
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Setelah sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Tersangka pemerkosaan dan perdagangan manusia AT (21) yang juga anak politisi di DPRD Kota Bekasi, akhirnya diserahkan pihak keluarga ke pihak Polres Metro Bekasi Kota. Namun, dalam dalam ungkap kasus ada sejumlah perbedaan pengakuan yang disampaikan tersangka dan korban.
Dalam pernyataannya, AT mengaku tidak ada hubungan sebagai sepasang kekasih dengan korban P (15). Ia menyangka korban mengganggap dirinya sebagai kekasih lantaran kedekatan yang terjadi diantara mereka selama sembilan bulan terakhir, AT pun mengaku tidak pernah menyatakan cintanya kepada korban.
Pengakuan selanjutnya yang diamini adalah keduanya tinggal bersama dalam satu kontrakan di kawasan Rawalumbu, Kota Bekasi. Tinggal bersama dilakukan sepengetahuan orang tua korban, bahkan mengaku pernah meminta dan diizinkan oleh orang tua korban.
“Saya tinggal sama korban bareng, orang tuanya tau, karena waktu itu pernah jemput dia (P)ke kosan, dan rumahnya P juga nggak jauh dari kosan saya, dan saya juga akrab dengan orang tua korban,”paparnya.
Tersangka mengaku tidak pernah menyekap korban di dalam kamar kontrakan yang selama ini menjadi tempat tinggal keduanya. Terhadap sangkaan persetubuhan antara korban dan tersangka, AT mengakui hal itu.
Selama hubungan layaknya suami istri dilakukan, AT mengakiu tidak pernah ada penolakan dari korban.
Pengakuan cukup mencolok adalah sangkaan perdagangan manusia yang dilakukan oleh tersangka kepada korban. Tersangka mengaku korban sudah bermain aplikasi chat yang selama ini disangkakan menjadi media perdagangan manusia oleh tersangka sebelum keduanya kenal dan berhubungan dekat.
“Awalnya korban sudah bermain duluan untuk micahtnya, sebelum dia kenal sama saya, dan saya belajar dari dia,” tambahnya.
Kekerasan fisik dilakukan oleh tersangka buntut dari aktifitas di aplikasi chat tersebut. Tersangka mengaku awal pernjanjian dengan korban, tersangka hanya menemani korban bermain aplikasi chat dengan catatan tidak dengan rekan tersangka.
Namun, suatu ketika dalam aplikasi chat tersebut tersangka menemukan chat antara korban dengan rekan tersangka sehingga diakui menyulut emosi tersangka. Tamparan tangan tersangka mendarat di tubuh korban lantaran korban tidak mengaku berinteraksi dengan rekan tersangka, hingga akhirnya korban kembali ke rumah orang tuanya setelah keduanya berdamai.
“Apa yang dikatakan oleh AT benar adanya. Jadi begini, sebelum saya serahkan ke Polres, saya minta AT jujur, sampaikan semua,” kata kuasa hukum tersangka, Bambang Sunaryo.
Dalam kasus ini ia menyebut kliennya tidak pernah melakukan perdagangan orang. Menurutnya, justru korban yang berstatus anak dan peran orang tua korban perlu digaris bawahi, ia mempertanyakan penyebab anak dibawah umur sudah mengenal pergaulan bebas.
“AT pun salah, saya akui bersetubuh dengan anak di bawah umur. Tapi orang tuanya kenapa sudah tau anaknya begitu tidak mengambil langkah-langkah sebelumnya, padahal kosannya AT itu dekat dengan rumah orang tuanya (P). Jadi orang tuanya ini juga perlu dipertanyakan juga,” tambahnya.
Orang tua korban menurutnya memungkinkan untuk ikut dijadikan tersangka dengan kasus penelantaran anak. Kuasa hukum dan keluarga tersangka menyerahkan perjalanan kasus yang menjerat AT kepada proses hukum.
Sementara itu, ayah Korban D (43) menilai pengakuan AT pada saat ungkap perkara tidak berkualitas. Keluarga korban mempersilahkan AT untuk memberikan pengakuan sebagai hak seseorang, namun tetap mengembalikan perkara ini kepada proses hukum untuk membuktikan kebenaran pernyataan AT.
“Itu hak dia, biarkan hukum yang menjawab apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat,” ungkapnya.
