RADARBEKASI.ID, BEKASI – Beban lingkungan di sekitar TPST Bantargebang makin berat. Kondisi ini dapat dilihat dari potensi ancaman pencemaran hingga gangguan kesehatan akibat sampah yang belum dikelola dengan baik.
“Kita lihat, pertambahan sampah (baru) di TPST Bantargebang kan yang tidak diolah banyak banget,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto.
Berdasarkan informasi yang dimiliki Bagong, dalam 1-2 tahun ke depan, TPST Bantargebang tak akan sanggup lagi beroperasi bila pemerintah tidak memperluas area operasional.
BACA JUGA: Menteri LH: Butuh Kolaborasi Lintas Sektor Kelola Sampah di TPST Bantargebang
Selain itu, kesehatan warga sekitar TPST juga terancam karena keberadaan air licit dari TPST masih nampak mengalir ke Kali Asem dan Kali Ciketing Udik.
“Jadi sebetulnya butuh teknologi yang betul-betul berkualitas dan dapat mengolah atau mengurangi sampah secara masif, mereduksi sekitar 80 sampai 90 persen,” ucapnya.
Tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan. Bahkan wacana yang belakangan muncul dengan membuat pulau sampah, sambung Bagong, juga berpotensi merusak lingkungan.
“Saya berharap banyak pak menteri lingkungan hidup ini bisa menyelesaikan persiapan sampah dalam negeri yang sekarang ini sedang semrawut. Kedua, bisa memperkuat pelaku ekonomi sirkular ekonomi aras bawah, ya pemulung, pengepul, dan pencacah plastik,” katanya.
Saat ini Bagong menyebut perekonomian pelaku ekonomi sirkular ini ambruk. Pasalnya, harga jual sampah domestik terjun bebas, 50 sampai 70 persen. Harga sampah campuran yang sebelumnya berkisar Rp1.200 sampai Rp1.400 per kg, sekarang berkisar diangka Rp700 sampai Rp800 per kg. (sur)