Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Judi Online dan LGBT Picu Perceraian di Bekasi, 3.957 Janda Baru

Ilustrasi.

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Perjudian, utamanya judi online dan penyimpangan seksual seperti Lesbi Gay Biseksual dan Transeksual (LGBT) di antara faktor pemicu perceraian di Kota Bekasi.

Buntutnya, angka perceraian di Kota Bekasi tinggi. Terdapat 3.957 janda dan duda baru. Angka ini nyaris melampaui periode yang sama pada tahun 2021.

Berdasarkan data per 1 Oktober yang didapatkan Radar Bekasi, angka perceraian di Bekasi hampir menyalip jumlah perkara tahun yang lalu.

Catatan pada tahun 2021, jumlah perkara perceraian di Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Bekasi sebanyak 4.328 perkara. Sedangkan jumlah perkara yang sama sampai dengan awal bulan Oktober lalu, tercatat sebanyak 3.957 perkara.

Data dua tahun belakangan didominasi oleh cerai gugat, diajukan oleh istri. Sampai dengan akhir September tahun ini, perkara cerai gugat jumlahnya mencapai 2.909, diperkirakan masih terus bertambah di sisa tahun 2022.

“Sepertinya sekarang sudah 3 ribuan per (bulan) November, kemarin per 31 September sebanyak 2.909 perkara,” kata Humas PA Kelas 1A Bekasi, Ummi Azma.

Banyak faktor yang menyebabkan ribuan Pasangan Suami Istri (Pasutri) di Bekasi memutuskan untuk mengakhiri rumah tangga mereka. Diantaranya adalah faktor ekonomi, kehadiran orang ketiga, pertengkaran, hingga salah satu pihak ditinggalkan.

Judi online ikut melatarbelakangi hancurnya rumah tangga di Bekasi, meskipun tidak secara spesifik tercatat akibat judi online. Faktor judi online masuk dalam kelompok perselisihan dan pertengkaran, faktor ini jumlahnya paling besar dibandingkan faktor lain, yakni sebanyak 2.636 perkara.

BACA JUGA: Judi Online Bikin Melarat

Ummi menyampaikan bahwa beberapa perselisihan dan pertengkaran ini dipicu oleh judi online. Tidak jarang salah satu pihak yang terjerat judi online ini berakhir pada pinjaman online, saat itu api pertengkaran mulai menyulut keharmonisan rumah tangga.”Sebenarnya ada, di faktor perselisihan dan pertengkaran ada juga karena judi online. karena dia berjudi, akhirnya Pinjol,” ungkapnya.

Selain Judi online, catatan mencolok tahun ini adalah penyimpangan seksual atau suka sesama jenis, atau Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Perubahan suami maupun istri menjadi penyuka sesama jenis ini membuat Pasutri memutuskan untuk mengakhiri rumah tangga.

Dalam perkara yang dijumpai di Bekasi, perubahan terjadi pada suami maupun istri, hal ini terjadi meskipun usia rumah tangga tidak lagi tergolong baru, beberapa diantaranya bahkan sudah memiliki anak.

Jumlah perkara perceraian akibat penyimpangan seksual ini jumlahnya meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, setidaknya ada belasan kasus perceraian akibat penyimpangan seksual oleh suami atau istri.

“Sekarang yang perlu dicermati setelah ada beberapa perkara, ini yang sekarang kami agak miris LGBT. Walaupun sedikit, tapi kan dulu nggak ada, adapun bisa dihitung dengan jari,” tambahnya.

BACA JUGA: Duh, Marak Fenomena LGBT di TNI/Polri, Begini Kata Komisi I

Diluar dari kedua faktor tersebut, yang paling dominan sampai dengan saat ini kata Ummi adalah faktor ekonomi, disusul oleh kehadiran orang ketiga.

