Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Orang Tua Larang Anaknya Divaksin

VAKSINASI PELAJAR : Seorang siswa SMP disuntik vaksin sinovac dosis pertama di SMP Negeri 21 Kota Bekasi belum alam ini. Sejumlah orang tua melarang anaknya divaksin. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang sempat dilaksanakan melalui Adaptasi Tatanan Hidup Baru Satuan Pendidikan (ATHB-SP) di Kota Bekasi harus terhenti Juli lalu, lantaran pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga level empat saat ini. Pemerintah tengah mempercepat vaksinasi ke masyarakat umum maupun pelajar. Sampai saat ini, vaksinasi pelajar di Bekasi belum sampai 50 persen.

Paparan virus Covid-19 ada anak dikhawatirkan oleh berbagai pihak, berdasarkan data Pemerintah Kota Bekasi, paparan virus belakangan lebih cepat dibandingkan tahun 2020 silam. Sejak awal pandemi hingga akhir tahun 2020 tercatat 3.051 anak terpapar Covid-19, atau 2,2 persen dari total jumlah anak sebanyak 136.332 jiwa.

Tahun 2021, peningkatan jumlah kasus usia anak meroket tajam, tercatat 10.885 kasus hingga akhir Juli kemarin, atau 7,9 persen dari total populasi manusia usia anak di Kota Bekasi. Pemberian vaksin dipercaya untuk angka penyebaran Covid-19, kalaupun tidak gejala yang timbul saat terpapar relatif ringan dibandingkan yang belum menerima vaksin.

Pekan lalu, vaksinasi kepada anak usia 12 sampai 15 tahun, atau siswa SMP mulai dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi, dengan total sasaran vaksin 108 ribu siswa. Dalam dua kali pelaksanaan vaksinasi, baru 46 ribu siswa mendapat suntikan vaksin pertama dari total yang ditargetkan. Mereka terdiri dari siswa di sekolah negeri dan swasta.

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi menjelaskan bahwa masih ada orang tua siswa yang tidak mengizinkan anaknya untuk divaksin. Sementara orang tua yang mengizinkan anaknya divaksin, berkeinginan agar PTM bisa segera dilaksanakan setelah vaksinasi.

“Kita ingin sekarang ini supaya orang tua itu mengizinkan untuk divaksin, karena kan yang namanya anak itu harus ada persetujuan orang tua. Makanya langkah kita itu akan mengundang orang tua untuk memberikan persetujuan terhadap vaksin,” terang Kepala Disdik Kota Bekasi, Inayatullah, Minggu (8/8).

Pihaknya berencana untuk melakukan survei alasan orang tua yang belum memberikan izin anaknya untuk divaksin. Sementara ini diduga orang tua masih menyimpan keragu-raguan terhadap vaksin.

Diluar siswa, vaksinasi terhadap guru dan tenaga kependidikan sudah mencapai 80 hingga 90 persen. Meski disadari bahwa kebijakan PTM merupakan kebijakan pemerintah pusat, ia menjelaskan pemerintah kota Bekasi dan sekolah sudah siap menggelar PTM setelah melewati ujicoba dan ATHB-SP.

“Orang tua berkeinginan, nanti kita bersurat lagi kepada pemerintah, kepada Kemendikbud kalau minimal sudah 90 persen lah yang tervaksin, mungkin saja kita bisa lakukan untuk pembelajaran tatap muka,” tambahnya.

Pada pelaksanaan ATHB-SP pertengahan Maret hingga pertengahan Juni lalu, total tercatat 262 sekolah SD dan SMP yang melaksanakan PTM tatap muka secara terbatas. Kesimpulannya disebutkan, tidak ada kendala atau keluhan warga sekolah dan orang tua siswa.

Jumlah siswa yang harus divaksin untuk tingkat SMA/K lebih besar lagi, total ada 179 siswa di lingkungan Kantor Cabang Dinas (KCD) wilayah III. Terdiri dari 119 ribu siswa di Kabupaten Bekasi, dan 60 ribu siswa di Kota Bekasi, sekolah negeri dan swasta.

Saat ini KCD wilayah III menunggu dan menyiapkan siswa yang akan divaksin, sejauh ini catatannya baru 1.700 siswa yang telah divaksin. Untuk wilayah Kota Bekasi, informasinya baru mulai dilaksanakan pekan ini.

