Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Ahli Waris Kecewa Pemalsu Surat Tanah Dituntut Rendah

KECEWA: Sejumlah warga menyambangi PN Cikarang menyampaikan kekecewaan karena putusan pemalsu surat tanah rendah, Kamis (3/6). ISTIMEWA
KECEWA: Sejumlah warga menyambangi PN Cikarang menyampaikan kekecewaan karena putusan pemalsu surat tanah rendah, Kamis (3/6). ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga kecewa terhadap putusan jaksa penuntut umum yang menuntut rendah delapan bulan penjara kepada Kepala Desa (Kades) Taman Rahayu selaku terdakwa pemalsu surat tanah.

“Seharusnya bisa lebih berat lagi hukuman dan seadil-adilnya. Karena kami masyarakat kecil, tolonglah bantu kami yang merasa terinjak-injak dan dirugikan Lurah. Titik Lurah harus mendapat hukuman setimpal,” kata Novi, warga yang juga ahli waris tanah.

Kekecewaaan itu ia ungkapkan kepada wartawan usai menyaksikan pembacaan putusan sebagai lanjutan sidang penyerobotan tanah dengan terdakwa Kades Taman Rahayu Abdul Wahid cs di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Kamis (3/6).

Diketahui, Abdul Wahid beserta tiga aparat desa lainnya dilaporkan karena menyerobot tanah milik warga dengan ahli waris Ontel bin Teran. Kasus ini pertama kali digugat pada 2018, hingga akhirnya maju ke meja hijau.

“Jadi di 2018 itu lahan kakek buyut kami dengan luas kurang lebih 1.100 meter dipindahnamakan atas nama Utar bin Elon kemudian diwakafkan ke desa dengan menggunakan surat akte ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Setu,” kata Gunawan, ahli waris, belum lama ini.

Padahal, sambungnya, berdasarkan Buku C Tahun 1960 Noor: 956 Persil Nomor 56 kepemilikan lahan tersebut terdaftar atas nama Ontel bin Teran. Disisi lain, ahli waris tidak pernah menjual atau memindahnamakan kepemilikan lahan tersebut ke pihak manapun. “Dari situ kami lapor ke kepolisian dengan perkara dugaan pemalsuan dan sekarang kasusnya sudah naik ke PN Cikarang,” tuturnya.

Dari hasil penyelidikan pihak kepolisian, diketahui bahwa Utar bin Elon dipaksa oleh AW melalui Ketua RT dan Kepala Dusun setempat untuk mengakui bahwa lahan tersebut adalah miliknya untuk kemudian diwakafkan. “Sebetulnya yang terlibat ada lima orang. Tetapi satu (Utar bin Elon-red) sudah meninggal dunia,” kata dia.

Dalam perjalanannya, para ahli waris menyayangkan tuntutan dari perkara tersebut. “Ini tidak sesuai dengan apa yang dilakukan terdakwa,” kata dia.

Sementara itu, jaksa penuntut umum perkara tersebut, Danang Yudha Prawira mengatakan, pihaknya menuntut hal tersebut berdasarkan fakta persidangan, baik yang memberatkan dan meringankan para terdakwa.

“Hal yang memberatkan terdakwa adalah meresahkan masyarakat dan sebagai perangkat desa seharusnya mereka mengayomi warga. Poin yang kami pertimbangkan dalam memberikan tuntutan, mengacu pada fakta persidangan baik yang memberatkan atau meringankan,” tutur Danang.

Terkait dengan kekecewaan warga, Danang tidak dapat berkomentar. Menurutnya, pada KUHP tidak ada ancaman minimal yang ada hanya ancaman maksimal. “Memang dalam pasal 263 ada hukuman maksimal, tapi tidak ada seharusnya berapa tuntutannya. Jadi tuntutan tersebut berdasarkan hal yang memberatkan juga meringankan,” ujarnya.

Sebaliknya, kuasa hukum terdakwa Ahmad Nasution menyebut tuntutan yang disampaikan jaksa memberatkan. Pasalnya dalam temuan di persidangan, terdakwa telah berupaya mengembalikan kerugian kepada korban. Untuk itu, pihaknya akan melakukan langkah lebih lanjut.

“Terdakwa sudah mengakui perbuatannya dan juga sudah mau bertanggung jawab, dengan tuntutan ini kami pikir terlalu berat,” katanya. (and)