Berita Bekasi Nomor Satu

Pelayanan Adminduk Transgender Disoal

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk), berupa pendataan, perekaman KTP-el, serta penerbitan Kartu Keluarga (KK) bagi transgender dengan maksud mehilangkan praktik diskriminasi dalam pelayanan publik sudah dilakukan Dinas kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bekasi. Kebijakan tersebut mengikuti aturan pusat.

Kepala Dinas Kepndudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Bekasi, Taufik R Hidayat mengatakan, pelayanan ini dilakukan sesuai instruksi dari Dirjen kependudukan Kemendagri RI, dalam rangka memfasilitasi para Transgender/Transpuan agar dapatkan hak pelayanan kependudukan sebagai warga negara.

“Kami kan Lembaga pelaksana kebijakan, dan kebijakan itu sifatnya final. Artinya, disini kami menjalankan tugas yang diberikan oleh Dirjen Kemendagri, karena kebijakan ini telah ditegaskan dan diinstruksikan langsung oleh Dirjen ke 514 Kab Kota se-Indonesia,” ungkap Taufik kepada Radar Bekasi, Minggu (22/8).

Taufik menjelaskan, terkait layanan kepada para transgender yang diberikan yakni perubahan status kelamin, nama, dan juga foto di KTP-el sesuai ketetapan atas kebijakan Dirjen Dukcapil Kemendagri guna menghilangkan praktik diskriminasi terhadap setiap warga negaranya.

“Tapi untuk yang ingin merubah status KTP-el terkait kelamin, dan namanya itu harus bawa syarat keputusan pengadilan yang tetapkan bahwa mereka berubah. Apapun dasarnya, maka yang tanggung jawab adalah lembaga nasional pengampu kebijakan, karena kami sekadar unit pelayanan daerah,” jelasnya.

Kalaupun memang ada pihak atau kelompok menganggap kebijakan ini salah. Taufik pun menyarankan, untuk langsung bersurat pada Dirjen Dukcapil Kemendagri RI selaku pihak pengampu kebijakan tersebut. Dia pun turut menyampaikan, terkait kebijakan pelayanan administrasi kependudukan di Indonesia itu memang dilaksanakan pemerintah daerah, tapi seluruh kebijakan diatur Pusat.

“Intinya, kami di daerah tidak dapat menolak untuk melaksanakan kebijakan yang sudah diterbitkan oleh Pusat. Dan apabila memang kebijakan ini dianggap salah, sampaikan ke Dirjen Dukcapil Kemendagri RI,” tandasnya.

Menanggapi itu, Ketua DPD PKS Kota Bekasi, Heri Koswara mengatakan, dirinya belum mengetahui kebijakan tersebut. Kalau pun ada, maka pihaknya perlu mencari informasi itu terlebih dahulu. Termasuk, terkait apakah di kolom jenis kelamin di KTP-el  nantinya ada penambahan status, atau tetap hanya terdiri dari dua jenis laki laki dan perempuan saja.

“Apakah info ini valid?. Dan maaf ini sebelum saya tanggapi, apakah di kolom KTP-el dalam layanan ada penambahan status atau tetap dua jenis kelamin saja, laki-laki dan perempuan?,” tanya Herkos, sapaan akrab Ketua DPD PKS sekaligus anggota DPRD Provinsi Jawa Barat kepada Radar Bekasi, Minggu (22/8).

Pihaknya juga belum merespon lebih jauh perihal adanya kebijakan tersebut. Namun ia secara tegas tidak menyetujui apabila kebijakan Kemendagri RI itu sebagai upaya melegalkan kelompok pecinta sesama jenis di NKRI ini. Karena sangat kontra dengan ajaran agama khususnya bagi umat Islam yang merupakan keyakinan mayoritas di tanah air.

“Bicara soal melegalkan kelompok tersebut sama saja mendatangkan malapetaka bagi negeri ini, seperti kisah kaum Nabi Luth yang dibinasakan Allah SWT sehancur-hancurnya akibat merajalelanya hubungan sesama jenis di zamannya, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran,” tegasnya.

“Kami bukan diskriminasi dan tidak maksud untuk memerangi mereka, tapi soal legalitas kelompok ini tak bisa diberikan karena sama saja pemerintah membiarkan bencana untuk negeri. Dan menolak kebijakan ini, khususnya di Kota Bekasi dan nasional secara umum,” pungkasnya.

Sementara itu, pengamat pemerintahan asal Universitas Islam (Unisma) 45 Kota Bekasi, Adi Susila menyebut, kebijakan pelayanan administrasi kependudukan yang dibuat oleh pusat dan diinstruksikan untuk dilaksanakan pemerintah daerah bersifat wajib, atau tidak bisa ditolak.

“Pemda tak boleh menolak buat tidak melaksanakan kebijakan pusat, dan jika masyarakat keberatan juga ada prosedurnya dengan mengajukan judicial review,” ujarnya.

Soal setuju atau tidak atas kebijakan itu. Adi mengatakan, kalau dirinya belum bisa jawab dan memilih untuk menunggu pendapat dari para ulama atau ahli di bidang tersebut. “Iya, saya tinggal tunggu pendapat ulama saja ya,” singkatnya. (mhf)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin