Berita Bekasi Nomor Satu

Andalkan Gaji Pokok, Buruh Bekasi Kewalahan Penuhi Kebutuhan Hidup

ILUSTRASI: Sejumlah buruh berteduh di bawah pohon saat jam istirahat di kawasan industri Jababeka, Cikarang Utara, Selasa (2/12). FOTO: ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Besaran kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 di Jawa Barat tengah dinantikan para buruh di Kabupaten Bekasi. Hingga kini, rumusan perhitungan UMK masih digodok pemerintah.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, kebijakan pengupahan dihitung berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta indeks tertentu dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL).

Sekretaris Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Bekasi, Sarino, mengatakan bahwa buruh di Kabupaten Bekasi sulit memenuhi kebutuhan hidup hanya mengandalkan gaji pokok (gapok). Banyak di antara mereka yang harus bekerja lembur untuk mencukupi kebutuhannya.

“Ya sejahteranya ngirit – ngirit, maka untuk menopang itu rata-rata adalah overtime, lembur. Kalau hanya mengandalkan gaji pokok ya kewalahan, kebutuhan hidupnya,” ucap Sarino, Selasa (2/12).

Ia menyebut, bagi buruh yang sudah berkeluarga, pekerjaan tambahan kerap menjadi pilihan. Menjadi pengemudi ojek online (ojol) atau berdagang menjadi alternatif untuk menambah penghasilan. Saat ini, UMK Kabupaten Bekasi sebesar Rp5.558.515,10.

“Maka sekarang itu banyak buruh kalau nggak lembur, ya jadi ngikutin ojol, menambah pendapatan kan gitu,” tambahnya.

Sementara, Maulana (34), buruh perusahaan minuman ringan di kawasan Industri MM2100, mengaku harus menjadi pengemudi ojol untuk menutupi kebutuhan hidup, meski sudah berstatus karyawan tetap.

“Kalau sif pertama pulang sore, saya narik dulu. Pulang ke rumah jam 9-10 an malam. Dari rumah udah bawa jaket (ojol), begitu keluar PT langsung nyalain aplikasinya. Alhamdulillah kalau sif satu rame karena barengan jam pulang kerja,” tutur Maulana.

Meski penghasilan dari ojol tak menentu karena bergantung pada jumlah pesanan, Maulana tetap melakukannya lantaran memiliki sejumlah kewajiban seperti cicilan sepeda motor, cicilan rumah subsidi, biaya sekolah anak, hingga kebutuhan rumah tangga. Sementara istrinya menjadi ibu rumah tangga.

“Kalau dulu, belum punya anak, istri juga kerja tapi beda PT masih sama-sama di sini (kawasan industri MM2100). Pas udah lahiran saya putusin biar istri di rumah aja. Makanya kalau ada lembur saya gas terus, kalau gak ada ya ngojek. Sehari dapet 4-5 orderan lumayan kan kalau setiap hari,” sambungnya.

Kondisi serupa dialami Solihin (43), buruh perusahaan makanan. Dengan dua anak sekolah, UMK Kabupaten Bekasi saat ini dinilainya belum mampu menutupi biaya hidup keluarganya.

“Karena kehidupan di Bekasi cukup lumayan besar. Buat bayar listrik, beli beras, terus baju anak dan yang lain-lain. Buat makan juga kalau berbicara cukup atau enggak sebenarnya masih kurang. Mereka yang punya rumah sendiri pun gaji dengan upah sekarang masih belum mencukupi,” ungkapnya.

Untuk menambah pemasukan, Solihin sempat membuka usaha angkringan di lingkungan tempat tinggalnya yang banyak dihuni buruh kontrakan. Namun, usahanya tak bertahan lama.

“Kurang lebih 5 sampai 6 bulan itu warung saya tutup. Dengan upah yang saat ini diterima oleh kawan-kawan buruh, itu mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Banyak juga ada beberapa teman-teman saya yang melakukan hal yang sama untuk mencari tambahan dengan berdagang, mereka banyak yang akhirnya tutup,” ungkapnya.

Solihin berharap kenaikan UMK 2026 dapat benar-benar meningkatkan kesejahteraan buruh, sehingga mereka tidak lagi harus bekerja rangkap atau membuka usaha tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Tentunya buruh sangat berharap kenaikan upah di 2026 itu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Ya meskipun secara kalkulasi 10-15 persen itu belum sepenuhnya bisa mencukupi kebutuhan kita sehari-hari,” pungkasnya. (ris)