Berita Bekasi Nomor Satu

Mafia Tanah di Kabupaten Bekasi Palsukan 54 Stempel

UNGKAP MAFIA TANAH: Ketua Satgas Anti Mafia Tanah, Brigjen Pol Arif Rachman (kiri) didampingi Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (dua kiri) menunjukkan stempel palsu saat ungkap kasus mafia tanah di Kantor Polres Metro Bekasi, Selasa (15/10). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dua kasus tindak pidana pertanahan di Kabupaten Bekasi terungkap. Aksi mafia tanah tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp7,9 miliar.

Kasus tersebut dibongkar oleh Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah yang terdiri dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polri, dan Kejaksaan Negeri (Kejari).

Dalam operasinya, para mafia tanah memalsukan 54 stempel dari berbagai lembaga yang dibutuhkan dalam proses pertanahan. Mulai dari BPN, Kejari, hingga Pengadilan Negeri (PN).

BACA JUGA: Pengelolaan Limbah B3 di Kabupaten Bekasi jadi Perhatian Global

Kasus pertama melibatkan lima orang tersangka inisial RBS, RA, OS, IS, dan D. Kelimanya memalsukan Akta Jual Beli (AJB), di mana RA dan RBS menawarkan sebidang tanah milik Mi’in Bin Sa’ih kepada korban.

Tersangka IS membantu mengurus proses AJB palsu yang dibuat dengan bantuan tersangka OS. Pemalsuan ini terungkap saat korban ingin menerbitkan sertipikat atas namanya.

“Setelah korban menyerahkan uang sebesar Rp4.072.000.000 kepada tersangka IS, OS, dan D, ternyata salinan AJB tersebut palsu dan tidak tercatat dalam buku reportorium,” ujar Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono, saat ungkap kasus di Kantor Polres Metro Bekasi, Selasa (15/10).

Ia menambahkan, kerugian akibat tindak pidana tersebut mencapai Rp4.072.000.000. Pada kasus kedua, Agus mengungkapkan terdapat lebih dari 37 korban pemalsuan sertipikat tanah.

BACA JUGA: Perempuan Semakin Berani Laporkan Kekerasan

Tersangka RD (31) dan PS (57) diduga melakukan pemalsuan sertipikat tanah. RD, yang merupakan pewaris tanah, meminta PS untuk menduplikasi sertifikat asli orangtuanya menjadi 39 sertipikat palsu. Dalam sertipikat palsu tersebut, para tersangka mengubah nama pemegang hak, NIB, nomor sertifikat, dan nama pejabat yang berwenang.

“Setelah sertipikat palsu selesai dibuat, RD menggunakannya sebagai jaminan hutang kepada 37 korban, yang kemudian melaporkan peristiwa tersebut,” jelas Agus.

Ia melanjutkan, kerugian dari laporan tersebut mencapai sekitar Rp3.900.000.000, sementara fiskal loss berdasarkan BPHTP dan BPH mencapai Rp1.608.287.850.000.

Menurut Agus, dari dua kasus duplikasi AJB dan sertipikat tanah di Kabupaten Bekasi, pihaknya dapat menyelamatkan total kerugian mencapai Rp179.491.890.260. Beberapa bidang tanah dari kasus tersebut juga merupakan lahan objek sengketa yang akan digunakan Kementerian Perhubungan sebagai jalur MRT.

BACA JUGA: Banyak Pelamar PPPK di Kabupaten Bekasi Belum Submit

“Akibat ulah mafia tanah, potensial kerugian dari proyek besar MRT di wilayah Bekasi bisa mencapai Rp30 triliun. Para mafia tanah ini bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menghambat pembangunan dan investasi,” terang Agus.

Agus mengimbau masyarakat untuk segera membuat sertipikat tanah secara resmi di kantor ATR/BPN dan meminta pemilik tanah untuk memberi patok sebagai upaya mencegah penyerobotan. Ia juga menekankan agar masyarakat tidak menitipkan sertipikat kepada orang-orang terdekat.