Ada beberapa faktor dan dampak penyimpangan seksual dari sisi sosial, diantaranya perlakuan yang salah pada masa kecil, pengaruh lingkungan yang sangat dominan, hingga pengaruh dunia digital. Pengamat sosial Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi, Hamludin mengatakan bahwa kesalahan pendekatan pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh, hal ini sangat berkaitan dengan orang tua, keluarga, dan lingkungan.

Sedangkan pada masa remaja hingga dewasa, lingkungan memberikan pengaruh sangat besar pada perubahan diri seseorang. Belum lagi jika faktor pribadi seseorang tidak kuat, baik secara struktur sosial, agama, dan yang lainnya.

“Sehingga dengan pengaruh sedikit saja, orientasi seksualnya berubah. Nah ini beberapa faktor yang bisa mendasari penyimpangan seksual itu,” ungkapnya.

Menurutnya, diperlukan kewaspadaan setelah perilaku amoral ini sudah menyebabkan hancurnya belasan rumah tangga. Dalam konteks sosial, dampaknya juga disebut tidak bisa dianggap remeh.

Dampak sosial tersebut yakni hilangnya kepedulian dengan lingkungan sekitar, menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, hingga keluarga yang bersangkutan beresiko menjadi korban dari sanksi sosial. Terutama jika ini terjadi pada rumah tangga yang telah memiliki anak, maka tidak menutup kemungkinan anak akan menerima sanksi sosial jika diketahui oleh lingkungan sekitar.

“Sangat mungkin, kenapa sangat mungkin saya katakan, karena itu tadi, bahwa orang ketika sudah tahu, dia akan memberikan ganjaran sosial. Kita tahu aspek sanksi sosial itu selalu lebih berbahaya,” tambahnya.

Selain beberapa faktor yang ia jelaskan lebih dulu, faktor dunia digital juga memberikan andil, dengan keterbukaan dan kemudahan akses bagi setiap orang. Belajar dari terungkapnya beberapa kasus dengan konten pornografi di dunia digital, menunjukkan dunia digital tidak bisa dibatasi.

Salah satu upaya preventif yang bisa dilakukan adalah mendorong anggota keluarga untuk aktif di lingkungan sekitar tempat tinggal. Meskipun tidak disadari dan berjalan alami, saling kontrol terjadi antara satu dengan yang lain dalam satu lingkungan tempat tinggal, setidaknya ini akan membuat setiap orang berpikir untuk melakukan sesuatu, apalagi perbuatan amoral.

Senada, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Daradjat Kardono juga menyebut perilaku suka sesama jenis merupakan perilaku tidak patut , terlebih di lingkungan masyarakat Indonesia. Disamping menjadi salah satu faktor penyebaran kasus HIV/AIDS dan penyakit sosial, perilaku menyimpang ini juga merusak ikatan keluarga.

BACA JUGA: Kasus HIV AIDS di Kota Bekasi masih tinggi

Ia meminta pemerintah segera bergerak untuk menangani persoalan ini.”Pendidikan seks harus diberikan secara gamblang kepada masyarakat dan generasi muda secara benar untuk melindungi bangsa ini dari problematika sosial dan dekadensi moral,” ungkapnya.

Jika dibiarkan berlarut, perilaku menyimpang ini kata Daradjat, akan melemahkan keluarga di Indonesia. Begitupun dengan judi, baik online maupun offline, sejak awal sudah dilarang sesuai dengan norma ketimuran bangsa Indonesia.

Judi juga menjadi penyakit sosial yang kerap menimbulkan masalah dalam keluarga.”Perilaku ini membuat seseorang menjadi malas dan rendah etos kerja, lebih senang menghayal daripada berikhtiar mencari nafkah secara serius,” terang politisi PKS ini.

Maka, ia meminta penertiban dan penegakan segala bentuk judi harus dilakukan secara tegas serta tanpa pandang bulu. Bahkan bila perlu juga dilakukan pada oknum yang membentengi aktivitas ini. (sur)