RADARBEKASI.ID, BEKASI – Front Pembela Islam (FPI) yang kini menjadi Front Persaudaraan Islam mengaku menolak untuk menjadi partai politik (Parpol). Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar mengatakan, FPI tak pernah terjun ke ranah politik secara langsung dan tidak tertarik berubah menjadi partai politik. Alasannya, jika menjadi parpol, FPI khawatir mereka masuk ke lingkaran penguasa dan menjadi zalim.”Kami khawatir menjadi zalim. Apalagi sampai masuk ke lingkaran penguasa, ikut zalim,” kata Aziz, Selasa (5/1).
Menurut Aziz, akan banyak mudaratnya apabila sampai FPI menjadi partai politik, sehingga pihaknya memutuskan untuk tidak menjadi partai politik. “Kalau jadi parpol nanti zalim, bengis, serta kejam, tapi tidak menyadari kezaliman dan kekejamannya,” tegas Aziz.
Dia juga mengaku, FPI yang sebelumnya bernama Fron Persatuan Islam saat ini berubah nama menjadi fron Persaudaraan Islam,”Insha Allah rencananya Front Persatuan Islam akan disesuaikan menjadi Front Persaudaraan Islam,” kata Aziz saat dikonfirmasi JawaPos.com (Radar Bekasi Group), Selasa (5/12).
Aziz menjelaskan, perubahan nama ini atas kesepakatan bersama. Setelah dibicarakan seksama, maka nama yang diambil yaitu Front Persaudaraan Islam. “(Pertimbangan perubahan nama) menampung berbagai usulan,” imbuhnya.
Wakil Ketua Bidang Kajian Strategis Persaudaraan Alumni (PA) 212 Kabupaten Bekasi, Muzaki Ruthab mengaku wancana seperti itu sebelumnya sempat diusulkan oleh beberapa pengurus ormas eks FPI, namun Habib Rizieq Sihab (HRS) menolaknya. Dengan alasan, FPI berdiri bukan sebagai gerakan politik.
“Kalau pandangan saya pribadi, tidak semua umat Islam pendidikan partai politik. Ada pun aspirasi politik, silahkan pengurus eks FPI kalau mau terjun ke partai politik, kan ada PKS, PPP, PKB, mana yang dianggap memiliki kesamaan prinsip misi dan visi,” jelasnya.Sekedar diketahui sebelumnya anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menilai, FPI lebih baik terjun dalam politik praktis. Salah satunya dengan berubah menjadi partai politik. Dengan menjadi parpol, FPI bisa ikut memilu dan bisa mengusung Habib Rizieq sebagai capres. “Biar kedudukannya jelas, lebih baik FPI menjadi partai politik saja,” katanya.
Dikatakan, sejak era reformasi, Indonesia telah menjadi negara penganut sistem demokrasi. Tahun 2019, demokrasi di Indonesia menempati peringkat ke-4 di kawasan Asia Tenggara dan 67 di dunia dalam daftar indeks demokrasi global yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU). “Dengan sistem demokrasi ini sangat mungkin bila FPI mendirikan partai politik,” cetus Hasanuddin.
Dia mengatakan, demokrasi pada hakikatnya meliputi tiga substansi penting yakni pemerintahan yang sah dan diakui rakyat, pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, dan kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah tersebut dijalankan untuk kepentingan rakyat. Hasanuddin menambahkan, konstitusi Indonesia menjamin hak-hak demokrasi.
Dalam UUD 1945 Pasal 28E menegaskan, tiap-tiap warga negara Indonesia dijamin haknya atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Salah satu wujud demokrasi adalah dengan adanya pemilihan umum. Ia juga menyebut jaminan hak-hak demokrasi dalam konstitusi Republik Indonesia diatur lebih lanjut dalam aturan legislasi yaitu melalui paket UU Politik.
“Apalagi kalau memang FPI memiliki cabang di berbagai propinsi hingga kota/kabupaten, peluang mendirikan parpol sangat besar. Bisa ikut pemilu, punya kepala daerah dan perwakilan di DPR atau DPRD karena aturannya memungkinkan.”tandasnya. (pra/jpg)