RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Munculnya varian baru virus SARS-CoV-2 di beberapa negara membuat Indonesia menutup pintu rapat-rapat bagi kedatangan warga luar negeri. Penutupan total itu berlaku selama dua pekan. Mulai 1 Januari sampai 14 Januari 2021.
Keterangan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di kantor presiden kemarin sore (28/12/2020). Retno yang didampingi Jubir Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan hasil rapat kabinet terbatas (ratas) sekaligus arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Ratas 28 Desember 2020 memutuskan untuk menutup sementara (dari kedatangan WNA, Red) mulai 1 Januari sampai 14 Januari 2021,” katanya.
Keputusan itu diambil setelah muncul pemberitaan tentang strain atau varian baru virus Covid-19. Menurut berbagai data ilmiah, strain baru Covid-19 memiliki tingkat persebaran yang lebih cepat.
Retno menjelaskan, bagi WNA yang tiba di Indonesia hingga 31 Desember 2020, diberlakukan ketentuan sesuai adendum Surat Edaran Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020. Surat itu mengatur bahwa WNA harus menunjukkan hasil negatif RT-PCR dari negara asal yang berlaku 2 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Dokumen tersebut dilampirkan saat WNA memproses dokumen pemeriksaan kesehatan atau e-HAC internasional Indonesia. Setiba di bandara, WNA harus menjalani pemeriksaan RT-PCR ulang. Jika hasilnya negatif, WNA mesti menjalani karantina selama lima hari.
’’Kemudian, setelah karantina wajib lima hari, WNA kembali menjalani RT-PCR,’’ jelas Retno. Apabila hasilnya negatif, WNA dapat meneruskan perjalanannya di Indonesia.
Retno melanjutkan, penutupan akses kedatangan bagi WNA itu dikecualikan bagi pejabat tinggi setingkat menteri ke atas. Namun, mereka tetap harus menjalankan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Selama periode pelarangan kedatangan WNA, para WNI di luar negeri tetap diizinkan kembali ke Indonesia. Prosedurnya, WNI menunjukkan hasil negatif RT-PCR dari negara asal yang berlaku maksimal 2 x 24 jam sebelum keberangkatan. Setiba di Indonesia, mereka harus kembali menjalani RT-PCR. Jika dinyatakan negatif, WNI mesti menjalani karantina mandiri di tempat yang disiapkan pemerintah. Setelah itu, WNI kembali menjalani RT-PCR. Apabila hasilnya negatif, mereka dipersilakan melanjutkan perjalanan di Indonesia.
Di sisi lain, tingkat keterpakaian ranjang di rumah sakit atau bed occupancy ratio (BOR) terus menipis dengan semakin tingginya kasus positif Covid-19. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir memproyeksikan kenaikan pasien rumah sakit hingga 25–40 persen pada masa liburan Natal dan tahun baru ini.
’’Tentu kami mencurigai adanya kenaikan yang lebih besar. Maka dari itu, harus mampu melakukan antisipasi untuk menangani peningkatan jumlah pasien,’’ terangnya kemarin.
Tingkat BOR nasional saat ini mencapai 64,10 persen. Meski demikian, sudah ada beberapa daerah dengan tingkat BOR yang mengkhawatirkan. Yakni, Provinsi Banten dengan BOR 85 persen. Disusul DKI Jakarta 84 persen, Jabar 83 persen, Jogjakarta 82 persen, Kalteng 79 persen, Jatim 77 persen, Jateng 76 persen, dan Sulsel 69 persen. ’’Ini daerah-daerah yang zona merah. BOR-nya zona merah, ada peningkatan sedikit saja, RS akan kewalahan,’’ paparnya.
Kadir melanjutkan, BOR di atas 70 persen membuat beberapa RS sulit menampung pasien. Bahkan, ada kemungkinan pasien tidak bisa dirawat. ’’Implikasi lain, tenaga kesehatan akan kelelahan. Ini berdampak pada pelayanan yang tidak optimal dan memicu angka kematian tinggi,’’ ungkapnya.
Khusus DKI Jakarta, meski keterisian tempat tidur isolasi mencapai 85,16 persen, ternyata tingkat kepadatan tidak merata. Ada beberapa RS seperti RS TNI dan Polri, RS BUMN, RS milik pemda, dan sejumlah RS swasta yang masih memiliki tempat tidur cukup. ’’Kami harap rumah sakit-rumah sakit yang utility BOR-nya masih rendah dapat menampung lemparan pasien dari RS yang penuh,’’ ucap Kadir.
Di bagian lain, pemerintah sudah memesan 371 juta dosis vaksin SARS-CoV-2. Itulah yang diungkapkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam konferensi pers akhir tahun kemarin (28/12/2020). Vaksin tersebut dipesan dari sejumlah perusahaan farmasi asing.
’’Secara total, sampai 2022, ada 371 juta dosis vaksin. Itu sudah direncanakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN, Red),’’ kata Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti.
Perinciannya, selama 2021 pemerintah memesan 116 juta dosis vaksin Sinovac dan 52 juta dosis vaksin Novavax. Selain itu, ada yang tengah dipesan. Yakni, 45 juta dosis vaksin buatan Pfizer-BioNtech, 12 juta dosis vaksin COVAX dari Inggris, dan 50 juta dosis vaksin AstraZeneca.
’’Jika semua sudah diorder, termasuk tiga merek terakhir yang saya sebutkan, ada 275 juta dosis vaksin yang akan diperoleh pada 2021,’’ jelas Amalia. Untuk memenuhi kebutuhan pada 2022, pemerintah sedang memesan 87 juta dosis vaksin dari Sinovac dan Novavax.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, jumlah 371 juta dosis vaksin itu akan divaksinasi ke 181 juta penduduk. Dengan jumlah sebanyak itu, dia berharap herd immunity atau kekebalan komunitas bisa tercapai. Selebihnya, pemerintah menyiapkan kebutuhan cadangan. Dia berharap ratusan juta dosis vaksin tersebut dapat menjadi game changer pada tahun depan. ”Sehingga mampu menumbuhkan optimisme di tengah masyarakat maupun dunia usaha,” tuturnya. (jpc)