RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketua Satgas Jabar Putih DPD PKS Kabupaten Bekasi, Taufik Saleh, mengeluhkan tidak adanya minum yang sediakan untuk tamu saat debat pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Bekasi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Saya enggak ngerti fasilitas yang harus diberikan apa, tapi kita nggak dapat apa-apa, minum juga enggak disiapin, dan seterusnya. Jadi datang, duduk, ya sudah,” ujar Taufik.
Selain itu, dalam debat perdana yang berlangsung di salah satu TV swasta nasional Minggu (3/11), kata Taufik, beberapa tamu yang sudah memiliki ID Card justru tidak mendapatkan tempat duduk.
“Kemudian banyak tamu undangan yang mempunyai ID Card tidak dapat bangku (tempat duduk),” ujarnya.
Ia pun membandingkan fasilitas yang disediakan dengan anggaran Pilkada Kabupaten Bekasi yang mencapai Rp117 miliar. Taufik menambahkan bahwa setelah setengah jam debat berlangsung, dilakukan sterilisasi di dalam ruangan. Pendukung yang tidak memiliki ID Card diminta keluar. Setiap pasangan calon, lanjutnya, memang diberikan 50 ID Card untuk menyaksikan debat secara langsung. Persoalan ini menjadi bahan evaluasi besar jelang debat kedua nanti.
“Problemnya, karena yang nggak pakai ID Card masuk dan duduk di bangku yang harus pakai ID Card. Debat selanjutnya harus lebih rapi, sayang anggaran besar kalau nggak maksimal,” katanya.
BACA JUGA: Hasil Debat Pilkada Kota Bekasi, Warganet Sudah Tentukan Pilihan: Coblos Pemimpin Antikorupsi
Selain itu, Taufik juga menyoroti format debat yang dianggap mirip dengan debat Pemilihan Presiden (Pilpres). Menurutnya, panelis yang berstatus profesor atau doktor hanya diminta seperti ‘mengambil bola’, sementara pertanyaan dibacakan oleh presenter. Ia menegaskan, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi memiliki inovasi dalam penyelenggaraan debat.
“Kalau cuma begitu, nggak perlu orang dengan kapasitas itu (profesor, doktor). Sayang orang dengan kapasitas intelektual cuma suruh ngambilin bola doang, pertanyaannya dibacain sama presenter, terus nggak ada pendalaman dari yang bertanya. Jadi debatnya hanya normatif dan formalitas saja. Itu yang menurut saya mubazir, sayang buang-buang anggaran buat bayar panelis ngambilin bola doang,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik Bekasi, Roy Kamarullah, menilai persoalan ini menunjukkan sikap tidak profesional dari penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU.
“Ini sangat tidak profesional saya melihatnya. Karena tempat duduk itu harus disesuaikan dengan ID Card atau tiket yang dikeluarkan. Enggak mungkin tempat duduknya 40, dia (KPU) mengeluarkan ID Cardnya 100, itu kan namanya menyiksa orang,” jelasnya.
“Kenapa bisa lebih orang yang hadir, apa sengaja dilebihkan biar kelihatannya ramai, mau di luar apa di dalam, yang penting mah ramai. Halhal seperti itu harusnya nggak terjadi,” sambung Roy.
BACA JUGA: Tri Adhianto-Harris Bobihoe Kuasai Debat Pilkada Kota Bekasi, Visi-Misi Mudah Dipahami
Menyikapi itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi, enggan memberikan tanggapan banyak terkait masalah teknis yang terjadi. Menurutnya, hal tersebut menjadi kewenangan KPU, bukan Bawaslu.
“Berkaitan dengan hal teknis, saya pikir itu menjadi kewenangan teman- teman KPU untuk menjawab,” katanya.
Namun, Akbar mengakui adanya beberapa hal yang perlu dievaluasi terkait pelaksanaan debat kandidat, terutama yang berkaitan dengan pendukung pasangan calon. Ia menambahkan bahwa hal tersebut dapat mengganggu jalannya debat di masa mendatang.
“Mungkin itu yang perlu menjadi evaluasi para pendukung. Bagi kita itu bisa mengganggu debat kandidat untuk selanjutnya. Kalau informasi yang kami dapat, setiap pasangan calon membawa rombongan 50 orang,” tuturnya.
Sayangnya, Komisioner KPU Kabupaten Bekasi masih enggan memberikan tanggapan perihal kritikan yang dilontarkan di debat perdana tersebut. (pra)