Berita Bekasi Nomor Satu

Pengacara Ungkap Aktor di Belakang Tiga Polisi Tersangka Penembakan Laskar FPI

Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar
Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Mabes Polri telah menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka unlawfull killing laskar FPI. Ketiganya titetapkan tersangka karena diduga adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

Namun di balik penetapan tiga tersangka anggota polri tersebut, kubu laskar FPI menduga adanya aktor yang menyuruh tiga tersangka untuk membantai para laskar. Demikian disampaikan, mantan Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar saat dihubungi PojokSatu.id (Grup Radar Bekasi), Kamis (8/4). “Iya (pasti ada komandannya atau aktornya),” kata Aziz.

Aziz meminta, penyidik harus transparan siapa di balik aktor atau dalang di belakang ketiga anggota polisi yang sudah ditetapkan tersangka itu.

“Kami masyarakat dan keluarga korban menyatakan msh menunggu siapa komandan dari para pelaku,” ujar Aziz.

Baca Juga: 3 Polisi jadi Tersangka Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI

Untuk diketahui, penetapan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka unlawful killing enam laskar FPI itu didapat berdasarkan gelar perkara. Ketiganya dijerat dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara Jo Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman penjara 2,8 tahun penjara.

Sementara satu anggota Polda Metro Jaya yang jadi tersangka berinisial EPZ dinyatakan meninggal dunia sehingga penyidikannya dihentikan. Sayangnya, Mabes Polri enggan membeberkan identitas dua anggota polisi lainnya.

“Nanti akan disampaikan,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (6/4).

Rusdi juga tak mau membeberkan barang bukti apa saja yang disita dari tangan tersangka. Hanya saja, ia menyebut bahwa semua barang bukti tersebut saat ini sudah ada di tangan penyidik Bareskrim Polri.

“Itu menjadi barang bukti sekarang yang digunakan penyidik untuk menuntaskan kasus atau peristiwa KM 50,” ujarnya. (oke/fir/pojoksatu)