Berita Bekasi Nomor Satu

Memproduksi Gagasan Versus Copy Paste

Di era digital, semua informasi mudah diakses. Peristiwa di belahan dunia saat ini perdetik bisa dilihat, dibaca, didengar dan dinikmati. Itulah zaman globalisasi. Seakan dunia sebagai rumah kecil.

Secara totalitas mampu diamati, dianalisis bahkan diamalkan bila terasa baik dampaknya bagi kehidupan. Selanjutnya, apakah kita tercatat sebagai subjek informasi atau objek informasi? Dengan terminologi lain, kita kategori memproduksi gagasan atau hanya piawai share copy paste?

PR besar bagi kita semua. Berupaya memilah dan memilih informasi valid yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berat memang, tetapi harus diupayakan. Siapapun orangnya, pasti merindukan kebenaran. Itulah cerminan hati nurani manusia. Pengembangan literasi menjadi urgen terus digulirkan. Sehingga setiap diri terbangun paradigma literat yang orientasinya memproduksi gagasan dan menorehkan karya besar sehingga mampu membangun peradaban. Karya inilah akan lestrari dari generasi ke generasi.

Saya teringat dengan motivasi Kang Esef Muhammad Zaini Pemred Guneman Bandung, bila Kang Wahyu ingin membuat opini, bacalah beberapa karya opini orang lain. Maka akan termotivasi untuk menciptakan opini. Hemat saya, motivasi tersebut sangat dahsyat. Sehingga saya terus berlatih menulis opini, essay, karya ilmiah dan puncaknya mampu menyusun dua buku tunggal yang diterbitkan MediaGuru: buku Jejak Mualaf Literasi (2019) dan Literasi Spiritual (2020). Tulisan ini berawal dari karya yang berserakan. Pada tahun 2021 rencananya akan saya terbitkan buku ketiga, “Khotbah Berbasis Literasi Spiritual: Menggagas Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan.” Sebagai kompilasi hasil pengabdian saya sejak tahun 1994-2020 sebagai khotib di beberapa masjid dan perusahaan tempat saya mempresentasikan khutbah.

Hernowo Hasim (2016 : h. 27) mengungkapkan, saat ini kita berada di era digital khususnya era yang memberikan sebuah media baru untuk berkomunikasi. Salah satu media yang sangat populer dan hampir dimanfaatkan oleh siapa saja yang dapat terhubung dengan internet adalah media sosial. Berkokomunikasi lewat media sosial dapat dilakukan baik lewat gambar (visual) maupun tulisan (tekstual). Komunikasi ini menjadi bermakna bila kita berupaya mem-publish karya sendiri. Sehingga bisa mengalirkan manfaat kepada setiap orang.

Menjadi sangat jelas, bahwa memproduksi gagasan lebih bermakna bila dibandingkan dengan meng-copy paste karya orang lain. Meminjam istilah Much. Choiri (2016:125) dalam Epilognya  Investasi Mulai Sekarang :” jika Anda investasi tulisan, Anda akan memanen buah-buah tulisan. Inilah makna jariyah ilmu, yang  pahalanya mengalir setiap waktu”. Memproduksi gagasan, masuk dalam wilayah jariah ilmu. Bisa jadi, banyak orang yang terinspirasi saat membaca buah karya yang ditorehkan.

Berbeda halnya, bila hanya mengandalkan copy paste, karya orang lain menjadi andalan. Tidak pernah memiliki hasil karya sendiri. Ironisnya, banyak karya tak bertuan. Siapa penulisnya dan apa saja referensinya? Anehnya,  setiap grup Whats App panen Copy Paste, terkadang isinya kontroversi. Celakanya, walaupun kontroversi dishare berulang-ulang. Budaya literasi nyaris sirna. Budaya membangun dialektika musnah. Karena tenggelam pada dunia copy paste. Bukan berarti copy paste tidak boleh. Tetapi mbo ya, dikurangi dong. Sehingga memiliki karya yang dinikmati insan dari zaman ke zaman. Akhirnya, tetap saja pilihan ada di tangan Anda. Mau memproduksi gagasan atau tetap terjebak dalam kubangan copy paste? Mangga pilih. Wallahu ‘Alam. (*)


Respon (1)

Komentar ditutup.