Berita Bekasi Nomor Satu

Penanganan 671 Hektare Kawasan Kumuh di Kabupaten Bekasi Butuh Sinergi Antardaerah

PEMAPARAN: Kepala Disperkimtan Kabupaten Bekasi, Nurchaidir, menyampaikan paparan terkait kawasan kumuh saat FGD Penanganan Kawasan Kumuh di Wilayah Perbatasan, Rabu (6/11). ANDI MARDANI/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penanganan terhadap 671 hektare kawasan kumuh di Kabupaten Bekasi membutuhkan sinergi antardaerah. Pasalnya, beberapa titik kumuh berada di wilayah perbatasan, seperti antara Kota Bekasi dan Kabupaten Karawang.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertahanan (Disperkimtan) Kabupaten Bekasi, Nurchaidir, menjelaskan bahwa atas instruksi Disperkimtan Provinsi Jawa Barat, pihaknya memimpin upaya untuk memperkuat basis data kawasan kumuh. Menurutnya, beberapa kawasan kumuh di Kabupaten Bekasi berada di wilayah perbatasan.

BACA JUGA: Pemkab Bekasi Lobi Pusat Cairkan Anggaran Perbaikan Stadion Wibawa Mukti

“Beberapa titik kawasan kumuh terletak di daerah perbatasan, seperti di Kecamatan Babelan dengan Kecamatan Bekasi Utara, Rawa Lumbu dengan Tambun Selatan, dan perbatasan Kabupaten Bekasi dengan Kabupaten Karawang,” ungkapnya dalam acara Forum Grup Diskusi (FGD) Penanganan Kawasan Kumuh di Wilayah Perbatasan, Rabu (6/11).

Nurchaidir menambahkan bahwa musyawarah dengan daerah tetangga menjadi salah satu langkah penting untuk memperbaiki basis data. “Basis data kami belum sepenuhnya mendukung, misalnya sudah ada intervensi di 60 hektare, namun ternyata masih ada tambahan. Oleh karena itu, data ini harus dikunci untuk fokus pada penyelesaian,” katanya.

ILUSTRASI: Pengendara melintasi mural di kampung Jatibulak Tambun Selatan, belum lama ini. Penanganan terhadap 671 hektare kawasan kumuh di Kabupaten Bekasi membutuhkan sinergi antardaerah. ARIESANT/RADAR BEKASI

Ia melaporkan bahwa Kabupaten Bekasi telah menerapkan basis data yang lebih baik, yang memungkinkan penanganan kawasan kumuh lebih terarah. Pada 2022, kawasan kumuh di Kabupaten Bekasi mencapai 1.800 hektare, pada 2023 berkurang menjadi 1.600 hektare, dan pada 2024 ini tersisa 671 hektare.

BACA JUGA: Pemkab Bekasi Jaga Stabilitas Harga Jelang Natal dan Tahun Baru

“Dengan basis data dan inovasi yang diterapkan, hasilnya sangat positif. Meskipun masih ada hal yang perlu diperbaiki, khususnya dalam koordinasi antar stakeholder. Saat ini terdapat 671 hektare kawasan kumuh yang tersebar di tujuh kecamatan,” tambahnya.

Nurchaidir menegaskan bahwa penanganan kawasan kumuh bukan hanya tugas Disperkimtan maupun Dinas Kesehatan. Akan tetapi, melibatkan banyak instansi, seperti Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi, Dinas Sosial, Dinas Pemadam Kebakaran, serta unsur kecamatan dan kelurahan/desa.

“Termasuk koordinasi dengan pemerintah daerah perbatasan yakni Kota Bekasi dan Karawang,” ujarnya.

Sebagai payung hukum, Nurchaidir menambahkan, pihaknya sedang menyusun Peraturan Bupati terkait penanganan dan penganggaran kawasan kumuh. “Progres regulasi ini masih dalam koreksi Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya agar intervensi penanganan kawasan kumuh dapat dilakukan secara terkoordinasi dan efektif oleh dinas-dinas terkait,” jelasnya.

BACA JUGA: Masyarakat Muaragembong Kembali Nikmati Air Bersih dari Perumda Tirta Bhagasasi

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Subroto, menyampaikan pihaknya telah berupaya menangani kawasan kumuh di Kota Bekasi, yang saat ini terdata seluas 300 hektare. Namun, ada tantangan terkait status lahan.

“Kami pernah berencana melakukan perbaikan di beberapa wilayah perbatasan, salah satunya di kawasan Sumur Batu. Namun, lahan tersebut bukan milik masyarakat, melainkan lahan garapan. Selain itu, banyak juga yang bukan berdomisili di Kota Bekasi,” ujarnya.

Subroto juga mencatat bahwa beberapa kawasan kumuh berada di daerah aliran sungai dan merupakan lahan garapan. “Kami harus memastikan apakah penertiban dapat dilakukan atau tidak, karena meskipun ada pelanggaran karena berada di bantaran sungai, warga juga memiliki hak untuk hidup,” kata Subroto. (and)