
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Program peminatan IPA, IPS dan Bahasa tidak ada di SMA pada Kurikulum Merdeka yang belum lama ini diluncurkan. Dalam kurikulum itu, peserta didik bebas memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Kendati demikian, sejumlah pihak sekolah di Bekasi menilai bahwa guru tetap harus mengarahkan siswa agar tidak salah dalam menentukan pilihan belajarnya.
Kepala SMAN 1 Cikarang Pusat Sayuti menyampaikan, perlu kehati-hatian dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Menurutnya, dalam Kurikulum 2013, atas dasar nilai akademik anak, guru atau sekolah dapat menentukan siswa masuk jurusan IPA, IPS atau Bahasa.
Kemudian dalam Kurikulum Merdeka, pihaknya menilai harus tetap ada campur tangan guru untuk mengarahkan siswa. Dengan demikian, meskipun siswa bebas dalam memilih mata pelajaran mereka dapat memutuskannya sesuai dengan kemampuan.
“Memang dalam Kurikulum Merdeka ini siswa tidak lagi dihantui oleh peminatan mata pelajaran, tetapi saya kira guru dan sekolah tetap harus turun tangan untuk mengarahkan agar mereka punya fokus tujuan dan memiliki kemampuan yang benar-benar mereka kuasai,” ucapnya, Minggu (13/2).
Kendati demikian, semua keputusan akan dikembalikan lagi kepada keinginan siswa. Sehingga guru maupun sekolah hanya memiliki batasan untuk mengingatkan dan memberikan arahan.
“Kadang siswa itu labil ya, jadi harus tetap diberikan arahan agar keputusan yang diambil memang benar-benar tepat,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 7 Bekasi Acep Hadi. Menurutnya, Kurikulum Merdeka ini merupakan suatu kebebasan dalam dunia pendidikan.
“Ini merupakan kebebasan dalam dunia pendidikan, dimana siswa tidak lagi tertekan dengan adanya penjurusan yang pada akhirnya dengan tidak adanya penjurusan berarti tidak ada lagi spesialisasi untuk mata pelajaran tertentu,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, kebebasan dalam memilih mata pelajaran juga akan menghapus stigma khusus bagi jurusan tertentu yang menimbulkan kemudahan atau hambatan bagi jurusan lainnya.
“Stigma yang masyarakat atau siswa tentang adanya penjurusan dapat terhapuskan. Misalnya untuk anak lulusan IPA dianggap lebih pintar dan bisa masuk ke semua jurusan, sedangkan IPS dan Bahasa dianggap tidak mampu. Nah ini yang tidak akan ada lagi jika Kurikulum Merdeka ini diterapkan,” terangnya.
Namun dalam hal ini, kata dia, peran guru harus tetap ada. Sehingga dalam penerapan Kurikulum Merdeka guru harus mampu menjelaskan kepada siswa atau masyarakat tentang perubahan yang terjadi pada dunia pendidikan.
“Kita sebagai guru hanya pelaksana dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jadi memang dalam hal ini ada batasan-batasan yang akan dilakukan, namun peran guru untuk bisa memberikan masukan atau arahan saya kira masih penting,” pungkasnya.
Dikutip dalam keterangan resminya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menyampaikan, satuan pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan.
Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar. “Dengan Merdeka Belajar, tidak akan ada pemaksaan penerapan (Kurikulum Merdeka) ini selama dua tahun ke depan,” tegas Nadiem. (dew/ist)











