
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sementara itu, warga Kampung Rawa Bangkong Baru, Kelurahan Sertajaya membentuk kelompok belajar untuk anaknya. Ya, dengan dibentuknya kelompok belajar tersebut, siswa yang tidak memiliki telepon pintar masih bisa belajar bersama.
Tempat belajar pun jauh dari kata layak. Ada yang belajar di pos ronda, ada jugayang menumpang di teras rumah warga. Seperti yang terlihat di kediaman salah seorang warga RT 02/06 Kampung Rawa Bangkong Baru, Amung (44). Empat orang anak belajar di teras rumahnya, sementara yang membimbing anaknya yang berusia 22 tahun, Rosanah.
“Saya diminta warga untuk membantu anak- anak belajar. Karena, HP hanya satu punya bapak saya. Kebetulan, adik saya Arya (7) juga satu kelas sama anak- anak lain. Mereka (empat anak) lain tidak memiliki hp,” ujar Rosanah sembari mengaku, saat belajar di ameminjam HP milik ayahnya.
Dia mengaku bukan seorang guru. Selama proses belajar dari rumah selama lima bulan ini, dia tidak mengharapkan apapun, hanya sekedar membantu. Secara rutin, dirinya menempati tempat belajar anak di sebuah pendopo yang berada di tengah perkampungan. Pukul 07.00 WIB, anak didik pasti berdatangan.
“Kalau yang di rumahnya sudah tidak ada kuota. Pasti kesini, belajar bersama. Saya hanya peduli, dan kebetulan para anak meminta saya,” bebernya.
Di Kelurahan Sertajaya memang ada banyak kelompok belajar. Umumnya, yang numpang belajar merupakan para pelajar tidak mampu yang tidak memiliki HP, baik itu SD maupun SMP. “Sekali belajar, kuota bisa sampai Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu. Tergantung pemakaian, karena ada beberapa materi yang kadang mesti membuka youtube,” bebernya.
Data yang dihimpun Radar Bekasi, ada sejumlah kelompok dari mulai SD sampai SMP misalnya RT, 02, 04, 06 dan 07 RW 06, Kelurahan Sertajaya, Kecamatan Cikarang Timur.
Warga lainnya, Pardi (47) dengan tiga keponakan yang tidak memiliki handphone smartphone mengaku beratnya belajar daring. Setiap pagi, anak keponakannya mesti sibuk mencari kelompok belajar.
“Yah gitu, sayapun titipin ke tetangga. Banyak juga yang gak punya HP, jadi bisa berkumpul, belajar bareng. Tapi, kita sekarang kesulitan mengajar anak. Guru kan di sekolah, kalau anak yang gak ngerti siapa yang jelasin,” katanya.
Ia pun berharap, agar di tiap kelompok belajar ada tenaga pengajar resmi. Karena sejauh ini, warga setempat yang dipercaya warga saja yang menjadi sukarelawan. “Saya berharap ada tenaga guru yang bis amembantu,”imbunya.
Sementara itu, Kepala SMPN I Cikarang Utara, Ade Irod mengaku saat ini ada 10 persen siswanya yang kesulitan belajar daring. Hal itu disebabkan karena tidak adanya sarana penunjang belajar daring karena faktor ekonomi.
“Ada beberapa yang masih kesulitan, umumnya ikut belajar kelompok. Pertama ada, AFZ di kampung hegar mukti, RT 01/06. Juga da IA Dari Kampung Rancamalaka, Cikarang Pusat. Memang, solusinya belajar berkelompok. mau ngasih bantuan beliin HP gak bisa, mudah-mudahan ada solusi dari pemda,” tukasnya.
Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Bekasi, Hamdani mengakui, belajar daring menjadi hambatan bagi siswa miskin. Ada yang pulang kampung, dan balik lagi gak mempunyai uang dan terkendala jaringan. “Hp juga rusak, dan biaya sangat berat. Yang jelas, kondisi sekarang, memang masih di impetarisir,” katanya.
Ia meminta, bagi guru yang kesulitan, sebaiknya target kurikulum mesti di sisihkan dulu. PGRI sendiri, Belajar Dari Rumah (BDR) memang perlu diperhatikan. “Sekarang BDR, belajar di rumah, siswa di rumah. Dan guru tetap masuk. Dengan pola itu, untuk BDR, karena saat ini kita mencari solusi. Bagaimana dengan yang miskin itu,” imbuhnya.
Data dari dinas pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi menyebutkan, kelompok pendaftar miskin masuk pada jalur afirmasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, dari total 4.662 yang diterima 4030. Di angka tersebut, terbagi siswa miskin 20 persen, 40 persen prestasi dan sisanya 40 persen umum.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bekasi, Carwinda menyatakan, data keseluruhan pelajar miskin ada di tiap sekolah masing- masing. “Kebanyakan warga menunjuk orang yang dipercaya untuk berada di kelompok kerja pelajar yang tidak memiliki handphone smartphone. SD SMP, masih menjadi mayoritas di Kabupaten Bekasi,” katanya.
Disdik sendiri, kata dia, sudah memprogramkan Daring dan Luring. Daring menggunakan video. Kalau yang dulunya menggunakan modul, dimaksud adanya pendampingan, mungkin itu semacam guru fisip.
“Nanti kita akan cek. Sebenarnya sudah ada dalam program kita, kita juga masih mencari informasi soal belajar tatap muka sesuai dengan arahan gubernur. Dan sekarang kita sedang mematangkan untuk persiapan protokol di tiap sekolah. Jadi berkaitan dengan belajar kelompok memang masuk dalam strategi Disdik,” katanya. (dan)