Berita Bekasi Nomor Satu

Menanti Kepastian Hukum Pilwabup

Pilwabup
ILUSTRASI : Anggota Panlih Wabup Bekasi, Nyumarno menunjukkan hasil pemilihan wakil bupati (Pilwabup) di DPRD Kabupaten Bekasi beberapa waktu lalu. ARIESANT/RADAR BEKASI
Pilwabup
ILUSTRASI : Anggota Panlih Wabup Bekasi, Nyumarno menunjukkan hasil pemilihan wakil bupati (Pilwabup) di DPRD Kabupaten Bekasi beberapa waktu lalu. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Polemik Pilwabup Bekasi masuk babak baru. Panitia Pemilihan (Panlih) Wabup Bekasi, DPRD Kabupaten Bekasi, Kesbangpol Kabupaten Bekasi, Setda Pemprov Jawa Barat dan Kementerian Dalam Negeri telah melakukan pertemuan bersama membahas pengisian kekosongan kursi jabatan wakil bupati Bekasi.

Anggota Panlih Wabup Bekasi dari DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno menceritakan, para pihak dimintai keterangan dan pendapat mengenai Pilwabup pada rapat yang dilaksanakan Kamis (26/11) lalu.

Nyumarno menerangkan bahwa Ketua Panlih Wabup Bekasi, Mustakim menyampaikan berbagai tahapan pilwabup hingga proses pemilihan pada 18 Maret 2020 lalu sesuai fakta yang ada. Termasuk, disampaikannya usulan pengesahan pengangkatan wabup terpilih ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Barat.

Dirinya juga memberikan keterangan dalam rapat itu. Namun bukan mengenai proses Pilwabup oleh DPRD. Tapi tentang hasil pilwabup Bekasi yang sudah diparipurnakan dan menjadi keputusan DPRD tentang Penetapan Wakil Bupati Bekasi Terpilih dan Surat Keputusan DPRD tentang Pengangkatan Wakil Bupati Terpilih Sisa Masa Jabatan 2017-2022.

Pada kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan bahwa keputusan DPRD tersebut merupakan produk hukum daerah sesuai dengan Pasal 9 huruf (b) Permendagri 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang isinya “Produk Hukum Daerah berbentuk Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (b) terdiri atas Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan”.

Kemudian juga sudah diatur dalam Pasal 1 angka 17 Permendagri Nomor 120 tahun 2018 yang menyatakan bawhwa produk hukum daerah adalah produk hukum berbentuk peraturan meliputi Perda atau nama lainnya, Perkada, Peraturan DPRD, dan berbentuk Keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD.

Sehingga, sebagai panlih dirinya meminta kepada peserta rapat selaku badan dan pejabat pemerintahan untuk konsisten mempedomani dan menyamakan persepsi bahwa keputusan DPRD tentang Penetapan Wakil Bupati Terpilih dan Keputusan DPRD tentang Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi Terpilih oleh DPRD Kabupaten Bekasi adalah produk hukum daerah yang tidak bisa dibatalkan kecuali oleh keputusan pengadilan atau dicabut oleh pembuat keputusan itu sendiri.

“Jadi jangan intervensi keputusan DPRD dengan berita-berita acara rapat atau sejenisnya, nggak bisa itu membatalkan keputusan DPRD yang diambil atas dasar paripurna dewan sebagai wakil rakyat,” katanya, Minggu (29/11).

Dia menambahkan, dirinya juga meminta kepada Pemprov Jabar dan Kemendagri untuk mematuhi ketentuan perundangan yang menyatakan bahwa mereka merupakan badan dan/atau pejabat pemerintahan sesuai UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Menurutnya, dalam konteks pengisian kekosongan jabatan wabup Bekasi, Pemprov Jabar selaku wakil pemerintah pusat di daerah selalu mengacu pada Pasal 375 UU Pemerintahan Daerah, dimana gubernur memiliki kewenangan melakukan pembinaan yang bersifat umum meliputi Kepala Daerah dan DPRD.

Dirinya tidak sepakat aturan tersebut dijadikan jalan untuk masuk ke dalam ranah pilwabup Bekasi sisa masa jabatan. Karena pembinaan oleh gubernur bersifat umum.

Sehingga, kata dia, tak boleh mereduksi kewenangan DPRD yang diberikan undang-undang dan peraturan pemerintah untuk melakukan pilwabup bekasi jika masa kekosongan jabatan di atas 18 bulan. Pemprov juga memiliki batas kewenangan yang diatur pada Pasal 91 ayat 2 dan 3 UU Pemda. Kemudian kaitan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat juga diatur lagi secara teknis dalam PP 33 tahun 2018.

“Saya sudah baca semuanya, dan tidak ada secara eksplisit dan teknis gubernur ada tugas dan kewenangan dalam hal pengisian kekosongan jabatan wakil bupati Bekasi. Jadi jangan ditafsirkan secara umum lalu pengaturan kekhususan lex spesialis juga ikut terlalu masuk, itu nanti bisa abuse of power dan muncul penyalahgunaan wewenang,” katanya dalam rapat tersebut.

Dia juga mempertanyakan sikap Pemprov Jabar yang berlarut-larut dalam meneruskan usulan pengesahan pengangkatan wakil bupati Bekasi terpilih ke Mendagri. Padahal, seharusnya dalam waktu lima hari permohonan dari pihaknya wajib direspon sebagaimana diatur Pasal 50 ayat 3 dan 4 dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

“Kenapa harus berlarut-larut, kami usulkan ke Mendagri melalui Gubernur sejak 24 Maret 2020, kemudian kami DPRD sudah melengkapi dengan lampiran dokumen asli pada 7 April 2020, dan waktu itu saya langsung yang mengantarkannya ke provinsi, dan diterima oleh Prof Dani Ramdan. Coba dihitung kalau sejak 7 April 2020, sampai dengan 26 Nopember 2020 hari ini, sekitar sudah 235 hari lamanya,” katanya.

Dirinya meminta agar hukum Tata Negara dan hukum Administrasi Pemerintahan menjadi pedoman para pihak sebagai untuk bekerja sebagai badan atau pejabat pemerintahan.

“Tolong berikan kepastian hukum, agar menjamin hak konstitusional seorang warga masyarakat bernama H.Akhmad Marjuki, yang mana sudah terpilih dalam rapat paripurna DPRD oleh mayoritas pemilihan,” ujarnya.

“Juga hak konstitusional dan marwah lembaga kami DPRD Kabupaten Bekasi selaku wakil rakyat, Keputusan DPRD adalah produk hukum daerah, bagi pihak yang merasa dirugikan, ada mekanisme upaya hukum. Tapi bukan juga Keputusan DPRD harus kalah dengan berita acara atau risalah-risalah rapat,” sambung Nyumarno.(neo)