Berita Bekasi Nomor Satu

Audiensi FPPD Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Sepakati Tiga Poin

AKSI: Sejumlah perangkat desa yang tergabung dalam FPPD Kabupaten Bekasi aksi di Kantor Bupati Bekasi Cikarang pusat, Selasa (16/12). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Forum Perjuangan Perangkat Desa (FPPD) Kabupaten Bekasi dan pemerintah daerah tempat menyepakati tiga poin penting dalam audiensi.

Audiensi ini digelar setelah ratusan perangkat desa yang tergabung dalam FPPD menggelar aksi di Kantor Bupati Bekasi, Selasa (16/12), menuntut kepastian hukum dan kejelasan regulasi kerja. Aksi tersebut dilakukan menyusul pertemuan dengan jajaran birokrasi daerah pada Senin (15/12) yang dianggap tidak membuahkan hasil signifikan.

Ketua FPPD Kabupaten Bekasi, Lukman Kholid, menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah yang dinilai abai dan lamban dalam menangani nasib ribuan perangkat desa. Pertemuan terakhir dengan Sekretaris Daerah (Sekda) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) tidak menghasilkan jawaban yang jelas.

BACA JUGA: Kecewa Tak Ditemui Sekda, Perangkat Desa Geruduk Kantor Bupati Bekasi Hari Ini

“Kita masih bingung, kepastian hukumnya belum jelas. Kita inginnya pemerintah daerah berstatement karena sekarang Peraturan Pemerintahnya belum turun, jadi nyantol ke Undang-Undang Nomor 3 tahun 2024, pasal 26 ayat 2 huruf B,” katanya.

“Tapi nggak ada, mereka selalu begitu. Pokoknya jangan buru-buru, kita nunggu peraturan yang lebih tinggi,” imbuhnya.

Dalam audiensi, tercatat tiga poin kesepakatan. Pertama, Pemkab Bekasi akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dengan melibatkan perwakilan perangkat desa. Kedua, dibentuk Tim Penyusunan Regulasi Pemerintahan Desa yang melibatkan kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD. Ketiga, dibuat timeline penyusunan regulasi secara terstruktur dan secepatnya.

“Kami akan mengutus dua orang untuk masuk tim itu dan pantau perkembangannya. Di bawah kami akan tetap solid, mengorganisir teman-teman perangkat desa lain,” katanya.

Menjelang Pilkades Maret 2026, Lukman menyatakan kekhawatirannya terkait pergantian kepala desa yang dapat mempengaruhi posisi perangkat desa. Ia menekankan pentingnya mitigasi dari Pemkab Bekasi terhadap perangkat yang telah terlatih dan tercatat dalam database.

Ia berharap tim yang dibentuk, diketuai oleh Sekda, dapat bergerak cepat agar Pilkades 2026 mendatang tidak mengganggu pelayanan masyarakat. Lukman menegaskan akan melakukan aksi lebih besar jika pemerintah tidak serius memberikan kepastian hukum bagi perangkat desa di Kabupaten Bekasi.

“Kami akan aksi lebih besar lagi, biar bupati yang langsung memutuskan. Kalau berharap dengan birokrasi kayaknya nggak yakin. Tinggal menunggu bupati yang tegas untuk memerintahkan anak buahnya,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMP) Kabupaten Bekasi, Imam Santoso, mengatakan penerbitan Perda turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 dipastikan tidak dapat direalisasikan pada 2025.

Kendati demikian, pihaknya akan melakukan percepatan pada 2026 dengan membentuk Tim Penyusunan Regulasi tentang Pemerintahan Desa. Namun, ia juga tidak dapat menjamin Perda atau Perbup ini akan terbit sebelum Pilkades 2026.

“Kalau untuk mekanisme yang disampaikan bagian hukum, terbit setahun ini. Di akhir kemarin itu kan harus ada harmonisasi ke provinsi. Tapi kita ambil langkah percepatan koordinasi ke Dirjen Pemdes. Buat kejelasan yang PP belum turun itu. Insyallah (sebelum pilkades). Makanya juga tergantung nanti percepatan turunnya PP. Makanya kita jemput bola,” kata Iman.

Imam menjelaskan idealnya perangkat desa tidak berkutat dengan politik. Ia menegaskan turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 ini menjadi kewenangan penuh Bupati Bekasi untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) bagi perangkat desa.

Secara prosedur, usia perangkat desa ditetapkan antara 22 hingga 60 tahun. Pengangkatan atau pemberhentian perangkat desa tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah desa tanpa melalui mekanisme yang diatur.

Pada Kamis (18/12), perwakilan Pemkab Bekasi bersama FPPD akan mendatangi Direktorat Jenderal Bina Pemerintah Desa.

“Nomor induk perangkat desa itu perlu konfirmasi. Tidak bisa desa mengambil langkah sendiri, karena tetap ada mekanisme yang harus ditempuh. Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, pengangkatan perangkat desa diusulkan ke bupati. Surat persetujuannya dari bupati, kemudian baru di-SK-kan oleh kepala desa,” tandasnya. (ris)