Berita Bekasi Nomor Satu

KPAI Beri Catatan Pemerintah Soal PTM

Ilustrasi siswa-siswi SMKN 1 Banyuwangi menjalani uji coba kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka, Senin (23/8). (Foto: Fredy Rizki/Jawa Pos Radar Banyuwangi)
Ilustrasi siswa-siswi SMKN 1 Banyuwangi menjalani uji coba kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka, Senin (23/8). (Foto: Fredy Rizki/Jawa Pos Radar Banyuwangi)

RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Pemerintah terus mendorong terlaksananya pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di masa pandemi. Salah satunya adalah dengan melonggarkan kebijakan, di mana wilayah PPKM level 1 sampai 3 dapat menerapkan PTM dengan protokol kesehatan.

Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra pun juga mengakui bahwa pelaksanaan PTM ini perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir anak-anak Indonesia mengalami learning loss, hingga lost generation yang tentunya berdampak buruk bagi para generasi muda.

Mendorong PTM di daerah yang memiliki kebijakan PPKM level 3 menjadi penting,” kata dia kepada JawaPos.com, Jumat (27/8).

Namun, dalam pelaksanaannya tentu ada beberapa catatan agar PTM bisa diselenggarakan dengan sukses. Salah satunya adalah dengan melakukan percepatan vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun.

“Fasilitas kebutuhan (vaksinasi) khusus anak masih jarang disediakan penyelenggara vaksin dan masalah skrinning yang dianggap hanya permukaan saja,” tutur dia.

Lalu, pemahaman para petugas pelaksana vaksin juga masih berbeda-beda dengan ketentuan standar yang sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pasalnya ditemukan kasus petugas yang tidak memperbolehkan anak untuk vaksin kedua, padahal tempat dan jenis vaksinnya sama.

“Jadi di pelaksanaan antara kebijakan dan aparatur masih menjadi sesuatu yang belum nyambung dengan kebijakan antara Kemenkes, Kemendagri dan Kemendikbud,” tambahnya.

Meskipun mendorong vaksinasi anak dilakukan dengan cepat, pemerintah sendiri masih kurang perhatian untuk bagaimana mereka dapat ikut berpartisipasi. Khususnya anak yang membutuhkan perlindungan khusus, baik anak panti, anak marginal, anak minoritas, anak disabilitas, penyelenggara vaksin.

Pemerintah tidak memperhatikan bagaimana mereka menjalankan hak partisipatif vaksin, seperti transportasi untuk bisa mengantarkan mereka ke sentra vaksin. “Semuanya dijalankan masih dengan informasi yang minim dan masih membutuhkan informasi yang layak anak agar informasi tidak tertinggal jauh untuk anak-anak,” jelasnya.

“Inilah persoalan terkait pencapaian vaksin, yang masih jadi perhatian kita semua dalam menjalankan amanat presiden agar semua anak divaksin baru sekolah,” tandas Jasra. (jpc)