Oleh: Dahlan Iskan
Yang hebat dari NU: punya dua pengurus besar tapi keduanya berkantor di kantor yang sama. Di gedung sembilan lantai di Jalan Kramat Raya Jakarta –di bangun saat Gus Dur menjabat presiden Indonesia.
Dengan demikian istilah PBNU Kramat Raya dan PBNU Hotel Sultan tidak relevan lagi.
Selasa lalu, kubu Sultan rapat di lantai 8. Sementara kubu Yahya rapat di lantai 3. Kubu Sultan pun, dua hari lalu mengadakan rapat di lntai 4.
Tidak ada perebutan gedung. Tidak ada penyerbuan kantor. Maklum, dua kubu itu yang beda hanya ketua umum dan sekjennya. Rais Aam (jabatan tertinggi di NU) masih sama. Wakil-wakil rais aam masih sama. Wakil-wakil ketua pelaksana masih sama. Pengurus lainnya, semua masih sama.
Ketua Umum Yahya Staquf misalnya, tidak memecat pengurus yang hadir di rapat pleno yang melahirkan kubu Zulfa. Pj Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa tidak memecat pengurus yang menghadiri undangan rapat Gus Yahya.
Maka, mungkin Disway akan mengubah sebutan untuk dua kubu itu: dari Kubu Kramat dan Kubu Sultan menjadi Kubu Yahya dan Kubu Zulfa.
Yahya Cholil Staquf adalah ketua umum PBNU hasil Muktamar di Lampung empat tahun lalu. Zulfa Mustofa adalah penjabat ketua umum PBNU hasil sidang pleno di Hotel Sultan Jakarta pekan lalu.
Sebenarnya Kubu Zulfa itu lebih tepat disebut Kubu Ipul. Itu sebutan untuk Saifullah Yusuf, sekjen PBNU hasil Muktamar Lampung yang dipecat oleh Gus Yahya. Gus Ipul kini menjabat menteri sosial di kabinet Prabowo Subianto.
Konon Gus Ipul-lah yang paling berseberangan dengan Yahya, sehingga pantas disebut Kubu Ipul.
Pemecatan Gus Ipul sebagai sekjen PBNU itu disetujui Rais Aam KH Miftachul Akhyar. Sebenarnya perseteruan Yahya-Ipul itu agak mengherankan. Keduanya bersahabat sangat baik. Dalam waktu yang amat panjang.
Waktu Gus Ipul mendapat tugas sebagai menteri pembangunan daerah tertinggal, Gus Yahya menjadi staf khususnya. Saat Gus Yahya berjuang memenangkan jabatan ketua umum di Muktamar Lampung, Gus Ipul pendukung utamanya.
Uniknya, Gus Ipul tidak mau muncul di perpecahan terakhir ini. Ia tidak mau menjadi penjabat ketua umum. Jabatan itu dipercayakan kepada Zulfa Mustofa, yang sebelum itu menjabat wakil ketua umum.
Gus Ipul juga tidak tampak ingin kembali menjadi sekjen. Saat rapat pleno di Hotel Sultan jabatan sekjen dibiarkan kosong. Tapi ketika kubu Zulfa mengadakan rapat pleno di PBNU Kramat Raya, jabatan khatib aam diputuskan: diberikan kepada Prof Dr Mohammad Nuh –mantan mendikbud dan mantan Mmenkominfo. Jabatan lamanya di PBNU adalah salah satu rais syuriyah yang mendampingi Rais Aam Miftachul Akhyar.
Hubungan Miftachul Akhyar dan Mohammad Nuh memang sangat dekat: sama-sama Surabaya Timur. Hubungan Mohammad Nuh dengan Gus Ipul juga sangat dekat: sama-sama Jatim. Pun Prof Nuh adalah tim inti Gus Ipul di program Sekolah Rakyat yang jadi andalan Presiden Prabowo Subianto.
Maka kubu Zulfa ini sebenarnya juga tepat disebut ”Kubu Nuh” –mengingat peran sentralnya di pertikaian itu. Tapi satu kubu punya empat nama akan membingungkan. Lebih baik disebut Kubu Zulfa saja meski peran kiai kelahiran Banten ini hanya sebagai ”yang melaksanakan”.
Mungkin karena tetap di satu kantor maka perpecahan ini tidak meruncing. Statusnya ”hanya” runcing. Tidak saling tusuk. Masing-masing hanya sibuk di jalan yang beda. Kubu Yahya fokus di penanganan bencana –karena itulah tema sidang pleno terakhirnya.
Kubu Zulfa terus melakukan silaturahmi ke daerah-daerah. Setelah ke Banten di hari pertama, Kiai Zulfa kemarin ke Jawa Barat.
Tiga tokoh utama di kubu Zulfa memang dikenal punya kelebihan di bidang silaturahmi. Mirip salah satu kelebihan Gus Dur.
Silaturahmi sudah seperti roh dan napas dalam NU. Banyak persoalan rumit di NU bisa diselesaikan lewat silaturahmi. Kiai-kiai utama didatangi satu per satu. Minta sembur dan tidak lupa membawa suwur.
Di NU pasal-pasal AD/ART bisa kalah tinggi dengan silaturahmi. Maka pelanggaran AD/ART dalam penunjukan kiai Zulfa itu akan terehabilitasi lewat silaturahmi.
Dan itu hanya memerlukan waktu tiga bulan.
Berarti tiga bulan lagi akan ada Muktamar NU. Penyelenggaranya: PBNU Zulfa. Sah tidaknya muktamar itu bisa diselesaikan sekalian dalam misi silaturahmi tiga bulan ke depan.
Berarti tiga bulan lagi akan ada Muktamar NU. Penyelenggaranya: PBNU Zulfa. Sah tidaknya muktamar itu bisa diselesaikan sekalian dalam misi silaturahmi tiga bulan ke depan.
Modal untuk muktamar nanti juga sudah bisa dikumpulkan dalam tiga bulan: modal suara. Dalam tiga bulan ke depan SK-SK pengurus cabang yang selama ini masih tertahan akan diterbitkan dengan tanda tangan Pj Ketua Umum Zulfa, Khatib Aam Moh. Nuh, dan Rais Aam Miftachul Akhyar.
Bagaimana kalau Kubu Yahya juga menyelenggarakan Muktamar tiga bulan mendatang?
Itu bisa terjadi. Ada dua Muktamar NU dalam waktu bersamaan. Semoga lokasinya pun juga di tempat yang sama –seperti dua kubu PBNU di satu kantor sekarang ini.
Acara hari pertama muktamar bisa diisi oleh kubu Yahya. Acara di hari kedua dari kubu Zulfa.
Baru acara di hari ketiga dijadikan satu: pemilihan rais aam dan ketua umum yang baru.
Begitu saja kok repot….(Dahlan Iskan)









