Berita Bekasi Nomor Satu

Enam Tahun Ijazah Ditahan

ilustrasi
ilustrasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah lulusan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota dan Kabupaten Bekasi, kesulitan melamar kerja dan meneruskan pendidikan tinggi. Pasalnya, ijazah mereka masih ditahan sekolah meskipun sudah lulus beberapa tahun lalu. Alasannya, yang bersangkutan belum melunasi biaya pendidikan.

Temuan ijazah siswa yang ditahan ini bermula dari aduan salah satu orang tua siswa yang mengeluhkan ijazah anaknya masih ditahan oleh pihak sekolah. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Anak Bangsa (AAB) membuka pengaduan warga dengan masalah yang sama. Hasilnya sementara ini ada 8 mantan siswa di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi mengadukan ijazahnya masih ditahan oleh pihak sekolah.

Pengaduan didominasi oleh mantan siswa dari sekolah swasta, satu diantaranya berasal dari sekolah negeri. Dari delapan aduan yang masuk, dua diantaranya sudah mendapatkan ijazah mereka, selebihnya masih dalam proses pendampingan AAB.

Aduan serupa ternyata juga masuk dari wilayah lain di luar Bekasi, diantaranya Kabupaten Bogor. Total data yang dikantongi saat ini berjumlah 14 orang mulai dari total tunggakan Rp700 ribu sampai Rp5,7 juta, mulai dari tahun kelulusan 2015 sampai tahun kelulusan 2020.

“Sampai saat ini untuk Bekasi ada delapan orang, dua sudah selesai, nanti aduan ini akan kami buka lagi,” kata salah satu anggota AAB, Agus kepada Radar Bekasi, kemarin.

Salah satu warga yang mengadu, Suryana (39) mengaku ijazah anaknya sempat ditahan oleh sekolah meskipun saat ini sudah diberikan oleh pihak sekolah. Tidak besar, tunggakan anaknya hanya Rp800 ribu, dan ini merupakan tunggakan biaya tour.

Dari total biaya Rp1,2 juta, baru terbayar Rp366 ribu. Akhirnya, ijazah berikut dengan legalisirnya tidak diberikan oleh pihak sekolah, hanya surat keterangan lulus yang diberikan oleh sekolah, hanya dapat digunakan untuk melamar pekerjaan di perusahaan kecil.

“Kalau di perusahaan biasa sih bisa, cuma kalau di perusahaan yang bonafit tidak bisa. Sekarang anak saya kerja borongan, lumayan nambah uang jajan,” kata warga Kecamatan Bantargebang ini.

Selain anaknya, masih ada mantan siswa lain yang mengalami hal sama. Jika anaknya baru saja lulus pada 2020 lalu, maka salah satu orang tua siswa yang mengalami hal serupa sudah lulus tiga tahun yang lalu.

Hingga saat ini siswa yang bersangkutan belum kunjung mendapatkan pekerjaan. Orang tua siswa tersebut mendatangi Suryana untuk mencari bantuan lantaran anaknya tengah membutuhkan pekerjaan.”Katanya perlu buat kerja, sampai sekarang belum kerja,” tambahnya.

Anggota AAB lainnya, Mardani (38) mengaku pihaknya kecewa dengan peristiwa yang masih saja terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya, situasi ini merupakan bencana besar lantaran ketidakhadiran negara bagi anak bangsa.

“Kendalanya amat berat karena ada uang ada ijazah, inilah yang terjadi ketika mencerdaskan anak bangsa menjadi tanggung jawab rakyat itu sendiri, dan ini bentuk penghianatan negara terhadap rakyatnya,” paparnya.

Pemerintah pada tiap tingkat mulai dari desa atau kelurahan hingga pemerintah pusat perlu melihat dan mendengar permasalahan yang tengah dihadapi oleh rakyat. Sikap kongkrit menurutnya perlu diambil oleh presiden dengan memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) melalui Disdik untuk segera menyikapi permasalahan masyarakat ini.

Satu-satunya opsi untuk mencegah hal serupa kembali terulang pada tahun-tahun berikutnya yakni dengan menggeratiskan biaya pendidikan.”Pendidikan wajib geratis,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Disdik Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan kepada sekolah untuk tidak menahan ijazah. Dia menegaskan, bahwa anak dilindungi oleh undang-undang untuk mendapatkan hak hidup, hak sehat, dan gak memperoleh pendidikan.

Untuk kejadian serupa di sekolah negeri, menurutnya sudah tidak ditemukan penahanan ijazah oleh sekolah. Sementara untuk sekolah swasta, beberapa diantaranya dilakukan lantaran telah menjadi kebijakan yayasan penyelenggara pendidikan, namun tunggakan siswa ini seharusnya tidak menjadi alasan sekolah untuk menahan ijazah.

“Saya sudah sampaikan bahwa terlepas dengan ada tunggakan atau tidak, tolong jangan dihubungkan dengan penahanan ijazah. Karena kalau kaitan dengan tunggakan itu kaitan dengan orang tua, kalau ijazah itu kaitan dengan hak anak,” ungkapnya.

Ia meminta kepada sekolah untuk menyerahkan ijazah kepada siswa yang telah menyelesaikan masa sekolah. Jika masih ditemui sekolah yang masih menahan ijazah siswa, pihaknya akan memberikan sanksi kepada pihak sekolah.”Nanti sanksinya saya tidak akan keluarkan bantuan itu kalau dia (sekolah) masih tahan ijazah seperti itu,” tukasnya.

Senada, Wakil Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kota Bekasi, Agus Setiawan mengatakan kepala sekolah telah menerima pengarahan untuk tidak menahan ijazah. Pada intinya, ijazah siswa tidak berhubungan langsung dengan pembiayaan siswa.

Hanya saja pada pelaksanaannya, setiap kepala sekolah dapat menindak lanjuti peringatan untuk tidak menahan ijazah atau tidak. Baik sekolah negeri maupun swasta, keduanya diakui sama-sama menerima bantuan seperti BOS, Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), maupun bantuan lain bagi siswa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP).”Sudah disampaikan, itu bukan dari pemikiran MKKS, tapi itu keharusan (memberikan ijazah kepada siswa),” paparnya.

Namun, diakui bahwa persoalan gangguan biaya pendidikan yang terlanjut menumpuk sulit untuk diselesaikan oleh orang tua wali. Situasi ini menjadi permasalahan tersendiri bagi sekolah.

“Apalagi sekolah itu mungkin siswanya sedikit, lalu ekonominya tidak mampu, ini menjadi problematika mereka juga,” tambahnya.

Sementara bagi sekolah swasta, sekolah justru disebut kesulitan membagikan ijazah lantaran orang tua wali merasa tidak percaya diri terhadap tanggungan biaya pendidikan yang terlanjur menumpuk. Kedua, siswa tidak datang kesekolah untuk menjemput ijazah di sekolah lantaran kerap telah melalui tes atau rekruitmen penerimaan kerja. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin