RADARBEKASI.ID, BEKASI – DPRD Kabupaten Bekasi belum menindaklanjuti radiogram dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terkait paripurna tentang pemberhentian Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja, yang tutup usia.
Pengamat kebijakan publik, Gunawan, menilai DPRD Kabupaten Bekasi terlalu mengutamakan politik daripada kepentingan masyarakat. Menurutnya, di tengah masa pandemi corona saat ini, di mana masyarakat Kabupaten Bekasi sedang mengalami kesulitan ekonomi, ditambah lagi dengan tidak adanya pemimpin daerah yang memiliki kewenangan dalam mengambil kebijakan strategis, sehingga masyarakat bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya.
“Dalam kondisi dan situasi seperti ini, tentu sikap kenegarawanan para birokrat dan elite politik (DPRD,Red) sangat dibutuhkan. Krisis kepemimpinan di Kabupaten Bekasi, dimana Sekretaris Daerah (Sekda) hanya Plh, Wakil Bupati kosong, dan Bupati juga tidak ada, sehingga membuat pemerintahan stagnan, dan bisa dibilang lumpuh,” ujar Gunawan.
Kata dia, dengan sikap DPRD untuk mempercepat paripurna, maka mengutamakan pengisian kekosongan jabatan bupati, dan merupakan langkah solutif yang harus diutamakan, sehingga roda pemerintahan bisa berjalan normal.
“Radiogram Mendagri tanggal 13 Juli 2021 yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, sebagai bukti bahwa Pemerintah Pusat (Kemendagri) ingin secepatnya menyelesaikan krisis kepemimpinan di Pemkab Bekasi. DPRD semestinya segera melaksanakan rapat paripurna usulan pemberhentian bupati Bekasi, sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang – undangan,” terangnya.
Merujuk pada Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 78 ayat (1), Kepala daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah, berhenti karena: a.meninggal dunia; b.permintaan sendiri; atau c.diberhentikan.
Pasal 79 (1) pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b, serta ayat (2) huruf a dan huruf b, diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna, dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk Gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota, untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.
“Artinya, UU 23 Tahun 2014 di Pasal 78 dan 79, cukup jelas mengatur mekanisme pemberhentian kepala daerah, karena meninggal dunia, maka harus diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna,” ucap Gunawan.
“Jadi, tidak ada alasan bagi Pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi, untuk mengulur-ngulur waktu, apalagi menyelipkan kepentingan ‘lain’ selain untuk melaksanakan paripurna pemberhentian bupati,” bebernya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, BN Kholik menyampaikan, dengan adanya opini publik menilai DPRD Kabupaten Bekasi tidak cepat memparipurnakan pemberhentian bupati karena kepentingan politik, menurut dia, itu sah-sah saja.
“Ya itu sah-sah saja, kalau dinilai DPRD terlalu berpolitik, kan warga Kabupaten Bekasi itu banyak, tiga jutaan penduduk, jadi wajar setiap kebijakan ada pro dan kontra. Lihat saja nanti, tentu dengan hal ini, kami merasa prihatin, dan juga merupakan keputusan DPRD,” tuturnya.
Dijelaskan Kholik, jadwal sudah disusun, yakni hari Rabu (21/7), merupakan keputusan bersama. ”Sebab kan, DPRD itu kolektif kolegial,” ujarnya. (and)











