Oleh: Achmad Muwafi, Lc
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Seorang muslim harus mengutamakan kebahagiaan di akhirat namun juga tetap berupaya untuk meraih kesenangan di dunia. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an surat Al-Qashah ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Dijelaskan dalam tafsir Al-Wajiz, bahwa ayat di atas tidak berarti seorang muslim hanya boleh beribadah semata dan melarang memperhatikan dunia.
Namun seorang muslim juga harus berusaha (ikhtiar) untuk memperoleh kenikmatan duniawi, sekaligus mencari pahala yang banyak untuk negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya di dunia berupa harta kekayaan dan karunia yang lainnya.
Kehidupan dunia merupakan kehidupan yang sangat penting bagi seorang muslim, karena dunia merupakan tempat yang dapat menentukan nasib seseorang di akhirat kelak.
Dunia ibarat ladangnya akhirat. Dunia tempatnya menanam dan di akhirat tempatnya untuk memetik. Oleh sebab itu baik dan buruknya seseorang di akhirat kelak itu ditentukan oleh amal dan perbuatan yang dilakukan di dunia ini.
Nabi Muhammad SAW mengarahkan umatnya, agar memaknai kehidupan dunia ini seperti pengembara atau sekedar menyeberang jalan. Kita tidak selamanya hidup di dunia.
Dunia hanyalah sebagai perantara untuk menuju akhirat. Disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-Buhkari r.a, bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir.”
Kehidupan dunia yang sementara ini harus kita manfaatkan untuk berbuat kebaikan, menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Harta kekayaan dan karunia lain yang diberikan oleh Allah SWT dimanfaatkan dan dibelanjakan sesuai dengan tuntunan Islam sebagai bekal menuju kebahagiaan di akhirat.
Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar seimbang antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Dinukil dalam kitab Ihya Ulumiddin, Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Sesungguhnya aku paling benci kepada orang yang menganggur (malas), tidak memiliki amal di dunia juga tidak memiliki amal di akhirat. (*)
Penulis merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’aul Ulum Bekasi, Pengurus Pusat Bidang Dakwah Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Wakil Ketua Umum Asosiasi Kiai dan Intelektual (AKIL) Indonesia, Kepala SMPIT Baitul Halim Bekasi