D menyebut laporan yang dibuat telah dipertimbangkan dengan baik, keluarga korban juga berharap proses hukum dapat berjalan dengan baik dan memberikan keadilan bagi semua pihak. Pernyataan AT telah menjalin kedekatan dengan keluarga korban juga dipertanyakan, D sebagai kepala keluarga mengaku belum pernah mendengar satu patah kata pun keluar dari mulut AT. Keluarga juga meyakini P menjadi korban perdagangan orang yang dilakukan oleh AT.
D mengaku tidak puas dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun atas sangkaan persetubuhan anak dibawah umur yang kini tengah berproses lantaran anaknya disebut menderita seumur hidup atas kejadian ini. Sebelumnya, ada tiga sangkaan terhadap tersangka yakni persetubuhan, penganiayaan, dan perdagangan orang.
“Apabila pasal itu tidak dimasukkan, saya akan membuat laporan baru, itu saja. Karena semuanya rentetan,” tukasnya.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Heri Purnomo mengatakan tersangka dijerat pasal 81 ayat dua junto pasal 76 D undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dengan ancam hukuman paling lama 15 tahun penjara. Perbedaan keterangan antara korban dan pelaku akan dibuktikan oleh kepolisian berdasarkan alat bukti dan fakta-fakta yang didapat.
“Kalau kami pada prinsipnya seperti ini, silahkan orang beralibi, kami konsennya pada membuktikan apa yang menjadi sangkaan terhadap yang bersangkutan,” ungkapnya.
Dia mengaku, pihak kepolisian selama ini telah mengetahui keberadaan tersangka dan mencari bukti-bukti, pemanggilan kepada tersangka juga telah dilakukan sebanyak dua kali namun tidak hadir. Hingga akhirnya pihak kepolisian menghimbau kepada orang tua tersangka untuk menyerahkan AT.
“Kita sudah melakukan penggeledahan di rumah orang tuanya, karena kita perkirakan kemarin tersangka dari Bandung kembali ke Bekasi. Ternyata di rumah tidak ada, namun kita himbau kepada orang tuanya agar bisa menyerahkan,” tukasnya.
Tersangka diketahui telah pergi meninggalkan Kota Bekasj satu hari setelah mengetahui dirinya dilaporkan kepada pihak kepolisian oleh keluarga korban. Tersangka melarikan diri ke dua wilayah, yakni Cilacap dan Bandung seorang diri menggunakan kendaraan umum.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Bekasi, Frans Sitorus memandang bahwa masing-masing tentu berkeinginan untuk mengklaim sebagai pihak yang paling benar. Namun, pihaknya tetap mengedepankan kepentingan besar anak dalam kasus ini.
Sederet pengakuan baik dari keluarga korban atau tersangka akan menjadi bukti baru yang dapat ditelusuri oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini sehingga tidak ada korban baru.
“Kalau seandainya si anak sudah lama sebelum ada dia (tersangka), ini kok bisa begini dari mana ini bisa terjadi. Pasti ini sudah ada orang-orang yang sebelumnya mengajak dia, jadi ini nanti bisa seperti bola salju kan. Apakah ini nanti bisa menjadi sebuah sindikat atau bisa menjadi sebuah yang terorganisir kan kita nggak tau ya kalau untuk human trafficking,” paparnya.
Dalam kasus ini, pihaknya tetap mendorong tersangka mendapatkan hukuman setimpal dengan perbuatannya, sementara korban tetap mendapatkan pemulihan pada aspek psikologis. Pihaknya akan tetap mengawasi perjalanan hukum kasus ini sampai di pengadilan.
Mengenai anggapan publik dan keluarga korban mengenai penanganan kasus yang dianggap lambat, ia menyadari kebutuhan pihak kepolisian untuk mengumpulkan bukti sehingga dapat dilakukan penangkapan dan penetapan tersangka kepada AT.
“Terlepas ini menurut korban dan menurut banyak masyarakat agak telat, memang di satu sisi iya, dan di satu sisi polisi kan agak berhati-hati mengumpulkan bukti, apalagi kan orang tua tersangka bukan orang biasa ya,” tambahnya.
Kasus ini tengah ditangani oleh Polres Metro Bekasi Kota. Tersangka saat ini telah ditahan, polisi juga telah mengantongi sejumlah barang bukti diantaranya akta kelahiran korban, satu buah sweater rajut, bra, celana dalam, celana slot, dan celana panjang yang dikenakan korban. (Sur)











