RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bekasi mengungkap fakta krusial terkait keselamatan jalan. Hingga tahun 2025, pemenuhan kelengkapan prasarana jalan, seperti rambu lalu lintas dan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU), baru mencapai sekitar 30 persen dari total kebutuhan ideal.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bekasi, Yana Suyatna, menjelaskan bahwa keterbatasan tersebut tidak terlepas dari status urusan perhubungan yang masuk dalam kategori urusan pemerintahan wajib nonpelayanan dasar. Akibatnya, sektor ini kerap tidak menjadi prioritas utama dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Kalau dipresentasikan, kira-kira berapa jalan yang sudah dipasang rambu-rambu? Mungkin setidaknya 30 persen. Sama seperti PJU 30 persen,” kata Yana, baru-baru ini.
Mengacu data Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK), total panjang jalan Kabupaten Bekasi mencapai 1.077 km. Kesenjangan antara pesatnya pembangunan infrastruktur jalan dengan minimnya kelengkapan sarana pendukung tersebut dinilai Yana menjadi pemicu utama kemacetan dan kerawanan tindak kriminalitas di sejumlah wilayah Kabupaten Bekasi. Salah satunya di sepanjang jalur Cikarang–Bekasi Laut (CBL) hingga akses menuju permukiman padat penduduk.
Menurut Yana, setiap ruas jalan seharusnya dilengkapi sarana pendukung sesuai dengan kelas jalannya, baik kelas 1, 2, maupun 3. Penentuan kelas jalan itu berpengaruh pada jenis dan jumlah rambu yang harus dipasang, terlebih di titik-titik simpang.
“Misalkan, Jalan Cikarang Bekasi Laut (CBL) dari Pulo Puter sampai ke Sukajaya. Nah, itu kan akan bertemu dengan jalan Kertamukti yang ke Tambelang. Terus ketemu jalan Wanasari yang ke Pasar Induk Cibitung, lalu ketemu yang ke Sumberjaya, yang ke Kompas. Itu kan ada beberapa rambu yang satu jalur saja. Kita memerlukan berapa tiang rambu untuk menunjukkan bahwa jalan CBL itu kelas berapa,” tambahnya.
Di sisi lain, Yana menekankan pentingnya koordinasi dengan perangkat daerah lain, seperti Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK). Koordinasi ini diperlukan untuk memetakan kebutuhan sarana dan prasarana jalan, mulai dari rambu lalu lintas hingga PJU. Ia menyoroti banyaknya paket pembangunan jalan yang kerap tidak dibarengi dengan kesiapan anggaran untuk pemasangan rambu, marka, maupun pengaturan lalu lintas.
“Dalam satu tahun itu Bina Marga membangun berapa titik sih? Berarti harus kita persiapkan berapa ribu rambu. Kemudian ketika itu ada dua jalur, empat lajur, maka kemudian terjadi kemacetan, maka kita perlu untuk melakukan pengkajian, pemasangan traffic light,” terang Yana.
Yana menambahkan, ketiadaan rambu yang sesuai dengan kelas jalan membuat fungsi pengaturan lalu lintas menjadi tidak optimal. Ia mengakui, selama ini pemenuhan sarana dan prasarana jalan terkendala kewenangan, karena usulan tersebut masuk dalam urusan pemerintahan wajib nonpelayanan dasar sehingga kerap tidak menjadi prioritas.
“Padahal kita tahu bahwa transportasi itu adalah jantung perekonomian dunia. Sebanyak apapun hasil bumi, kalau jalannya jelek, macet, dan sebagainya, pembusukan terhadap hasil bumi, ya harga mahal-mahal juga,” tuturnya.
Sebagai solusi atas keterbatasan anggaran, Dishub Kabupaten Bekasi mendorong penerapan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
”Kami Dinas Perhubungan tidak meminta anggaran dari pajak hotel, pajak restoran, pajak yang lain. Ketika ada pajak penerangan jalan, maka hak masyarakat untuk penerangan jalan. Pembayaran (lewat KPBU) tidak terlalu banyak, cuma Rp50 miliar (per tahun). Berarti hanya seperlimanya saja,” kata Yana.
Yana menambahkan bahwa Dishub tidak memiliki petugas yang secara khusus turun ke lapangan untuk mengatur lalu lintas harian, karena berdasarkan regulasi dan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tugas Dishub lebih difokuskan pada pemenuhan sarana dan prasarana. (ris)