“Jika sudah memiliki sertifikat, jaga dengan baik dan jangan sembarangan menitipkan kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak kasus melibatkan orang dalam, termasuk keluarga dan asisten rumah tangga. Jika kita tidak waspada, ini bisa merugikan masyarakat,” imbuhnya.

Salah satu korban, Nurhaeni (41), mengaku mengalami kerugian mencapai Rp95 juta. Kejadian ini bermula saat Nurhaeni didatangi oleh para tersangka dan mediator yang ingin menggadaikan sertipikat tanah milik orangtuanya. Para tersangka mengiming-imingi Nurhaeni dengan income sebesar Rp4 juta per bulan dari bangunan yang berdiri di atas sertipikat yang digadai.

“Iming-imingnya itu income bulanan, jadi enam pintu kontrakan, satu warung, satu bengkel. Jadi dia menjanjikan 1 bulan itu Rp4 juta,” katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, para tersangka tidak memenuhi janjinya untuk membayar Rp4 juta dari hasil kontrakan dan bengkel. Ketika ditelusuri, ternyata korban penipuan ini bukan hanya Nurhaeni, melainkan banyak warga lainnya. Akhirnya, Nurhaeni bersama para korban lainnya sepakat untuk melaporkan kasus ini ke kepolisian.

“Jaminan yang saya pegang adalah sertipikat palsu. Awalnya saya tidak tahu, sampai saya datang ke notaris untuk pengecekan. Ternyata, sertipikat yang saya pegang adalah induk palsu yang sudah dipecah menjadi beberapa nama,” keluh Nurhaeni.

Nurhaeni bersama puluhan korban lainnya berharap agar kasus ini terungkap sehingga ia bisa mendapatkan kembali uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kami berharap banyak kepada pihak kepolisian agar bisa membantu kami sebagai korban untuk mengajukan refund,” tandasnya.

Sementara, Ketua Satgas Anti Mafia Tanah, Brigjen Pol Arif Rachman, mengungkapkan bahwa kelima tersangka RBS, RA, OS, IS, dan D bersekongkol menjual sebidang tanah seluas 7.700 meter persegi di Kampung Pulo Desa Sumberjaya Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, dengan harga lebih rendah dari NJOP, yaitu Rp1,6 juta per meter persegi.

Mereka meyakinkan korban bahwa status tanah tidak bermasalah dan semua surat pertanahan lengkap. Para tersangka juga mengiming-imingi korban bahwa tanah tersebut akan dibeli oleh PT Suzuki seharga Rp8 juta per meter persegi. Akhirnya, korban sepakat untuk menjual tanah seharga Rp12,5 miliar dengan pembayaran bertahap. Namun, setelah membayar Rp4,07 miliar, korban baru menyadari bahwa jual beli tersebut merupakan penipuan.

“Setelah korban hendak mengurus surat tanah, ternyata akta jual beli yang diterbitkan palsu. Atas laporan itu, kami melakukan penyidikan dan berhasil membongkar praktik ini,” ucapnya.

Dalam kasus kedua, pemalsuan sertipikat tanah dilakukan oleh dua tersangka, RBS dan PS. Mereka membuat sertipikat tanah warisan orangtua untuk digadaikan kepada korban, dengan total 39 sertifikat dipalsukan.

“Saat digeledah kami menemukan 54 stempel yang dipalsukan. Ini stempel apa saja ada, bahkan kantor tanah di seluruh wilayah di Jawa Barat mereka punya, ada stempel Kejaksaan sampai Pengadilan Negeri, mereka ada,” tambahnya.

Setelah ditelusuri, kedua tersangka ternyata telah menipu banyak korban. Kerugian yang dialami puluhan korban dari penipuan ini mencapai Rp3,9 miliar. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, para pelaku dijerat dengan pasal berlapis, yaitu 378, 372, 263, dan 266 KUHPidana. (ris)