RADARBEKASI.ID, BEKASI – Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang salah satunya mengatur larangan Tempat Hiburan Malam (THM) beroperasi di Kabupaten Bekasi tidak masuk dalam prioritas Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD pada 2026.
Bapemperda menilai masih banyak hal yang lebih penting untuk dibahas dibanding Raperda Penyelenggaraan Kepariwisataan, termasuk isu THM di dalamnya. Dari 12 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang ditargetkan pada 2026, hanya empat yang masuk prioritas untuk dibahas pada triwulan I mendatang.
Empat Raperda prioritas tersebut adalah Raperda tentang Pelaksanaan APBD 2025, Raperda Desa, Raperda Kesehatan bagi Masyarakat Rentan, dan Raperda Perlindungan Guru. Target 12 Raperda ini telah tertuang dalam Keputusan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor: 27/KEP/172.2-DPRD/XI/2025 tanggal 26 November 2025 tentang Propemperda Kabupaten Bekasi Tahun 2026.
“Ada 12 Raperda jadi Perda target di 2026. Dari hasil evaluasi, khusus Bapemperda dengan anggota, termasuk dari inisiatif komisi, eksekutif, ada 12 Perda yang sangat dibutuhkan di Kabupaten Bekasi. Saya kira cukup untuk 2026 targetkan selesai,” ujar Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Bekasi, Haryanto, kepada Radar Bekasi, Kamis (4/12).
Politikus Partai Demokrat tersebut menjelaskan bahwa hanya empat Raperda yang dijadikan prioritas karena dinilai berkaitan langsung dengan pelayanan dasar yang harus segera dibahas.
“Ada empat yang saya masukan ke dalam prioritas atau triwulan pertama di 2026, pertama APBD, kedua Desa, ketiga kesehatan bagi masyarakat rentan, dan keempat perlindungan guru. Kalau yang baru (Perda baru) itu sekitar delapan dari 12,” jelasnya.
“12 Raperda ini masing-masing ada usulan dari dinas. Kita catat (masukan) di situ. Bukan dalam arti besok ini harus sudah dibentuk Pansus atau dievaluasi, karena ada yang lebih prioritas,” tambahnya.
Terkait usulan revisi Perda Penyelenggaraan Kepariwisataan yang tak masuk prioritas, Haryanto mengaku belum sepakat jika alasan revisinya hanya untuk menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia justru mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) berinovasi dan mencari terobosan lain tanpa harus merevisi Perda yang berpotensi melegalkan THM.
“Saya belum sepakat, ini (revisi Perda Pariwisata) bukan hal yang baru buat saya. Maksudnya saya apa tidak ada sistem digital atau sistem yang lain buat meningkatkan pendapatan daerah, bukan dari Pariwisata. Mungkin Pariwisata juga ada tapi dari yang lain,” tegasnya.
Ia menilai usulan revisi Perda Pariwisata sah saja selama memiliki dasar yang tepat. Menurutnya, problem utama bukan pada larangan THM, melainkan belum adanya harmonisasi regulasi antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat.
“THM itu memakai izin provinsi atau pusat melalui OSS. Jika kita mengadakan sidak ke sana, dia (pengelola THM) pasti mengeluarkan izin OSS. Itu yang perlu dibahas, ini buat undang-undang bukan buat peraturan sekolah. Dulu dibuat, sekarang diubah, sekarang mau diubah lagi. Ini apa gitu loh?. Kita sah-sah saja (mau revisi), cuma saya butuh inovasi dari Bapenda,” tukasnya.
“Revisi Perda Pariwisata nggak bisa masuk jadi prioritas di triwulan I. Saya adalah orang yang nggak setuju THM (revisi Perda Pariwisata) dibahas di triwulan pertama. Saya pikir masih ada yang perlu dipilih menjadi utama,” pungkas wakil rakyat dari arena tarung Dapil VI Kabupaten Bekasi itu. (pra)











