RADARBEKASI.ID, BEKASI TIMUR – Kisruh uang pungutan untuk renovasi sekolah yang terjadi di SDN 14 Arenjaya, Bekasi Timur, memantik reaksi keras dari Anggota DPRD Kota Bekasi.
Salah satunya disuarakan Nicodemus Godjang, Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PDI Perjuangan. Dia mengkritik, pungutan atas nama apapun di lingkungan sekolah negeri tidak boleh terjadi. Apalagi ada pungutan Rp113 ribu per siswa hanya karena alasan renovasi ubin sekolah.
“Ini sudah jelas sekali melanggar. Masuk kategori pungutan liar (Pungli). Untuk apa minta sumbangan renovasi ubin sekolah. Kan sudah ada anggaran APBD di Dinas Pendidikan (Disdik). Ajukan saja ke Disdik. Renovasi dan pembangunan sekolah itu kewajiban pemerintah,” kritiknya keras.
Dia menegaskan, pada intinya tidak ada pungutan dengan dalih apapun untuk renovasi sekolah.
“Saya minta pungutan itu yang sudah sempat diambil pihak sekolah agar dikembalikan ke orang tua siswa lagi sebelum ini menjadi masalah,” tegas Nico.
Dia juga menyarankan Pemkot, khususnya Disdik Kota Bekasi agar menambah alokasi anggaran di sektor pendidikan yang berbasis pada kebutuhan sekolah.
“Harapannya para penyelenggara sekolah tidak menutupi kebutuhan tersebut melalui jalur-jalur yang tidak diperbolehkan oleh UU/aturan yang ada, seperti melakukan (pungutan liar) dengan beberapa bentuk dan jenisnya,” tandas Nico.
Untuk diketahui, pendanaan pendidikan (khususnya sekolah negeri), menurut UUD, UU Sisdiknas dan beberapa aturan turunannya, anggaran-anggaran pendidikan adalah kewajiban pemerintah, sehingga wajib dan dibiayai dan dijamin oleh pemerintah daerah.
Dia menegaskan, pungutan liar dengan segala jenis dan bentuknya, merupakan masalah yang harus segera diselesaikan, jika tidak, pelayanan publik yang menjadi tugas utama pemerintah akan bergeser menjadi barang yang diperjualbelikan.
Terpisah, Ketua Komite SDN Arenjaya 14, Eko Kuspriharyanto mengakui ada pungutan uang sebesar R113 ribu kepada siswa melalui orangtua siswa untuk merenovasi lantai di beberapa kelas yang ada. Alasannya, lantai sejumlah kelas terlihat sudah pecah dan mengelupas dan terkesan membahayakan siswa-siswi di sekolah tersebut.
“Sehingga kita (Komite-red) berinisiatif mengumpulkan dana dari sejumlah siswa yang ada di kelas 1 dan kelas 2. Dari hasil kesepakatan dan musyawarah orang tua siswa setuju untuk membayar dengan nominal 113 ribu,” kata Eko saat berada di ruang rapat Gedung Dinas Pendidikan Jalan Lapangan Tenaga, Kelurahan Marga Hayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Selasa (15/3).
Eko juga mengaku, tidak memaksa orang tua siswa harus membayar. Karena saat melakukan rapat telah disampaikan bahwa anak yatim, yatim piatu tidak perlu bayar. Dan keringanan bagi orang tua siswa yang anaknya tiga orang sekolah, cukup membayar satu siswa saja.
“Intinya tidak ada paksaan harus membayar. Kita ingin membantu sekolah agar aman dan nyaman,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa pengerjaannya itu sudah selesai satu lokal atau satu kelas. Semua uang diberikan orang tua siswa, pihak sekolah tidak tahu apa-apa.
“Jadi tidak hanya kita yang mengerjakan. Untuk belanja dan tukang itu langsung ditangani perwakilan orang tua siswa. Sekolah tahunya beres. Dan semua prosedur sudah kita tempuh,” ungkapnya.
Kepala Sekolah SDN Aren Jaya 14, Sartini menyampaikan, mengakui pihaknya teleledor dalam hal pungutan siswa ini karena dari tidak menyampaikan kegiatan komite ke Disdik.
“Kita hanya miskomunikasi dengan Disdik dengan adanya kegiatan Komite yang melakukan renovasi dan memungut uang dari siswa sehingga ada yang keberatan. Sekolah murni hanya memfasilitasi rapat kegiatan komite dan orang tua saja. Pengumpulan uangnya itu langsung komite yang menangani,” terangnya.
Perlu diketahui, sambung dia, pihak sekolah juga setiap tahun mengajukan renovasi untuk gedung sekolah. Mungkin karena untuk mengajukan lantai yang sudah rusak harus menunggu hingga triwulan anggaran BOSDA.
“Maka melihat hal itu Komite berinisiatif supaya cepat mendapatkan perbaikan lantai yang rusak. Semuanya sudah sesuai prosedur dan aturan yang ada,” tukasnya.
Kepala Bidang SD pada Disdik Kota Bekasi, Januk Suwardi mengatakan, sebenarnya untuk perawatan itu sudah ada di BOSDA. Tinggal kepala sekolah mengajukan ke BOSDA. Hanya saja pengajuan di Bosda itu tidak bisa langsung direalisasikan. Harus menunggu dan diproses terlebih dahulu.
“Ya memang tidak mudah mengajukan renovasi di BOSDA. Biasanya triwulan tiga baru bisa direalisasikan. Kita juga tidak melarang Komite dan orang tua siswa memiliki uang lebih untuk membantu, kita persilakan, tetapi tetap dilaporkan hasil kegiatannya ke Disdik,” katanya. (pay)