Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Curiga Jabatan Kosong

ILUSTRASI: ASN beraktivitas di lingkungan Kantor Pemerintah Kota Bekasi sebelum pandemi, beberapa waktu lalu.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Mutasi dan promosi Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai dari pejabat eselon II sampai IV di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi menuai polemik. Tidak adanya daftar nama yang akan mengisi sejumlah jabatan kosong turut mengundang pertanyaan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi berniat akan menggunakan hak interpelasi guna mengetahui alasan mutasi pegawai.

Diketahui ada beberapa jabatan tinggi kosong di Kota Bekasi, diantaranya adalah Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan Kepala Inspektorat. Selain itu kursi Camat Rawalumbu, Camat Jatisampurna, Lurah Jatisari, dan Lurah Bekasi Jaya juga kosong. Sederet jabatan kosong tersebut lantaran pejabat sebelumnya telah memasuki masa pensiun, ada juga yang tersandung masalah hukum.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman menegaskan bahwa kewenangan Plt secara umum sama dengan kepala daerah definitif. Hanya saja, ada beberapa kewenangan yang tidak bisa dilakukan oleh Plt kepala daerah, diantaranya melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dibuat oleh kepala daerah definitif, termasuk mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan kepala daerah definitif.

Beberapa hal tersebut dikecualikan ketika Plt kepala daerah mendapatkan izin tertulis dari Kemendagri. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2008 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah dan wakil kepala daerah.

“Sejauh di Kota Bekasi itu sudah mendapatkan persetujuan tertulis dari kementerian dalam negeri atau menteri dalam negeri menurut kami itu sah,” ungkap pria yang akrab disapa Arman kepada Radar Bekasi, Minggu (16/5).

Langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah selanjutnya adalah mempublikasikan surat persetujuan tersebut kepada publik dan DPRD sebagai penyelenggara pemerintah daerah. Sedianya, mutasi harus dilakukan untuk mempercepat akselerasi kualitas penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, mutasi tidak boleh didasari oleh kepentingan tertentu. Jabatan kosong seharusnya kata Arman menjadi prioritas Plt kepala daerah untuk segera diisi untuk mendukung percepatan tujuan pemerintah daerah.

“Karena itu menyangkut soal percepatan, pencapaian visi dan misi dari Walikota itu sendiri. Itu yang perlu ditekankan kembali soal pengisian penjabat, Plt, atau apapun itu di kepala dinas yang kosong,” tambahnya.

Mutasi harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi, hal ini disampaikan oleh Anggota DPRD Kota Bekasi, Sholihin. Politisi partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengingatkan jangan sampai ada pelanggaran dalam proses mutasi kali ini, terlebih dengan alasan politis.

Disamping mutasi yang dilakukan, Sholihin juga menaruh perhatian pada jabatan kosong yang tidak ikut diisi oleh pejabat definitif bersamaan dengan mutasi ini. Ia berencana untuk mengkaji surat persetujuan dari Kemendagri setelah diterima fisik suratnya.

“Karena saya melihatnya ini (mutasi) seharusnya kan mengisi kekosongan ya, tapi faktanya yang kita lihat ini bukan mengisi kekosongan. Justru kekosongan ini tidak diisi, (jabatan) yang isi dikosongin, gitu,” paparnya.

Jika ditemukan indikasi pelanggaran, maka ia berencana untuk menggunakan hak interpelasi atau hak bertanya sebagai anggota DPRD. Setelah tertimpa permasalahan beberapa waktu lalu, Plt Walikota seharusnya kata Sholihin melakukan recovery tubuh pemerintahan, tidak mengambil langkah yang berpotensi memecah tubuh birokrasi.

Saat tubuh birokrasi terpecah, akan berpotensi mengganggu jalannya roda pemerintahan. Di sisi lain pejabat yang baru memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri di tempat baru.

“Kalau toh ada indikasi pelanggaran, kita kan sebagai anggota dewan punya hak bertanya kepada Plt melalui interpelasi dong,” tambahnya.

Sholihin menyarankan Plt Walikota memilih untuk fokus pada penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2023. Akibat situasi yang dialami oleh Pemkot Bekasi akhir-akhir ini, serapan APBD tidak berjalan maksima.

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Bekasi Fraksi PDIP, Ahmad Faisyal menilai bahwa mutasi lumrah dan wajar dilakukan oleh kepala daerah. Langkah yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi dinilai sah selama dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Begitupun juga Plt, selama memenuhi prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah kota Bekasi saya dengar sebelumnya sudah dua kali ditolak oleh Kemendagri terkait dengan rotasi dan mutasi, karena ada beberapa hal dan persyaratan yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Kota Bekasi,” ungkapnya.

Ketika sudah mendapat izin Kemendagri, maka langkah yang dilakukan terkait dengan mutasi sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Faisyal meyakini sejak disumpah sebagai abdi negara, ASN telah siap ditempatkan di manapun.

Terkait dengan jabatan kosong yang tidak tersentuh, Faisyal meyakini Plt Walikota Bekasi telah memiliki pertimbangan matang. Terlebih, Plt Walikota Bekasi pernah merasakan duduk sebagai ASN sebelum akhirnya terjun di dunia politik.

“Itu kan hak prerogatif beliau yang tidak bisa kita campuri, sebagai mantan birokrat beliau tau apa yang harus dilakukan kepada para birokrat ini,” sambung pria yang juga Sekretaris DPC PDIP Kota Bekasi ini.

Menurutnya, tidak dibutuhkan waktu lama untuk beradaptasi di tempat baru. Terlebih dalam melaksanakan tugasnya, pimpinan tiap OPD dibantu oleh staf dibawahnya.

Faisyal menegaskan bahwa fraksi PDIP berkomitmen untuk tetap mendukung pemerintahan Plt Tri Adhianto sampai masa jabatannya habis.”Dan kami PDI perjuangan ini tetap komit mendukung pemerintahan Plt Walikota Bekasi sampai akhir masa jabatan, selalu satu komando dengan ketua DPC kami pak Tri Adhianto,” tegasnya.

Langkah ini juga dinilai tepat setelah Plt Walikota Bekasi menempuh tahapan sesuai peraturan perundang-undangan. Anggapan mutasi didasari alasan politis oleh pengamat politik dinilai tidak akan serta merta dilakukan lantaran sanksi berat bisa diterima oleh ASN yang tidak bekerja secara profesional.

Selain mutasi yang akan dilakukan pada beberapa jabatan instansi pemerintah daerah, usulan mutasi pada jabatan kosong seharusnya bisa dilakukan oleh Plt Walikota Bekasi dengan tujuan untuk mengisi kekosongan jabatan di tubuh pemerintah.

“Ya seharusnya bisa, memang mutasi itu kewenangan pemerintah daerah. Kalau itu (jabatan kosong) nggak diisi saya nggak tau ya pertimbangannya apa, tapi seharusnya bisa,” kata pengamat politik dan pemerintahan Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Adi Susila.

Mutasi kata Adi, perlu dilakukan untuk melakukan penyegaran, membuat ASN bisa menguasai banyak hal tidak terbatas pada satu tempat. Yang terpenting, pejabat yang dimutasi harus bekerja profesional, satu poin terpenting dari UU ASN kata Adi adalah pengakuan negara bahwa ASN adalah profesi.

“Ukuran profesional itu ya dia harus punya kompetensi. Mestinya pimpinan-pimpinan (yang dimutasi) tadi itu harus profesional kerjanya, jangan terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan politik, fokus saja bekerja,” tukasnya. (Sur)