Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Berharap Yang Dengar Jadi Lebih Peduli

UNTUK PENGINGAT: Dari kiri, Kamal, Juanda, Khoirunissa, dah Ahmad Fairus. (Sabyan for Jawa Pos)
UNTUK PENGINGAT: Dari kiri, Kamal, Juanda, Khoirunissa, dah Ahmad Fairus. (Sabyan for Jawa Pos)

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Penulisan dan pelafalan reff jadi bagian paling sulit dalam proses kreatif di balik lagu Al Wabaa’-nya Sabyan. Tergerak oleh banyaknya korban meninggal, PHK, dan kepanikan masif akibat pandemi Covid-19.

SHAFA NADIA, Jakarta, Jawa Pos

A POET, kata Bon Jovi, needs the pain. Pujangga itu butuh merasakan ”sakit” agar bisa melahirkan karya. Sakit yang tentu saja tak harus berarti harfiah.

Dan, kalau penulis lagu masuk ke kategori pujangga, mungkin itulah yang terjadi pada Ahmad Fairus. Pandemi Covid-19 serasa ”memukul” keyboardist grup musik Sabyan tersebut berkali-kali.

”Korban meninggal terus berjatuhan, PHK (pemutusan hubungan kerja) di mana-mana, orang-orang bersembunyi di rumah karena takut terpapar virus. Semua itu bikin ngenes,” kata pria yang akrab disapa Ayus tersebut ketika dihubungi Jawa Pos Sabtu lalu (11/4) .

Dari rasa ”sakit” akibat hantaman bertubi-tubi itulah lahir Al Wabaa’. Dirilis pada Minggu lalu (5/4) di YouTube, sampai dengan pukul 20.00 tadi malam, single grup musik beranggota tiga orang itu telah ditonton 4.154.502 kali.

Menurut Ayus, karyanya yang bermakna ”wabah” tersebut dimaksudkan sebagai pengingat bersama. Bahwa musibah itu ada sebab-akibatnya. Dan, sebagai makhluk dengan segala keterbatasan, manusia perlu meminta ampun serta memanjatkan doa agar situasi bisa kembali pulih.

Seperti termaktub di bagian reff: Allahumadfa’ ’anal ghola’ wal bala’ wal wabaa’ fiddunya khossoh fi baladina Indonesia (Ya Allah, hindarkan kami dari kekurangan pangan, cobaan hidup, dan wabah penyakit di dunia, khususnya di negara kami Indonesia).

”Jadi, istilahnya kami mau doa, tapi malu karena banyak salah. Nah, saya selipkan doa di bagian reff,” ucap Ayus.

Sabyan yang beranggota Ayus (keyboard), Khoirunnisa (vokal), dan Kamal Junda (darbuka) itu terbentuk pada 27 Januari 2015. Bermula ketika para anggota sering mengisi acara pernikahan dan khitanan. Sampai akhirnya, mereka yang berasal dari grup musik yang berbeda-beda memutuskan untuk bersatu dalam kelompok baru yang bermain dalam genre pop Islami.

Lima tahun berjalan, Sabyan telah meluncurkan empat album. Dua di antaranya merupakan album kompilasi. Berbagai penghargaan telah mereka raih. Misalnya, Anugerah Syiar Ramadhan 1439 H kategori Penyanyi atau Grup Terbaik. Juga, Karya Produksi Lagu Spiritual Islami Terbaik dalam Anugerah Musik Indonesia 2018. Kisah perjuangan mereka meniti karir telah pula dituangkan dalam film rilisan Juni 2019 bertajuk Sabyan: Menjemput Mimpi.

Menurut Ayus, keseluruhan proses hingga akhirnya Al Wabaa’ siap dirilis sebenarnya cepat. Lagu dan lirik ditulis dalam sehari. Pengisian vokal juga. Begitu pula syuting klip video.

Ayus menggarap lagu dan lirik single tersebut bersamaan dengan penggarapan single cover mereka yang videonya di YouTube telah ditonton 38 juta kali, Aisyah Istri Rasulullah. ”Curi-curi waktu gitu, pas break nulis Al Wabaa’. Mau nggak mau pikiran memang jadi bercabang,” sambungnya.

Tapi, tidak berarti semua mulus tanpa halangan. Penulisan reff dalam bahasa Arab termasuk yang paling sulit. Karena itu, dia sempat berkonsultasi kepada orang yang lebih ahli atau paham bahasa Arab.

Belum lagi salah dalam pelafalan huruf yang akhirnya harus melakukan take vocal berulang-ulang. Menuangkan kondisi pandemi yang dialami seluruh dunia ke dalam sebuah lagu, kata Ayus, juga tidak gampang.

”Karena ini bukan imajinasi, tapi kenyataan yang benar-benar terjadi,” ujar Ayus.

Menurut musikolog Erie Setiawan, yang harus diperhatikan ketika mengangkat tema bencana ke dalam karya adalah etiket atau dimensi moralnya. ”Yang kelewatan di Indonesia itu kadang-kadang ada yang menjadikan bencana sebagai parodi,” kata penulis buku Musik untuk Kehidupan tersebut kepada Jawa Pos kemarin (13/4).

Erie menambahkan bahwa belakangan banyak musisi atau seniman yang memilih tema pandemi Covid-19 yang dipicu virus korona baru itu sebagai sebuah kewajaran. ”Ini ekspresi paling natural musisi atau seniman dalam menyikapi kondisi sekitar,” ujarnya.

Yang juga ikut mengangkat tema korona dalam karya mereka adalah Rhoma Irama. Lagu Virus Corona yang ditulis sang Raja Dangdut itu bercerita tentang kesedihan, kegelisahan, dan ketakutan manusia terhadap virus yang mematikan tersebut. Tak jauh berbeda dengan Sabyan, lagu tersebut juga menyampaikan pesan agar manusia berintrospeksi diri.

Lagu tersebut diaransemen dalam tempo lambat atau alunan nada yang sedih. Tujuannya, setiap orang yang mendengar akan terbawa suasana yang saat ini tengah menimpa.

Begitu pula dengan klip video yang menampilkan unsur kesedihan, ketakutan, kepanikan, dan berserah diri kepada Tuhan. ”Semoga kita semua bisa saling menyemangati, introspeksi diri, dan mengambil hikmah dari peristiwa yang mengguncang dunia ini,” harapnya.

Ayus sebenarnya juga ingin memasukkan suasana di rumah sakit ke dalam klip Al Wabaa’. Tapi, larangan berkerumun menjadikannya mustahil untuk dilakukan.

Syuting klip pun akhirnya dilakukan di base camp Sabyan di Jakarta. Tapi, Ayus tak kecewa. Dia hanya berharap Al Wabaa’ bisa menjadi semacam doa bersama dan membuat yang mendengar ikut peduli terhadap ”rasa sakit” yang dialami Indonesia saat ini.

”Juga, semoga menjadi memori semua orang bahwa pada tahun ini pernah terjadi peristiwa mengenaskan ini,” katanya. (*/c10/ttg)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin