Kementerian Keuangan. Seharusnya, penganggaran langsung dilakukan oleh Legislatif (DPR) ke Yudikatif,” tandasnya. (ris)