“Kami hanya menunggu, kemudian dari provinsi itu yang melaksanakan vaksin itu bisa dari Kodim, bisa dari Polres, bisa Dinas Kesehatan kabupaten kota, bisa dari Organisasi,” papar ketua KCD wilayah III, Asep Sudarsono.

Vaksinasi ditargetkan selesai bulan Oktober mendatang, vaksinasi kepada siswa disebut sebagai salah satu persyaratan untuk melaksanakan PTM selain ketersediaan sarana dan prasarana penunjang protokol kesehatan. Jika selesai sesuai target bulan Oktober, maka PTM sudah bisa dilaksanakan oleh sekolah yang menyatakan kesiapannya, serta tidak dalam pelaksanaan PPKM.

Tidak jauh berbeda dengan vaksinasi kepada siswa SMP, orang tua siswa di tingkat pendidikan SMA/K juga tidak memberikan izin anaknya divaksin. Meskipun, jumlahnya tidak banyak.

“Kalau melihat mayoritas banyak orang tua yang setuju, hanya beberapa orang saja yang mungkin informasinya kurang jelas. Maka kita coba mendatangi, menjelaskan bahwa sesungguhnya vaksin bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk menjaga penularan ke orang lain,” tambahnya.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak PTM dilakukan setelah vaksinasi menyentuh 70 persen warga sekolah. Situasi ini dinilai lebih aman untuk pelaksanaan PTM, tetap dengan catatan protokol kesehatan dilaksanakan dengan ketat, serta dengan pengawasan melekat dari dinas pendidikan setempat.

Disandingkan dengan capaian vaksinasi kepada siswa SMP di Kota Bekasi dan siswa SMA/K di lingkungan KCD wilayah III, maka siswa yang sudah divaksin baru berkisar 17 persen.

Selama 70 persen warga sekolah telah divaksin, ia menilai PTM bisa dilakukan oleh daerah dengan kriteria zona peta resiko hijau hingga orange. Bahkan khusus untuk wilayah dengan status zona hijau, tidak ada alasan PTM dilakukan secara terbatas melainkan berlangsung seperti kondisi normal.

“Begitu juga ketika di daerah itu adalah orange, tetapi sekolahnya bisa mengelola dengan baik, bisa mengelola protokol kesehatan dengan baik, ujicoba pembelajaran tatap muka dengan baik, ketika mereka sanggup melakukan PTM sebagai ujicoba, ya diberikan kesempatan untuk mencoba dengan pengawasan yang ketat,” terang Sekjen FSGI, Heru Purnomo.

Kesempatan perlu diberikan kepada sekolah guna menghindari kebijakan melawan aturan seperti yang terjadi di beberapa daerah, terpaksa melakukan PTM tanpa mengenakan seragam sekolah. Artinya, mencuri-curi kesempatan untuk tatap muka, meskipun alasan sekolah baik bagi siswanya.

Hal ini perlu diperhatikan lantaran ancaman learning loss semakin besar, diantaranya dilatarbelakangi oleh status sosial ekonomi, hingga sarana dan prasarana berbagai daerah selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Jika dibiarkan berlarut, berpotensi menimbulkan hambatan dalam perkembangan siswa, bahkan kerangka besar bonus demografi keluar dari target.”Tertinggalnya siswa dalam pembelajaran semakin hari semakin banyak, akibat sosial psikologisnya itu juga makin banyak,” tambahnya.

Selama lebih dari satu tahun PJJ masih menemui kendala, mulai dari wilayah yang tak tersentuh jaringan internet, hingga siswa di wilayah perkotaan harus menghadapi masalah sosial ekonomi yang kompleks. Kesenjangan dalam pelaksanaan PJJ belum teratasi, menjadi peluang baik bagi siswa berlatar belakang ekonomi menengah ke atas, tidak bagi siswa dengan latar belakang keluarga sebaliknya.

Terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD) Kemendikbud Ristek, Jumeri menyampaikan pihaknya tetap mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri mengenai PTM, serta Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) mengenai PPKM.”Untuk PTM kita ikuti SKB 4 menteri, dan mendagri,” singkatnya kepada Radar Bekasi. (Sur)