RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah elit partai politik di Kabupaten Bekasi memberikan tanggapan beragam mengenai wacana yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD.
Wacana ini muncul dengan alasan efisiensi dan penghematan biaya, mengingat negara lain menerapkan sistem serupa. Meskipun demikian, wacana ini sudah pernah diusulkan pada 2014 melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah, yang kemudian dicabut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena pertimbangan keamanan.
Penasehat DPD Taruna Merah Putih Jawa Barat, Nyumarno, menjelaskan bahwa pada 2014, lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Undang-Undang ini mengamanatkan bahwa bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD kabupaten/kota, sementara gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi, yang berarti tidak dipilih secara langsung oleh rakyat. Namun, Undang-Undang tersebut kemudian dicabut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Jadi proses demokrasinya adalah permusyawaratan, yang dipilih oleh wakil-wakil rakyat. Itu pun belum dilaksanakan, sudah dikeluarkan pencabutan oleh Pak Susilo Bambang Yudhoyono, melalui peraturan pemerintah, pertimbangan faktor keamanan,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Minggu (15/12).
Politisi PDIP yang juga Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno, menilai bahwa pengurus atau peserta pemilu di tingkat kabupaten/kota akan mengikuti keputusan terbaik yang diambil oleh DPR RI dan Pemerintah Pusat, asalkan itu demi kemajuan demokrasi ke depan.
Namun, Nyumarno menambahkan, jika wacana tersebut digulirkan kembali, maka implementasinya harus melibatkan DPR RI dan Pemerintah Pusat sebagai pembuat Undang-Undang.
Ia juga menekankan bahwa jika wacana ini untuk kepentingan nasional dan masyarakat luas, pembahasannya perlu dilakukan dengan hati-hati dan tidak terburu-buru, karena harus dikaji secara komprehensif.
“Prinsipnya dikaji secara komprehensif, tidak buru-buru, bicaranya untuk kepentingan nasional, bukan bicara kepentingan orang perorang, atau partai per partai. Bagi kami kabupaten/kota, mana yang terbaik sepanjang kepentingan nasional di kedepankan, kepentingan masyarakat di kedepankan, ya mangga saja kita mah,” katanya.
BACA JUGA: Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ini Kata Kader Gerindra Kabupaten Bekasi
Sementara itu, Ketua Bappilu DPC Partai Gerindra Kabupaten Bekasi, Ahmad Firman, menilai bahwa berdasarkan hasil Pilkada 2024, perlu adanya evaluasi terkait minimnya partisipasi pemilih, meskipun anggaran yang digelontorkan untuk penyelenggaraan pemilu sudah memadai. Firman berpendapat, pemerintah pusat mungkin sudah memperhatikan hal ini, sehingga mengemukakan wacana agar Pilkada dipilih oleh DPRD.
“Jadi mungkin pemerintah di pusat sudah melihat itu, perlu ada evaluasi dari sisi anggaran, serta pelaksanaan. Seperti yang Pak Prabowo bilang, misalkan dipilih oleh DPRD tidak perlu banyak anggaran yang dikeluarkan dalam proses Pilkada. Mungkin disini Pak Prabowo melihatnya perampingan anggaran, karena banyak anggaran negara yang kesannya mubazir, mengingat partisipasi pemilih sangat minim,” ucapnya.
Firman mengakui bahwa pelaksanaan Pilkada, baik yang dipilih oleh rakyat maupun oleh DPRD, memiliki kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu, akan dilakukan kajian terlebih dahulu untuk menilai sisi positif dan negatifnya.
Namun yang jelas, Firman menegaskan bahwa partainya akan mendukung apapun keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat, mengingat perlunya evaluasi untuk perbaikan di masa depan.
“Jadi memang perlu ada evaluasi supaya lebih baik lagi. Nanti lihat saja tim pengkaji seperti apa, pada intinya kita ikuti apa yang dicanangkan atau yang dilaksanakan pemerintah pusat,” tuturnya.
Berbeda dengan yang lainnya, Ketua DPC PKB Kabupaten Bekasi, Muhamad Rochadi, yang akrab disapa Adi, tidak setuju dengan wacana Pilkada kabupaten/kota dipilih oleh DPRD. Menurutnya, Pilkada kabupaten/kota sebaiknya tetap dipilih oleh rakyat untuk menjaga demokrasi. Namun, untuk tingkat provinsi, ia sepakat jika gubernur dipilih oleh DPRD, agar sejalan dengan sistem di tingkat pusat.
”Jadi menurut saya gubernur itu salah satu bagian kepanjangan tangan pusat. Tapi kalau buat di kabupaten/kota sebaiknya masih dipilih oleh rakyat, karena menjaga sistem demokrasi kita. Cuma memang harus ada beberapa hal yang diatur ulang dan diberi batasan-batasan, serta Undang-Undang pemilu harus diubah,” katanya.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat ini mengakui bahwa semangat untuk menjaga demokrasi, dengan pemilihan yang dilakukan oleh rakyat, perlahan mulai terkikis. Hal ini terlihat dari turunnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024, yang hampir di setiap daerah menunjukkan penurunan signifikan. Oleh karena itu, ia menilai perlunya perubahan dalam sistem pemilu.
“Partisipasi pemilih sangat rendah, itu nggak bisa dipungkiri. Kalau kata Pak Presiden mahal, itu yang kemudian nanti kualitas pejabatnya jadi kurang baik, kurang bagus. Tapi kembali lagi, untuk di kabupaten/kota saya tetap lebih setuju dipilih oleh rakyat. Tapi ada beberapa hal yang harus kita benahi dan perbaiki. Tapi kalau gubernur saya setuju dipilih DPRD,” ucapnya. (pra)