RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat kembali
menjalani masa sidang di tengah pandemi Covid-19. Meski begitu, pelaksanaan sidang paripurna
dengan agenda LKPJ dan pembahasan lima rancangan peraturan daerah (raperda), dilakukan dengan
tetap mengacu pada protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Heri Koswara tidak mempersoalkan pelaksanaan paripurna LKPJ
dan 5 Raperda dengan pengetatan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
“Tidak ada masalah demi kepentingan bersama. Semua yang hadir mengikuti protokol kesehatan Covid-
- Seperti melakukan physical distancing dan memakai masker,” ungkap anggota dewan dari Dapil Kota Bekasi-Kota Depok ini, Senin (20/4/2020).
Heri yang juga anggota Komisi V DPRD Jabar ini menambahkan, agenda paripurna LKPJ dan
pembahasan lima raperda itu, meliputi Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Penyelenggaraan
Pesantren, Pekerja Migran Indonesia asal Jabar, Penyelenggaraan Perkebunan dan Penyelenggaraan
Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian.
Menurut Heri, dalam Raperda Penyelenggaraan Perlindungan Anak, patut diperhatikan beberapa hal.
Pertama anak adalah amanah sehingga perlu tumbuh dan berkembang fisik mental maupun sosial.
“Tapi fenomena kekerasan dan eksploitasi anak seringkali terjadi. Maka jangan sampai peristiwa
kekerasan dan eksploitasi terhadap anak terulang kembali. Raperda ini harus menjamin hak anak atas
ketiadaan kekerasan dan eksploitasi itu,” ungkapnya.
Kedua, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak pada tahun 2018
saja, angka kekerasan pada anak tercatat 819 kasus. Angka kekerasan tertinggi di Kabupaten Sukabumi
sebanyak 77 kasus, Kota Depok ada 72 kasus, Kabupaten Bekasi ada 64 kasus, Kota Bogor tercatat 61
kasus dan Kota Bandung ada 60 kasus. “Harus ditekan seminimal mungkin kasus-kasus kekerasan
terhadap mereka,” imbuhnya.
Ketiga, jenis-jenis kekerasannya pun bermacam-macam. Kekerasan seksual sebanyak 394 kasus,
kekerasan fisik 221 kasus, psikis 149 kasus, penelantaran 56 kasus, perdagangan anak 20 kasus,
eksploitasi anak 6 kasus dan kasus kekerasan lainnya 80 kasus.
Terkait Raperda Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika Statistik dan Persandian, sambung Heri,
sejumlah hal pokok harus masuk dalam raperda ini. Yaitu hak memperoleh informasi merupakan hak
asasi setiap manusia. ’’Ini perlu dipenuhi dalam keterbukaan informasi publik. Sekaligus sebagai sarana
untuk mengoptimalkan pengawasan publik atas penyelenggaraan manajemen pemerintah daerah,’’
katanya.
Sementara, Raperda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dari Jabar harus menjamin beberapa hal
terhadap nasib pekerja migrant Jabar dan penyesuaian dengan aturan terbaru.
“Negara berkewajiban menjamin dan melindungi hak asasi warganya yang akan bekerja di luar negeri.
Fakta sosial menunjukan masyarakat Jabar yang bekerja di luar negeri semakin banyak. Karena adanya
perubahan kewenangan pemerintah daerah , maka perlu peninjauan kembali Perda Nomor 9 tahun
2013,” ujarnya.
Terkait Raperda Penyelenggaran Pesantren, Heri menuturkan, raperda ini fokus pada pembinaan serta
peningkatan kemandirian ekonomi pesantren. “Pesantren di Jabar saat ini masih perlu pengembangan
untuk mewujudkan pesantren sebagai salah satu wadah membina generasi penerus bangsa,” ujarnya.
Pembinaan pesantren, lanjut Heri lagi, terkait fungsi relijius, sosial dan edukasi. Disamping peningkatan
kemandirian ekonomi dan perekonomian lingkungan pesantren. (zar/adv)