Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Ketua DPRD 888 Hari

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketua DPRD Kota Bekasi Chairoman Joewono Putro, akan melepaskan jabatannya setelah 888 hari memimpin 50 anggota legislatif. Surat Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Bekasi perihal pergantian pimpinan DPRD sudah ditindaklanjuti. Hasilnya, rapat Badan Musyawarah (Banmus) mengagendakan pemberhentian dan pergantian ketua DPRD Kota Bekasi Senin (7/3) pekan depan.

“Nah ini sudah kita agendakan, ini semua kan harus di Banmuskan, itu juga harus diparipurnakan, itu akan diparipurnakan nanti di tanggal 7,” kata Wakil Ketua 1 DPRD Kota Bekasi, Anim Imamuddin usai memimpin rapat Banmus, Selasa (1/3).

Rapat paripurna awal pekan nanti akan membahas pemberhentian dan pergantian ketua DPRD. Setelah disepakati dalam Paripurna, maka tugas ketua DPRD sementara waktu diemban oleh wakil ketua 1 DPRD Kota Bekasi.

Hasil paripurna DPRD akan diserahkan kepada Plt Walikota untuk diteruskan kepada Gubernur Jawa Barat. Rapat Banmus selanjutnya untuk mengagendakan pelantikan ketua DPRD yang baru bisa dilaksanakan setelah mendapat balasan surat dari Gubernur Jawa Barat.

“Setelah ada pemberhentian dan pengusulan ketua DPRD yang baru berarti beliau sudah tidak menjalankan aktivitas (sebagai ketua DPRD), baru dilanjutkan ke wakil ketua satu, saya, sampai pelantikan ketua yang baru,” tambahnya.

Tidak dapat dipastikan berapa lama proses sampai pelantikan ketua DPRD yang baru, tergantung waktu yang dibutuhkan sampai mendapat balasan surat dari Gubernur Jawa Barat. Sesuai ketentuan perundang-undangan, ketua DPRD yang baru kembali diisi oleh anggota DPRD dari Fraksi PKS.

“Prosesnya saya serahkan kepada Gubernur nanti, kalau gubernur mempercepat nanti, disini ya kita mempercepat,” tukasnya.

Diketahui bahwa pergantian pimpinan DPRD Kota Bekasi dari fraksi PKS ini disampaikan oleh DPD PKS Kota Bekasi sesuai Surat Keputusan (SK) DPP PKS.

Sesuai dengan peraturan DPRD Kota Bekasi tentang Tata Tertib DPRD Kota Bekasi, pimpinan berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatan dikarenakan meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai ketentuan perundang-undangan, atau diberhentikan sebagai pimpinan DPRD. Sementara pimpinan DPRD diberhentikan dalam hal terbukti melanggar sumpah janji jabatan dan kode etik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan, atau partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian.

Pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Adi Susila menilai situasi ini terjadi lantaran PKS memilih untuk mengedepankan etika politik dan moral. Secara hukum, normatif, dan aturan, seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka selama itu masih berhak menduduki jabatan publik seperti ketua DPRD Kota Bekasi.

“Artinya mungkin PKS masih mengedepankan etika politik, moral. Sehingga dengan digantinya ketua DPRD itu mungkin menjadi pilihan yang bagus buat PKS,” ungkapnya.

Keputusan yang diambil oleh PKS ini dinilai tepat. Hal ini dinilai masih langka terjadi di Indonesia, terakhir ia menyaksikan Idrus Marham, mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial setelah mendapat surat penyidikan dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Dalam situasi ini, Adi menyampaikan bahwa dalam berpolitik tidak hanya mengedepankan hukum, tetapi juga mengedepankan etika. Terlebih pejabat publik, selain diatur oleh aturan hukum, juga diatur oleh etika profesi.

“Jangan hanya koridor hukum saja, tapi koridor etik juga harus dikedepankan. Contohnya hakim, hakim itu dilarang bertemu dengan tersangka, kalau secara hukum yang nggak masalah, tapi kalau secata etika kan ya itu nggak etis,” tambahnya.

Terpisah, Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman Joewono Putro meyakini pimpinan DPRD selanjutnya lebih mengetahui langkah apa yang harus dilakukan. Ada beberapa tuntutan perubahan, diantaranya tuntutan untuk semakin transparan, tuntutan untuk semakin akuntabel dalam membuat kebijakan publik, tuntutan untuk wakil rakyat memberi penjelasan setiap kebijakan publik yang dihasilkan.

Hal ini yang selama ini dinilai masih menjadi pekerjaan rumah selama kepemimpinannya di DPRD Kota Bekasi.

“Dengan semakin terbukanya DPRD, maka akan semakin teruji kebijakan publik itu. Dan harapan kedepan, dewan bisa menjadi ujung tombak penguatan civil society,” paparnya.

Masyarakat Madani tidak bisa terwujud selama sistem dalam lembaga politik tertutup. Wakil rakyat perlu membuka ruang-ruang dialog, dengar pendapat, termasuk dalam proses perencanaan kebijakan publik.

Ruang dialogis belum terbuka lebar bisa dilihat dalam fenomena aksi demonstrasi hingga bergesernya partisipasi publik ke ranah yudikatif dalam memperjuangkan aspirasi. Situasi ini seakan menunjukkan ruang dialog masih tertutup.

Tantangan keterbukaan informasi kepada publik diperkirakan semakin terbuka, menjadi tuntutan banyak pihak. Maka tantangan DPRD selama ia memimpin adalah mampu menangkap tantangan keterbukaan kepada publik, semakin bersikap elegan, demokratis, dan aspiratif.

Choiruman berharap selanjutnya pimpinan DPRD bisa memberikan kinerja lebih baik.

“Harapannya dengan perubahan pimpinan DPRD bisa lebih baik lagi, penguatan pengawasan kemudian inovasi politik yang mengangkat kinerja DPRD, lebih baik dalam menjalankan ketiga fungsinya, lebih mewakili suara rakyat,” ungkapnya. (Sur)