Berita Bekasi Nomor Satu

Sanksi Protokol Kesehatan Lemah

DISEGEL: Petugas gabungan Polres Metro Bekasi Kota, Kodim 0507 dan Satpol PP melakukan penyegelan Kafe Broker di kawasan Grand Galaxy City, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Sabtu (26/9). Penyegelan tersebut karena pengelola dan pengunjung dianggap melanggar protokol kesehatan. RAIZA SEPTIANTO/ RADAR BEKASI
DISEGEL: Petugas gabungan Polres Metro Bekasi Kota, Kodim 0507 dan Satpol PP melakukan penyegelan Kafe Broker di kawasan Grand Galaxy City, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Sabtu (26/9). Penyegelan tersebut karena pengelola dan pengunjung dianggap melanggar protokol kesehatan. RAIZA SEPTIANTO/ RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi diminta segera memiliki Peraturan Daerah (Perda) Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB) sebagai payung hukum sanksi untuk  pelanggar protokol kesehatan. Pasalnya, surat edaran Wali Kota Bekasi nomor 556/1211-Set.Covid-19 tentang pembatasan jam operasional tempat usaha penyelenggara jasa dan hiburan dinilai tidak mempan. Buktinya, masih banyak tempat usaha atau warga yang mengabaikan protokol kesehatan.

Kepala Satpol-PP Kota Bekasi, Abi Hurairah mengaku selama ini pihaknya hanya mengedepankan cara persuasif kepada pemilik usaha. Tindakan tegas diambil jika pengusaha yang sudah diperingatkan masih mengulangi kesalahan yang sama. “Kalau sudah ada Perda (ATHB), kita bisa menerapkan sanksi hukum dan sanksi administrasinya. Tapi tadi saya sudah sampaikan, masih pola pendekatan, pola edukasi, pola humanis,” ungkapnya kepada Radar Bekasi, kemarin.

Dia mengaku, petugas kepolisian dan Satpol-PP, Sabtu (26/9) menyegel lima tempat usaha. Diantaranya empat kafe dan satu warnet. Langkah ini diambil lantaran telah mengabaikan protokol kesehatan dan melanggar ketentuan jam operasional yang diberikan maksimal pukul 23.00 WIB. “Kita cek ternyata betul penuh, makanya kita tertibkan pengunjung, kita suruh bayar, kita dorong pengunjung keluar, pengusaha kita beritahu juga, dan kita tempel segel,” terangnya.

Ia menegaskan, pihaknya tidak melarang masyarakat untuk melakukan aktivitas usaha, dengan catatan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan jam operasional yang telah dikeluarkan oleh Pemkot Bekasi.

“Saya sampai dengan saat ini belum bisa menentukan sampai kapan penyegelan tersebut, tapi yang jelas besok perwakilan dari para pengusaha ini tadi saya sudah koordinasi dengan pak Tedy, kepala dinas Budpar, mereka diundang di gate 19, akan mendapatkan pengarahan dari pak wali kota,” tambahnya.

Hingga saat ini sekira tujuh tempat usaha sudah diberhentikan sementara aktivitasnya atau disegel oleh petugas. Sementara lebih dari 10 tempat usaha telah diberikan peringatan terkait dengan batas jam operasional. Beberpaa pengusaha yang telah dilakukan penyegelan diminta untuk membuat surat pernyataan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan jam operasional, jika kembali ditemukan melanggar terancam dicabut izin usahanya.

Pihaknya berharap Perda ATHB ini dapat dibahas secepatnya bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi untuk menjadi payung hukum peningkatan sanksi berupa sanksi administrasi atupun denda.

Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan selama sepekan ini, didapati fakta lain, bahwa hampir 60 persen pengunjung di kafe lebih banyak diisi oleh warga luar Kota Bekasi. Diantaranya warga DKI Jakarta, Bogor, hingga Kota Depok. Lima wilayab Kecamatan masih menjadi perhatian bagi petugas selama pembatasan jam operasional tempat usaha.

Selain menutup lima tempat usaha, Satpol-PP Kota Bekasi juga menutup satu hotel yang diketahui melalui aplikasi pemesanan tempat menginap secara online di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawa Lumbu. Hotel terpaksa ditutup lantaran didapati lima pasangan tanpa ikatan suami istri tengah menginap.

Abi juga menegaskan, tidak akan tebang pilih dalam melaksanakan fungsi pengawasan serta menjatuhkan sanksi yang sama kepada tempat usaha, sekalipun mengatasnamakan kedekatan dengan pejabat publik di Kota Bekasi.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang mengaku telah menerima usulan Perda ATHB dari Pemkot Bekasi. Keberadaan Perda dinilai lebih kuat dibandingkan dengan Perwal karena disetujui oleh lembaga eksekutif, legislatif, hingga yudikatif.

“Betul (menjadi dasar hukum petugas melakukan tindakan), semua diatur dengan sanksi agar pemerintah lebih leluasa menindak,” katanya.

Dalam surat edaran nomor 556/1211-Set.Covid-19 maupun keputusan Wali Kota terakhir nomor 300/Kep.461-BPBD/IX/2020 tentang perpanjangan kedua ATHB, tidak didapati secara detil sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar protokol kesehatan maupun pelanggar jam operasional yang telah ditetapkan.

Di waktu yang berbeda, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi menilai langkah yang diambil oleh Pemkot Bekasi melanjutkan ATHB cukup tepat untuk tetap ditengah jumlah kasus yang cukup tinggi. Namun, ia menggaris bawahi pengawasan terhadap protokol kesehatan dan jam operasional seperti yang telah ditetapkan oleh Pemkot Bekasi.

“Saya kira tetap karena itu adalah bentuk pengembangan (aktivitas) ekonomi dan daya beli masyarakat, tetap dikedepankan persuasif dan komunikatif, jangan sampai ada hal-hal yang tidak kita inginkan,” ungkapnya.

Belum terangnya waktu penyegelan di wilayah Kota Bekasi ini membuat bingung pemilik kafe di kawasan Grand Galaxy City. Video yang viral di media sosial diperkirakan muda-mudi yang terlihat joget mencapai 200 orang, ditambah dengan pengunjung yang datang dari luar Kota Bekasi untuk menikmati live music.

“Belum tahu sampai kapan, ada yang bilang satu Minggu, tapi mungkin hari ini saya mau ke kantor polisi atau Satpol-PP, mau klarifikasi juga,” kata pemilik Kafe, Giar Siguarto (29). (sur)